Didit meneguk ludahnya yang hampir satu liter. Kedua jemari tangannya saling bertautan, pertanda kalau dia sedang gugup campur malu- malu pengen dibacok. Disampingnya, Ara juga sama halnya dengan Didit. Perempuan itu malah engan melihat Didit karena terus ditatap oleh Gara dan Peter. Dia memilih untuk melihat karpet lantai daripada menatap balik Didit yang sekarang tengah menatapnya.
"Kita bukan lagi perundingan lingarjati kan? Kok suasananya serem amat gini sih." Cicit Didit memulai pembicaraan.
"Diem lo upil tahu." Kata Gara lalu kembali fokus menatap Ara.
"Jangan diliatin terus. Ntar mukanya jadi kanebo kering kalau lo liatin kayak gitu." Sahut Didit lagi.
"Dia siapa Dit?" Tanya Peter tidak merespon apa yang diucapkan Didit barusan.
Didit menoleh ke arah Ara. Meminta persetujuan apakah dia harus jujur tentang Ara atau engak. Tapi perempuan itu malah diem kayak tahu bulat yang mengoda minta dicipokin. Didit mendesah frustasi. Tatapannya kemudian kembali fokus pada dua sahabatnya yang duduk berhadapan langsung.
"Dia calon istri gue."
Ara yang mendengar itu sukses memelototkan matanya lalu menendang kaki Didit yang sedang bergerak gelisah seperti ulat bulu.
"Apa sih sayang. Katanya kamu gak mau kita pacaran. Katanya kamu maunya taarufan, katanya kamu mau langsung nik... "
Ara mengampar mulut comel Didit sebelum laki- laki itu berhasil memyelesaikan perkatanaannya.
Sadis men.
"Busyet dah. Ni cewek serem juga ternyata Gar." Cicit Peter pada Gara dan Gara hanya mengangguk sambil mengangga takjub.
"Tipikal suami- suami takut istri kalau istinya macam dia. Iya gak?" Tanya Gara balik.
"Diem lo pada." Ucap Didit sambil mengerucutkan bibirnya lima senti.
"Kenalin gue Ara. Temen deketnya Didit." Kata Ara lalu menjulurkan tangannya pada Gara dan juga Peter. Percakapan tiga orang itu berlanjut hingga sampai dimana Ara tinggal, dimana sekolah Ara, bahkan soal pacar pun juga disinggung oleh Gara maupun Peter.
Rasanya Didiit pengen nangis kenceng. Ternyata selama beberapa minggu dia chatingan, dia diem- diem jalan sama Ara, dia perhatian sama Ara, semuanya terasa sia- sia saja karena perempuan itu hanya menganggap Didit teman dekat. Ayolah Didit ini kurang apa sih? Cakep iya, pinter engak, bloon iya, lucu gak diragukan lagi, komeng aja lewat sama kelucuan yang biasanya Didit banyolkan. Bukankah dia tipe pria idaman masa kini?
Ya allah padahal gue kan kembarannya Harry Styles. Adiknya Niall Horan. Sepupunya Louis Tomlinson. Adik angkatnya Liam Panye. Zayn Malik aja mengakaui kalau gue ini ganteng biangettttt.
Kurang apa coba gue 😢
Didit berdehem. Sengaja memang. Maksudnya supaya Ara peka gitu kalau masih ada Didit disampingnya. Tapi sayang bukan sayang, si Ara malah semakin hahahihi sama dua babi di depannya itu.
Tentu saja Didit semakin ceberut. Oke fine kalau gini caranya Didit bakalan caper norak- norak najisin. Bodo amat kalau Ara makin ilfil sama dia.
"Duh gue ngantuk nih." Didit pura- pura menguap lalu merebahkan kepalanya pada paha Ara yang terbungkus rapi dengan celana jeans.
"Si cak udin modusnya leh ugha." Seru Peter lalu melempari Didit dengan kulit kacang kering yang ada di atas meja.
"Ih apaan sih Dit. Minggir gak?" Protes Ara lalu mengeser- geser kepala Didit.
"Didit masih sakit Ra." Ujarnya dengan suara parau yang dibuat- buat.
"Ish ya udah pindah ke kasur gih."
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is Adipati [END]
Teen Fiction[BOOK TWO] Private Acak Boyfriend Goals Series "Aku sayang kamu Ara. Menjad pacar mu adalah sesuatu yang saat ini aku inginkan. Bahkan dalam mimpi sekalipun. Karena aku sangat ingin melindungi kamu sebagaimana kamu melindungi ku. Aku ingin status ya...