16 :: Tewas Tertikung Guru Baru

2K 144 8
                                    

Arkanara : Didit dimana?

Pesan chat dari Ara tadi hanya dibiarkan terbuka tanpa dibalas oleh Didit. Sudah dua jam ini Didit nangkring di pohon jambu belakang kelasnya karena malas bertemu dengan om- om ustad geja yang sekarang menjelma menjadi guru agamanya. Daripada nanti terjadi aksi cakar- cakaran antara dirinya dan om Rio, akhirnya Didit memilih untuk keluar kelas saja. Ya ampun kalau Didit bisa, dia maunya pindah kelas aja yang gak di ampu sama om- om tua bangka itu. Gak tau kenapa hawanya Didit pengen marah kalau ketemu sama dia. Entah itu karena iri, gak suka, atau cemburu Didit juga gak tau.

Ponsel Didit kembali bergetar.

Arkanara : ❤❤

Didit menatap horor pesan chatnya. Ara lagi gak ngelindur kan? Astaga astaga kok Didit jadi pengen teriak ya.

Ini momen langka. Dan Didit akan ngadain tumpengan untuk ngerayain kekhilafan Ara barusan.

Arkanara : sori salah kirim dit

"Bangsat. Maksutnya apa coba? Mau pamer kalau udah punya pacar? Hueeeee mamaaaaaa." Didit berteriak histeris di atas pohon. Kakinya dia hentak- hentakkan mengakibatkan buah yang sudah busuk di pohon jadi berjatuhan di atas tanah.

"HELL YOU ADIPATI DIRGANTARA. BURUAN TURUN GAK?"

Didit menundukkan kepalanya ke bawah. Dibawah sana tampaklah Ara dengan wajah tidak ramah sambil berkacak pingang menatap Didit dengan tatapan sebal. Karena wajah Ara yang lagi gak bersahabat, akhirnya Didit pun turun. Sebelum itu dia metik satu grombol jambu bersamaan dengan tangkainya kemudian ia gigit menggunakan kedua bibirnya agar tidak menganggu tangannya untuk turun dari pohon. Emang kalau tukang nyolong itu lebih banyak akal ya teman- teman.

"DUA JAM TADI LO NANGKRING DI ATAS POHON?"

"Hem."

"LO BOLOS PELAJARAN DIT. KAN LO JANJI BUAT GAK BOLOS- BOLOS LAGI." Ara mulai misuh- misu. Harap sabar Bu Haji. Didit emang suka bikin putus pita suara. Jadi harus waspada kalau sama satu monyet itu.

"Hem."

"HAM HEM HAM HEM. LO DENGER GAK SIH DIT?"

"He... "

"Ngomong hem lagi gue cium lo."

Didit mendokkan kepalanya. Menatap fokus Ara. Bahkan laki- laki itu melangkah kan kakinya untuk lebih dekat dengan Ara.

Ara meneguk ludahnya, "Cium pakai sendal maksutnya Dit." Cicitnya lirih dan Didit gak perduli.

Ara sontak ikut mundur saat Didit mulai mendekatinya. Alarm di kepalanya sudah berdering untuk memperingatkan Ara supaya segera menjauh dari Didit.

Hingga pungunggung Ara terbentur pohon jambu dan dia tidak bisa berkutik lagi saat Didit sudah berada tepat di hadapannya.

Didit membungkukan badannya. Kepalanya ia sejajarkan dengan kepala perempuan yang ada di depannya. Pipinya bersemu dan itu sukses membuat Didit adem panas di tempatnya.

"Masalah lo apa Ra sampai- sampai lo perduli gue bolos segala? Mau gue bolos, mau gue pindah dari sekolahan ini, sepertinya itu bukan menjadi masalah lo." Ucapnya pada gadis itu.

Mata Ara membola mendengar itu. Kedua tangannya meremas erat celana seragam yang ia gunakan.

"Lo sahabat gue Dit kalau lo lupa."

Didit tertawa riang nan datar. Mencoba menyembunyikan hatinya yang sedang kemut- kemut karena perkatan Ara barusan.

"Gitu ya?" Didit menarik tubuhnya menjauhi Ara. Tangannya ia masukkan ke dalam saku celananya.

"Balik gih udah mau bel masuk." Kata Didit santai dan berbalik menuju kursi yang ada di taman itu.

"Gue tahu lo masih kesel sama gue Dit."

"Kesel buat apa? Udah lah Ra. Gue bolos itu bukan karena Rio guru agama baru itu. Itu gak ada sangkut pautnya sama dia. Kenal aja engak." Jawab Didit santai bahkan dia sambil mengigit buah jambu yang tadi di petiknya.

Dan sialnya dia udah nikung gebetan muridnya sendiri. Setan!! Lanjut Didit di dalam hati.

"Dia bukan siapa- siapa gue Dit."

"Bukan urusan gue. Dan gue gak mau tahu."

"Dit.... "

Didit menoleh, "kenapa sih Ra? Kenapa lo harus gak jelas gini sama gue? Bisa kan lo perlakuin gue selayaknya Gara sama Peter? Apa pun hubungan lo sama dia gue engak perduli Ra. Gue udah pernah bilang kan?"

Yang gue perduliin sekarang adalah gue pengen ngecat jengotnya guru setan itu Ra. Please deh, gue lebih hot dari dia. Lebih asoy.

Ara terdiam. Mata nya panas dan semakin berkabut.

Yang Ara rasakan saat ini adalah sakit.

Didit melihat perubahan raut Ara hingga ia bangkit dari kursinya dan menarik tubuh Ara kedalam pelukannya.

"Maaf kalau perkataan gue tadi nyakitin lo Ra." Guman Didit pelan sarat akan ketulusan.

Ara terisak. Air matanya berlarian dari pelupuk matanya.

"Gue gak kesel sama lo, gue cuma kesel aja sama diri gue sendiri. Maaf Araa... " Didit menarik nafas panjang. Dadanya terasa sesak. Bahkan dia belum mengungkapkan perasaannya kepada Ara. Dan Didit harus menelan pil pahitnya kalau selama ini Ara memang hanya menganggapnya sahabat dan tidak lebih dari itu.

Kalah sebelum berperang. Dan guru bangsat itu sudah memenangkan peperangan ini walaupun Didit belum memulainya. Bahkan menyiapkan amunisinya saja belum Didit lakukan. Sial. Apakah hidup memang sekejam itukah?

Kenapa gue harus jatuh hati sama sahabat gue sendiri disaat hatinya dia udah di milikin orang lain. Itu sakit banget. Dan gue gak sanggup Ra.

Panasnya terik sinar matahari siang itu semakin menyalurkan hawa panas di sekitar taman. Ara masih dalam pelukan Didit. Bahkan perempuan dengan penampilan laki- laki itu semakin mengeratkan pelukannya pada Didit. Mencoba menyalurkan perasaannya yang sedang kacau karena sosok yang sedang memeluknya sekarang.

Ditempat lain, tepatnya dibelakang tembok dekat dengan taman itu ada sesosok laki- laki yang sedang berdiri dengan satu tangannya yang masukkan kedalam saku celananya.Tatapannya terfokus pada Didit dan juga Ara yang sedang berpelukkan. Orang itu hanya bisa menekan dadanya mencoba menahan rasa gemuruh yang tiba- tiba singgah dihatinya.

Laki- laki itu menghirup udara yang ada di sekitarnya dalam- dalam. Menghembuskannya dalam satu tarikan nafas kemudian pergi dari tempat itu.



Kangen ❤

Happy Reading

He Is Adipati [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang