"Kita mau makan apa Ra?"
Malam ini Didit sudah berjanjian dengan Ara untuk jalan- jalan menghabiskan hari liburnya. Sejak pukul delapan malam tadi Didit sudah nangkring di atas motor varionya menunggu Ara bersiap- siap.
Rencananya malam ini Didit akan mengajaknya ke warung makan lesehan langganannya. Ya walaupun sedikit jauh, namun itu tidak akan menjadi masalah asalkan ia pergi bersama dengan Ara.
Malam ini Didit mengenakan kaos biru navy dengan kemeja flanel untuk melapisi bagian luar tubuhnya. Celana hitam panjang dan juga sendal jepit berwarna hijau tosca terpampang rapi di kedua kakinya. Didit memang sengaja mengenakan sendal di bandingkan sepatu karena menurutnya sepatu itu akan membutuhkan waktu lama saat di lepas jika ia berada di warung lesehan tempat berkencannya Ara dan dirinya nanti.
"Gue ngikut lo aja Dit." Jawab Ara lalu tersenyum tipis.
Berbanding terbalik dengan Didit, malam ini Ara mengenakan baju dengan warna cerah. Tidak lupa kerudung bergambar bunga- bunga juga menghiasi kepala Ara membuatnya terlihat cantik dan juga polos dalam waktu yang bersamaan.
"Kayaknya mau hujan deh. Lo pake jaket aja Ra. Atau gak jadi aja?" Didit berkata sembari melihat langit malam yang tampak mendung.
Ara menggeleng, menaiki motor Didit membuat Didit terkaget lalu segera menyeimbangkan tubuhnya dengan motor agar Ara tidak terjatuh.
"Lo kan udah jauh- jauh ke sini. Gue juga udah dandan. Rugi dong kalau batal." Jawab Ara membuat senyum Didit seketika terbit.
"Lo selalu dandan gini ya kalau diajak cowok pergi keluar?"
"Hah?"
Didit nampak tergagap namun laki- laki itu tetap mengulangi pertanyaannya, "Lo selalu dandan gini ya kalau jalan sama cowok?"
"Gue cuma pake bedak bayi. Sama lips gloss tipis Dit. Bukan dandan menor kayak tante- tante itu."
"Iya gue tahu," Didit mengangguk pelan, sejurus kemudian ia merapikan kerudung Ara yang sedikit rusak karena angin malam, "Tapi lo kelihatan tambah cantik kalau dandan. Dan gue gak suka."
Ara mengernyit bingung, "Kenapa?"
"Lo gak dandan aja cantik apalagi dandan. Gue gak suka cowok- cowok jadi merhatiin lo."
Perut Ara seketika mulas dan pipinya terasa panas saat Didit berhasil mengucapkan kalimat mematikan itu. Ara tidak tahu harus menanggapi apa karena ia sedang dalam mode grogi campur malu karena tatapan yang Didit berikan untuknya.
"Ngomong apaan sih lo Dit? Udah berangkat sekarang aja yuk!" Ara segera mengalihkan topik itu. Didit yang tahu kalau Ara tidak ingin membahasnya lebih jauh pun hanya mengangguk pasrah.
Didit mulai menyalakan motornya, mengendarakannya keluar kosan Ara.
Malam terasa sangat sepi karena mendung yang berdatangan secara tiba- tiba. Biasanya malam ini akan sangat ramai karena bertepatan dengan malam minggu. Namun karena mendung, kemungkinan kebanyakan orang lebih memilih berdiam diri di rumah dari pada berpergian seperti yang di lakukan oleh Didit dan Ara.
Lampu merah kedua menghentikan motor vario Didit. Butuh waktu satu menit lebih untuk berubah menjadi hijau namun Didit dan Ara tidak menggunakan kesempatan itu untuk mengobrol seperti yang dilakukan oleh pasangan pengendara lain yang berada di sampingnya. Dua orang itu memilih diam dengan pemikirannya masing- masing.
Didit sangat menyesal karena sifat protektif dan cemburuannya muncul. Padahal Ara bukanlah seseorang yang patut ia cemburui setengah mati atau patut ia lindungi setengah mati. Tetapi sumpah demi apa pun dari lubuk hati Didit yang paling dalam ia sama sekali tidak menyukai jika Ara menyadi bahan tontonan laki- laki mata keranjang karena kecantikannya. Tapi wajar saja sih, karena memang pada umumnya mata laki- laki keranjang itu seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is Adipati [END]
Ficção Adolescente[BOOK TWO] Private Acak Boyfriend Goals Series "Aku sayang kamu Ara. Menjad pacar mu adalah sesuatu yang saat ini aku inginkan. Bahkan dalam mimpi sekalipun. Karena aku sangat ingin melindungi kamu sebagaimana kamu melindungi ku. Aku ingin status ya...