"Nyesel gue satu kelompok sama lo Pet!"
Siang itu Vania mendapatkan tugas kelompok bahasa indonesia dengan Peter. Perempuan itu berdecak. Dari semua pengguni kelasnya, dia amat sangat malas kalau satu kelompok dengan laki- laki itu. Pasalnya Peter itu pintar dan Vania bloon. Dia sadar diri kalau Vania itu gak selevel sama Peter. Kalau ada plilihan, dia maunya satu klompok dengan Didit.
Setidaknya Didit tidak mengomentarinya saat membuat kesalahan.
"Senyesel- nyeselnya lo, gue lebih nyesel lagi Van!"
Peter menaruh beberapa buku di meja. Setelah bel pulang sekolah berdenting, Peter memang langsung mengajak Vania untuk mengerjakan tugas kelompoknya di perpustakaan. Padahal siang itu Vania sudah ada janji dengan Ara untuk membeli beberapa novel yang saat ini sedang hitz. Dengan perasaan sedih akhirnya dia membantalkan janjinya dengan Ara. Dan disinilah dia sekarang, di perpustakaan dengan ac mati dan juga beberapa tumpukkan buku referensi yang tadi di ambil oleh Peter.
"Ya udah lo aja yang ngerjain. Otak lo kan encer!" cibir Vania. Perempuan itu mengeluarkan ponselnya menyetel beberapa lagu yang akhir- akhir ini menjadi favoritnya.
"Kapan sih lo berubahnya?"
Tangan Vania yang tadi sibuk menscrol notifikasi di ponselnya tiba- tiba berhenti, menatap Peter yang saat ini sedang duduk di depannya. "Hah apa?"
"Kapan lo berubahnya? Dari dulu lo selalu kayak gini. Males belajar. Males ngerjain tugas. Kapan kamu pinternya? Kapan kamu bisa raih cita- cita kamu?"
Vania mlongo. Dia bingung.
"Pet lo kenapa sih? Kenapa lo jadi sok perduli gini sama gue?"
Peter mengambil nafas pendek lalu membungnya secara cepat, "Karena gue emang perduli sama lo Van. Karena gue gak mau kalau lo terus- terusan kayak gini!" kata Peter dengan nada lirih diakhir kalimatnya.
"Gue tahu kalau lo pinter. Dari kita smp gue udah ngalah sama lo Pet. Lo selalu rangking satu sedangkan gue rangking dua. Dan setelah sma semuanya udah gue rubah. Gue gak mau saingan lagi sama lo. Apa pun itu gue udah gak mau lagi bermasalah sama lo. Lo ngerti kan? Harusnya lo seneng Pet karena saingan lo udah gak ada. Itu kan yang lo harepin?"
Bola mata Peter membola penuh. Laki- laki itu berdiri karena Vania juga berdiri dari kursinya.
"Gue gak pernah mikir kayak gitu Van. Demi apa pun gue gak pernah anggep lo saingan gue!"
Mata Vania memerah. Gak tau kenapa sekarang hatinya terasa berdenyut nyeri. Perempuan dengan kuncir kuda itu mengepalkan tangannya, mencoba menahan gejolak yang sekarang sedang menghantam dadanya.
"Gue udah ngalah sama lo Pet. Harusnya lo gak usah ungkit- ungkit lagi masalah ini." Vania menoleh ke arah lain asal kan bukan pada lelaki dengan rambut hitam legam yang sekrang sedang di hadapannya. Vania yakin kalau ia sampai menatap pemilik mata coklat terang itu, dia akan menangis.
Dulu Vania dan Peter itu sangat dekat. Jika ada Vania maka disitu pasti juga ada Peter. Tetapi semenjak Peter menduduki rangking satu berturut- turut hingga menggeser pemegang rangking satu yang dulu di pegang oleh Vania, Vania agak menjagga jarak dari Peter. Walaupun keduanya masih bertegur sapa satu sama lain tetapi jika hanya berdua seperti ini Vania akan langsung menghindari Peter. Hingga ia duduk di bangku sma dan di pertemuman lagi dengan Peter, Vania merasa dunianya harus dirubah. Dia tidak mau lagi hidup dalam bayang- bayang Peter. Dia tidak mau menjadi bahan ejekan seperti dulu saat ia masih duduk dibangku smp dengan Peter.
Dan semenjak itu, Vania membuat dirinya terlihat bodoh di mata semua anak- anak sekelasnya. Kebodohan Vania yang ia buat itu tentu saja membuat Peter curiga. Peter tahu betul bagaimana sifat Vania. Dan siang ini sepertinya dia harus meluruskan kesalah pahaman yang terjadi antara dirinya dan Vania.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is Adipati [END]
Teen Fiction[BOOK TWO] Private Acak Boyfriend Goals Series "Aku sayang kamu Ara. Menjad pacar mu adalah sesuatu yang saat ini aku inginkan. Bahkan dalam mimpi sekalipun. Karena aku sangat ingin melindungi kamu sebagaimana kamu melindungi ku. Aku ingin status ya...