NOTE ⚠
Flasback pada saat Ara masih di rawat di rumah sakit.Untuk part 43.2 - 43.4
*****
Malam itu Didit sedang berjaga sendirian di depan ruang rawat Ara. Beberapa menit yang lalu Ara sudah tertidur setelah meminum obat yang diberikan oleh perawat. Dengan topi kupluk yang setia menghiasi kepalanya, laki- laki itu masih mengurungkan niatnya untuk ikut tidur karena entah kenapa Didit masih memikirkan banyak hal yang terdapat di kepalanya.
Sambil mengenyahkan rasa kantuknya, Didit terus memainkan beberapa game yang ada di ponsel Ara. Memang seharian ini Didit terus membawa ponsel Ara, takut- takut Ananda akan menghubunginya karena ponsel Didit sedang habis kuotanya. Didit itu memang jarang memegang hape apalagi bermain sosial media. Jadi tidak ayal kalau ponselnya jarang terisi kuota. Sekalipun ada itupun hanya untuk chat pribadi seperti Line dan Whatsapp.
Menurut Didit, ponsel Ara sangat rempong dan rumit. Dari mulai membuka kunci ponsel sampai tema dalam ponsel itu pun sangat membingungkan Didit karena bentuknya yang sangat unyu- unyu, hampir sama di mata Didit.
Saat sedang asik- asiknya memainkan game Bumbble Bust tiba- tiba layar ponsel Ara berubah menjadi gelap dan sejurus kemudian nama Abi Fuck muncul di layar ponsel Ara. Didit bingung. Ara baru saja tertidur dan tidak mungkin ia akan membangunkan Ara untuk mengangkat telpon dari abinya. Karena yang berjaga malam itu hanya dirinya, akhirnya Didit lah yang mengangkat telpon dari abi Ara. Andai saja malam ini Ananda ikut berjaga sudah pasti Didit akan memberikan ponsel itu kepada Ananda. Biar Ananda saja yang menjawabnya.
Didit menggeser tombol hijau di layar ponsel Ara. Didit terdiam karena dia bingung harus bilang apa kepada abi Ara karena sebelumnya ia tidak pernah berbicara dan mengobrol dengan abi Ara.
"Hallo ini Ara?"
Ck gimana sih? Masa telpon sama anak sendiri bahasanya kaku gitu. Gak bisa lemes dikit ya om?
Didit berdehem, menetralkan suara gugupnya, "Bukan om. Ini saya temannya."
"Loh tapi ini ponselnya Ara kan?"
"Iya om."
"Terus Aranya mana? Kamu laki- laki ya?"
Pantas saja kalau Ara itu sangat jengkel dan juga kesal terhadap abinya. Kelakuannya memang sebelas dua belas dengan mimi peri. Pengen di tampolin terus.
Sebenarnya Didit ingin menjawab, "Bukan. Saya setan om. Temennya om."
Namun karena yang menelfonnya sekarang adalah buyut dari setan maka Didit hanya bisa menjawab, "Iya om saya laki- laki. Tulen kok tapi. Gak jadi- jadian."
Di sebrang sana abi Ara tampak terbatuk- batuk mendengar itu. Mungkin saat ini dia sedang minum atau makan saat mendengarkan suara Didit hingga membuatnya terbatuk- batuk.
"Santai om santai. Gak usah sampai terbatuk- batuk gitu. Suara saya gak menghasilkan debu kok." Kata Didit memcoba bergurau dengan abi Ara.
"Kamu bocah gemblung yang tidak tahu sopan santun ya? Siapa namamu? Kalau berbicara dengan orang tua tuh yang sopan!" Abi Ara berteriak marah- marah hingga membuat telinga Didit panas.
Didit menjauhkan ponsel Ara, lalu menonjok ponsel itu seakan menonjok abi Ara. Sekarang ia sangat kesal dengan abi Ara karena dia sudah berani membully Didit dengan julukan bocah gemblung.
Enak saja. Didit gak gemblung ya. Dia pintar kok. Pintar anu.
"Duh om. Serius amat sih. Amat aja gak serius. Tapi kalau saya serius om sama anaknya om."
"APA KAMU BILANG?"
Didit menahan tawanya agar tidak tercipta. Didit yakin seratus persen, sekarang abi Ara sedang memelototi ponselnya dengan wajah bengis yang menyeramkan.
Tapi maap yak om. Wajah om itu udah serem. Kalau marah nanti tambah serem. Ngalah- ngalahin pocong ntar.
"Maaf om maaf. Tadi saya hanya bercanda." Kata Didit pada akhirnya. Sebenarnya ia hanya takut dosa. Selain itu ia juga takut kalau suatu saat nanti ia tidak direstui oleh abi Ara karena kelakuan menyebalkannya.
"Bodo amat. Saya sudah ngak ngurus. Sekarang kasih ponselnya ke Ara. Saya mau bicara dengan anak saya."
Main perintah aje nih sahabatnya setan.
"Ara baru aja tidur om. Sebaiknya besok saja."
"Tapi saya pengen ngomong sama anak saya."
Didiy hampir frustasi karena abi Ara itu benar- benar pemaksa nomor satu di dunia ini. Namun Didit tidak akan menyerah begitu saja. Ia tidak akan mengalah begitu saja dengan perintahnya abi Ara.
"Temui saya di warung babe Rawis malam ini jam delapan om."
"Siapa kamu berani- beraninya nyuruh saya buat ketemu kamu?"
"Saya cuma laki- laki biasa yang punya wajah ganteng luar biasa om. Orang tua saya kaya tapi saya gak kaya. Tapi om tenang saja saya akam bertanggung jawab kok kalau om merestui saya dengan Ara."
"Alah gak usah banyak ngomong kamu. Nanti saya akan ke sana. Awas saja kalau kamu main- main sama saya."
Panggilan itu terputus karena abi Ara lah yang memutuskan panggialnnya. Didit tersenyum senang. Kepalanya mulai berputar- putar mencari akal agar abi Ara nanti dapat menyadari apa yang selama ini ia lakukan pada anaknya, terutama pada Ara.
"Tenang saja Ra. Setelah ini abi kamu pasti akan menyadari semua kesalahannya. Doakan mamas ya supaya mulut dan akal mamas dapat menyadarkan abi kamu." Didit berguman di balik pintu kaca sambil menatap Ara yang sedang tertidur pulas. Didt tersenyum tipis pada perempuan itu lalu pergi meninggalkan ruangan Ara yang sekarang sedang dijaga oleh dua perawat suruhan Didit.
*****
Tbc
Harusnya update semalem. Tapi aku ketiduran 😆
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is Adipati [END]
Teen Fiction[BOOK TWO] Private Acak Boyfriend Goals Series "Aku sayang kamu Ara. Menjad pacar mu adalah sesuatu yang saat ini aku inginkan. Bahkan dalam mimpi sekalipun. Karena aku sangat ingin melindungi kamu sebagaimana kamu melindungi ku. Aku ingin status ya...