"Yakin gak mau di anter?"
Ara mengangguk yakin, saat mata teduh milik Didit kembali menatapnya. Dahi Didit bergelombang, memikirkan sesuatu namun itu tidak terjadi lama karena sejurus kemudian dia terseyum tipis. Didit mengeratkan jaketnya bersiap untuk berdiri dan pergi meninggalkan kelas.
"Ya udah gue pulang duluan ya. Nanti kalau ada apa- apa lo tinggal telpon gue. Gue pasti gak dateng." Candanya lalu tertawa geli.
"Ck nyebelin emang. Udah sana ah, gue juga mau pulang." Ara mendorong tubuh Didit hingga Didit bergeser dari tempatnya berada.
Dua orang itu akhirnya keluar kelas setelah terjadi aksi dorong- dorongan. Tidak ada yang mengalah hingga dua orang itu sampai di parkiran motor.
"Lo yakin mau pulang ke rumah orang tua lo?"
"Yakin. Duit gue udah habis."
Didit terkekeh geli, "Ya elah. Cuma itu? Ngomong kek dari tadi." Kata Didit sambil mengeluarkan dompet hitam yang ada di saku celana sragamnya
Melihat aksi Didit itu, seketika Ara panik dan berkata, "EH- eh mau ngapain Dit? Udah gak usah aja!" Kata Ara tidak enak hati kalau Didit akan memberinya uang.
"Hah? Lo ngomong apaan sih?" Didit menahan tangannya yang memengangi dompet, menatap Ara bingung.
"Lo ngapain buka dompet?"
"Oh.. " Didit kembali menatap dombetnya kemudian tertawa, "Hahaha lo mikirnya apa Ra?"
"Sialan!" Ara membrengut kesal.
"Lo mikir kalau gue bakal ngasih uang ke lo ya? Emangnya gue emak lo?"
"Ara sini, emak kasih kamu uang jajan!" Didit berucap dengan nada perempuan khusus emak- emak dengan suara yang dibuat- buat.
Ara mencebik, memukul bahu kiri Didit kemudian meninggalkan laki- laki itu. Didit sama sekali tidak mengejar Ara. Dia masih sibuk tertawa lucu. Padahal tadi niatnya Didit mau memberikan uang untuk Ara. Gak banyak sih. Asalkan ngutang dan di kembalikan.
Hehehe. Didit kan juga butuh uang, siapa nanti yang bertanggung jawab bayarin kalau ia lagi jalan sama Ara kalau bukan dirinya? Gengsi dong. Gini- gini Didit itu gak suka pemborosan. Ia lebih suka menyimpan setengah uang jajannya untuk keperluan sehari- harinya daripada ia harus meminta lagi kepada ibunya. Ya walaupun sudah mendapatkan jatah, tetapi Didit tidak ingin menggunakannya. Tidak jarang jika ia memiliki tabungan sendiri dengan jumlah yang lumayan banyak.
Aihhh... sudah menjadi tipe idaman laki- laki jaman now kan Didit.
"Gue duluan. Gak usah kangen. Ntar gue email." Kata Ara lalu tertawa lucu. Ara sudah bersiap untuk pulang. Perempuan yang sedang menyamar sebagai laki- laki itu menaiki motor ninjanya lalu memakai helm full facenya.
Benar- benar penyamaran yang sangat perfecto. Bahkan Didit kalah maco jika sekarang ia disandingkan dengan sosok Ara yang tengah menjadi Arkan.
Benar- benar menyebalkan.
Didit cemberut. Ara melewatinya dengan membleyer gas motor ninja yang ia kendarai.
"WOY! ANJIR AWAS AJA LO GAK GUE TEMENIN KE TOILET!" Teriak Didit dan Ara semakin memainkan gas motor ninjanya dan berlalu melewatinya.
Di tempat yang sama, Gara dan Peter yang baru saja memasuki parkiran sekolah pun melihat kejadian itu. Dua orang itu baru saja selasai melaksanakan hukumannya karena mulut comber Didit. Seketika tatapan tajam pun mereka layangkan saat mereka melihat Didit sendirian di parkiran tidak bersama dengan pawangnya, Arkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is Adipati [END]
Tienerfictie[BOOK TWO] Private Acak Boyfriend Goals Series "Aku sayang kamu Ara. Menjad pacar mu adalah sesuatu yang saat ini aku inginkan. Bahkan dalam mimpi sekalipun. Karena aku sangat ingin melindungi kamu sebagaimana kamu melindungi ku. Aku ingin status ya...