Sebuah senyum terus terukir di bibir Didit saat pandangan matanya menangkap Ara dan Ananda sedang berpelukan satu sama lain. Sudut mata Didit hampir meneteskan air mata karena laki- laki itu tidak bisa menahan rasa haru karena pemandangan sepasang kakak adik itu. Rasa penat dan juga sedih seketika menghilang digantikkan oleh rasa lega luar biasa yang ada di dalam hati Didit.
"Kenapa kamu harus ngorbanin diri kamu sendiri kak? Aku bisa ngatasin masalahku sendiri, dan kakak harusnya gak teledor kayak gini. Abi pasti marah kan?" Pertanyaan itu terus saja meluncur di bibir Ara membuat Ananda semakin mengeratkan pelukannya.
"Kakak gak menyesal Ara. Asal kamu bahagia, pasti kakak juga akan bahagia." Ananda mengelus rambut Ara dengan sayang, mencoba menyalurkan rasa rindu yang selama ini ia pendam untuk adiknya.
"Tapi... "
Ananda melepaskan pelukannya, "Gak ada tapi- tapian. Sekarang kamu harus sembuh dulu ya?"
Air mata Ara kembali merembas membasahi kedua pipinya, rasa bahagia dan juga perih dapat ia rasakan secara bersama- sama. Selama ini ia tidak pernah menyadari bahwa kakaknya juga sangat menderita karena pertengkaran yang selama ini mereka alami. Ara merasa dirinya sangat egois dan kekanak- kanakan. Harusnya ia menurut saja dengan apa yang di ucapakan abinya. Harusnya Ara tidak pernah meninggalkan Ananda sendirian. Kenapa semuanya jadi tambah rumit seperti ini sih?!
"Jangan berfikir macam- macam Ara. Kakak akan sangat marah jika sekarang kamu menyesali apa yang sudah kamu lakuan di masa silam." Ananda sangat tahu betul apa yang di pikirkan oleh adiknya itu. Ananda tersenyum hangat, "Sekarang kamu harus bahagia. Karena kakak akan selalu berada disisi Ara, selalu mendukung Ara, menjadi penguat untuk Ara. Kakak sudah siap akan hal itu Ara."
"Maafin Ara ya kak. Ara sangat kekanak- kanakan kan? Ara egois." Ungkap Ara lalu kembali memeluk tubuh Ananda.
Ananda tersenyum walau tidak dapat ia pungkiri bahwa air matanya juga ikut menetes karena pelukan dan juga kata- kata sedih Ara.
"Hey kenapa jadi sedih begini sih? Kakak sangat bahagia Ara karena kakak bisa kembali memelukmu. Bisa kembali mencubit pipimu seperti ini." Dengan gemas Ananda mencubit pipi Ara hingga Ara tertawa karenanya.
Ara baru menyadari bahwa ia sangat merindukan perilaku kakaknya yang satu ini.
"Kakak sekarang tinggal dimana?" Ara sangat tahu betul jika kakaknya pasti sedang melarikan diri dari rumah abinya.
"Untuk sementara kakak tinggal di rumahnya Dhira."
Ara sedikit kaget mendengar itu. Dengan otomatis matanya melirik Didit yang sedari tadi diam di pojok ruangan seperti baju kotor. Didit yang peka akan tatapan menyebalkan Ara hanya tersenyum meringis menampakkan giginya yang putih.
"Ck. Kenapa gak bilang?" Kata Ara sambil menaikkan dagunya ke arah Didit.
"Apanya yang gak bilang? Perasaan aku bilang terus deh." Jawab Didit sok tau, seolah mengerti akan ucapan Ara. Padahal sebenarnya mah dia gak paham apa yang baru saja diucapkan oleh Ara.
"Dia lucu banget Ra. Pantes ya kalau kamu suka sama dia." Ananda berkomentar membuat pipi Ara seketika bersemu merah.
Didit berjalan mendekati dua kakak beradik itu. "Kak Ananda merestui kan kalau aku sama Ara?"
"Ih apaan sih. Jangan gila deh!" Ara segera mendekati Didit kemudian meraih mulut Didit dan membekapnya.
"Jangan ngomong macem- macem. Awas ya kamu Dit!"
"Hahu gaha homong... " Ara semakin membekap mulut Didit hingga suara Didit tidak bisa terdengar.
Ananda tertawa riang melihat pertunjukan itu, "Kalian memang sangat cocok."
![](https://img.wattpad.com/cover/98968607-288-k752188.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is Adipati [END]
Fiksi Remaja[BOOK TWO] Private Acak Boyfriend Goals Series "Aku sayang kamu Ara. Menjad pacar mu adalah sesuatu yang saat ini aku inginkan. Bahkan dalam mimpi sekalipun. Karena aku sangat ingin melindungi kamu sebagaimana kamu melindungi ku. Aku ingin status ya...