"Kenapa lagi?"
Sore itu, setelah Ara meratapi nasibnya dengan menangis di taman belakang, pada akhirnya ia tidak bisa menahan beban itu dan memilih untuk menemui dokter Raisa. Untung saja sore ini dokter Raisa sedang berada di apartemennya sehingga ia bisa leluasa menceritakan apa yang seharian tadi ia alami. Dokter Raisa adalah dokter yang sudah ia kenal tiga tahun yang lalu tepatnya saat dokter dengan paras cantik itu diangkat menjadi dokter pribadi keluarganya.
Selama ini dokter Raisa sudah Ara anggap sebagai kakaknya, ia sama sekali tidak khawatir jika keluh kesah dan juga rahasianya ia beberkan kepada dokter muda itu. Ara masih terlalu dini untuk menahan beban yang seharusnya tidak menjadi tanggung jawabnya. Maka dari itu setiap Ara mendapatkan masalah, sudah pasti perempuan itu akan menemui dokter Raisa dan menceritakannya.
"Obat habis kak!" Tutur Ara lesu sambil merebahkan tubuhnya pada sofa berwarna putih yang ada diruangan itu.
Raisa yang sedang fokus dengan laptop yang ada didepannya pun menoleh ke arah Ara, "kakak udah bilang kan? Gak boleh minta sebelum masa obatnya habis. Ini maju dua minggu dari yang seharusnya. Kamu minum berapa kali Ara? Kamu bisa gila beneran kalau kamu gak mematuhi aturan pemakaian obatnya. Kamu ngerti gak sih?"
Ara menutup wajahnya dengan jaket yang sedari tadi ia sampirkan di pundaknya, mencoba memejamkan matanya dan tidak perduli dengan omelan Raisa yang terus menging di kepalanya.
"Masalah apa lagi?"
"Biasalah."
Raisa berdiri dari sova, langkahnya menghantarkannya pada meja bar khusus untuk membuatkan minum atau kopi. Raisa pikir Ara akan membutuhkan secangkir teh hangat. Ia sangat tahu Ara sangat menyukai aroma teh hangat. Ara pernah bilang kalau aroma teh sangat membantu untuk menenangkan pikirnannya walaupun itu hanya sesaat.
"Rio? Atau teman- teman kamu?" Tanya Raisa sambil mengaduk gula yang sudah bercampur menjadi satu dengan larutan teh.
"Dua- duanya. Makin hari Rio makin ngelunjak kak. Bahkan tadi dia ngelarang aku buat gak deket- deket Didit. Aku bakal ngelakuin apa aja buat dia, asal yang satu itu jangan, aku gak bakal sanggup." Air mata Ara kembali menetes mengingat sosok Didit yang selama ini sudah mendekam di dalam hati dan pikirannya.
"Apalagi yang harus aku lakukan? Kebebasan, hak ku sebagai anak, dan juga kasih sayang semua udah aku relakan. Semuanya tanpa sisa."
Raisa cukup paham apa yang saat ini Ara rasakan. Dengan membawa satu teh hangat, ia mendekati Ara. Raisa meletakkan teh itu di meja depan sova yang saat ini Ara duduki.
"Semuanya bakal baik- baik saja Ara. Semua omongan Rio hanya untuk membuatmu takut dan menurut kepadanya. Menurut Rio mungkin itu cara yang paling ampuh untuk membuatmu menjauhkan diri dari Adipati." Raisa memeluk erat Ara, dan otomatis Ara langsung membalas pelukan itu dengan berkali- kali eratnya.
"Mana ada orang tua yang tega menjadikan anaknya sebagai tumbal untuk melunasi hutangnya kalau bukan abi kak? Apa salah ku? Kenapa gak kak Ananda aja? Apa karena aku anak nakal? Apa karena aku gak penurut seperti kak Ananda? Apa aku gak sepintar dan secantik kak Ananda?"
"Aku capek kak. Kenapa abi selalu membanggakan prestasi kak Ananda dan selalu mengataiku dengan kata- kata tajam saat aku mendapatkan nilai yang hampir sempurna? Dan dua tahun ini, abi tidak pernah menengokku di kosan, untuk menanyakan kabar pun tidak pernah."
Tangis Ara semakin pecah. Raisa hanya bisa mengelus punggung Ara untuk menenangkannya.
"Ara adalah Ara. Dan Ananda adalah Ananda. Kamu dan kakak kamu beda. Walaupun kamu dan dia keluar dari rahim yang sama tetapi di setiap kamu ataupun kakak kamu memiliki kelebihan dan kekurangan masing- masing. Bahkan takdir kamu dengan kakak kamu berbeda. Semua itu sudah digariskan oleh yang kuasa, semua kekurangan dan kelebihan yang kita miliki harus kita sikapi dengan bijak. Kamu tidak perlu menampakkan kualitas kamu kepada orang lain sekalipun itu orang tua kamu jika itu hanya untuk menarik perhatian mereka. Yang kamu lakukan saat ini adalah menjadi yang terbaik untuk diri kamu sendiri, patahkan kata- kata meremehakan dari mereka, bangun kembali rasa percaya diri kamu, bahwa kamu bisa, kamu bisa menjadi lebih baik lebih dari yang mereka bayangkan selama ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is Adipati [END]
Jugendliteratur[BOOK TWO] Private Acak Boyfriend Goals Series "Aku sayang kamu Ara. Menjad pacar mu adalah sesuatu yang saat ini aku inginkan. Bahkan dalam mimpi sekalipun. Karena aku sangat ingin melindungi kamu sebagaimana kamu melindungi ku. Aku ingin status ya...