Sore ini hujan mulai mereda saat Didit baru saja keluar dari kelasnya. Memang hari ini kelas Didit mendapatkan pelajaran tambahan mengingat dua minggu lagi sekolah akan mengadakan ujian tengah semester. Jam pulang sekolah yang seharusnya tepat pukul dua siang berubah menjadi pukul empat sore. Banyak anak- anak yang mengeluh akan hal itu salah satunya adalah Didit. Dengan langkah lesu laki- laki dengan topi kupluk itu berdiri menyender pintu kelas, menunggu teman- temannya keluar.
“Lama amat elah. Pada ngapain sih di dalem?” Didit berguman sambil melihat jam tangannya. Perutnya yang sedari tadi minta diisi pun terus berteriak meminta sesuap nasi. Memang tadi siang Didit lebih suka memejamkan matanya daripada makan siang di warungnya babe Rawis karena semalam ia bergadang menonton sepak bola hingga membuatnya mengantuk saat di kelas.
“Engkau yang sedang patah hati… “ Suara serak Gara mulai terdengar mengema sampai di depan kelas. Didit berdecak malas mendengar itu. Seharian ini Gara tidak henti- hentinya menyayikan lagu tersebut hingga membuat telinga Didit terasa panas.
“Gar berisik!” Omel Peter sambil menonyor kepala Gara.
“Tau tuh. Kayak gak ada lagu lain aja!” Sambung Ara.
Ketiganya sudah sampai di depan kelas. Gara masih bernyanyi, dan ia sama sekali tidak perduli dengan omelan kedua sahabatnya hingga Didit berceletuk, “Kalau gak mingkem gue sebarin foto kampret lo yang pake behanya Dhira!”
Celetukan itu berhasil membuat Gara mingkem, dan membuat Ara serta Peter tertawa jahat. “Lo mah tega bener sama gue Dit. Kakak lo kan kayak grandong, kalau dia tahu bisa di kebiri gue!” ucap gara dengan wajah sendu.
“Mangkanya mingkem. Suara lo tuh gak ada bagus- bagusnya tahu!”
“Nama gue Gara kali bukan Bagus. Bagus mah anakya pak Jamal.”
“Terserah. Gue capek ngomong sama lo”
“Dikira gue gak capek apa ngomong sama lo? Capek tahu!”
Didit berdecak dan Gara hanya tertawa puas karena sahabatnya itu tidak lagi membalas ucapannya.
“Hari ini gue sama si kampret mau ngetime di warung babe Dit. Lo sama Ara ikut gak?”
“Ceilah bahasa lo ngetime. Kayak rombongan go-jek aja lo Pet!”
“Berisik banget emang si tai.” Ara menyiku perut Gara supaya laki- laki itu tidak crewet. Gara segera menjauhi Ara dan memilih berdiri di dekat Didit.
“Engak ah. Gue mau nganter Ara pulang.” Sontak saja Gara dan Peter langsung bersorak menggoda Didit dengan kata cie saat mendengar itu.
“Gila lo ndroooo. Bergerak cepat ye Dit?”
“Untung aja kita gak suka Ara ya Pet? Kalau iya mah cerita ini tambah rumit. Kasian authornya yang pusing mikirin nasib kita.”
“Author pala lo. Lo kira ini cerita wattpad yang banyak kasus rebutan cewek akibat rasa sahabat jadi cinta?”
“Apa kopet? Emang ada ya cerita kopet?”
Didit menepuk jidatnya dengan frustasi. Selain otaknya yang sedikit gesreh, Gara juga memiliki pendengaran yang buruk sehingga dapat membuat orang yang ada disekitarnya jengkel.
“Jijik ih Gar!” Ungkap Ara dengan wajah jijik yang ia buat- buat .
“Gue Tanya beneran elah.”
"Wattpad bukan kopet. Tolol banget emang lo Gar!” Jelas Peter dengan raut sebal.
“Udah lah gak usah di bahas lagi. Ntar kopetnya Gara bisa keluar secara tiba- tiba lho kalau kalian masih bahas terus.”
![](https://img.wattpad.com/cover/98968607-288-k752188.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is Adipati [END]
Teen Fiction[BOOK TWO] Private Acak Boyfriend Goals Series "Aku sayang kamu Ara. Menjad pacar mu adalah sesuatu yang saat ini aku inginkan. Bahkan dalam mimpi sekalipun. Karena aku sangat ingin melindungi kamu sebagaimana kamu melindungi ku. Aku ingin status ya...