28 :: Cuplikan Masa Lalu

1.6K 122 0
                                    

"Assalamualaikum! Abi, umi kami sudah pulang!"

Suara ceria Ananda nampak mengema di ruangan tamu membuat laki- laki paruh baya yang sedang sibuk membaca koran pun menoleh lalu tersenyum ke arahnya. Laki- laki itu mencopot kacamata bacanya, meletakkannya di atas meja tamu. Dengan langkah riang ia berjalan mendekati kedua putrinya, lebih tepatnya putri sulungnya.

Bowo, nama laki- laki paruh baya itu. Dia adalah ayah dari Ananda dan juga Ara. Laki- laki itu berkulit putih bermata sipit persis dengan mata Ara. Tubuhnya tegab dan juga gagah. Cara bicaranya juga amat tegas dan juga bijaksana. Dulu Ara sangat menyukai semua yang ada pada abinya. Baginya abinya adalah contoh sesosok laki- laki saat ia nanti akan mencari seorang pendamping hidup. Namun semua itu perlahan- lahan mulai musnah seiring ia dewasa dan menginginkan kebebasan yang lebih.

"Eh putri kesayangan abi sudah pulang! Pasti capek ya? Sini abi bantuin bawa tasnya. Mau makan sekarang atau nanti? Oh iya tadi abi beliin kamu makanan kesukaanmu loh!"

Selalu seperti itu. Dan Ara sudah terbiasa untuk melihat dan mendengarkannya.

Semenjak Ara memasuki sekolah tingkat pertama, semuanya berubah drastis. Abinya tidak sehangat dahulu, walaupun nyatanya dari dulu abinya memang tidak memperdulikannya. Kalaupun iya itu hanya terpaksa, karena Ara dapat merasakannya. Ara dapat merasakan mana yang tulus, mana yang dilakukan karena hanya sebuah rutinitas belaka.

Tentu saja Ara sakit. Ia merasa di anak tirikan walau nyatanya Ara adalah anak kandung dari Bowo. Dan sekarang ia masih sanggup untuk tersenyum menahan semua rasa sakit yang bertubi- tubi itu.

"Bagaimana tadi di sekolah?" Tanya abi sambil berjalan mengiringi langkah Ananda. Satu tangannya melingkari pundak Ananda dengan tangan yang lain yang sedang membawa tas ransel Ananda.

Ara masih berdiri di depan pintu masuk, menatap kedua orang itu dengan perasaan hampa. Kedua tangannya memengangi tali ransel dengan begitu kuat, menahan sesak dan juga sakit yang terlampau dalam.

Ara kuat, dan Ara pasti sanggup untuk menjalani semua ini.

Mantra itu selalu Ara rapalkan di dalam hatinya, walau nyatanya hal itu tidak merubah apa pun.

"Seru banget abi. Tadi Ananda juga digodain kakak kelas. Tapi untungnya ada Ara. Tadi Ara keren banget bi, dia yang ngusir kakak tingkat yang gangguin Ananda." Ungkap Ananda sambil membayangkan kejadian tadi siang di parkiran sekolah saat dirinya sedang di ganggu kakak tingkat.

Dan seperti yang kalian tahu Ara lah yang membantunya. Setiap Ananda digoda oleh laki- laki, Aralah yang selalu melindungi Ara. Selalu begitu hingga tanpa disadari oleh Ara, ia mempunyai musuh banyak dan itu sama sekali bukan lah hal yang menyenangkan.

Ara selalu mendapatkan mejanya di coret- coret oleh pilok dengan kata- kata kasar. Ara selalu mendapatkan hadiah berupa tikus busuk yang ada di loker mejanya, dan bahkan Ara sering basah kuyup ketika keluar dari kamar mandi karena kelakuan kakak tingkatnya.

Semua itu Ara jalani dengan ikhas tanpa mengharapkan apapun. Baginya kakaknya adalah pelindungnya saat ia berada di rumah, dan hanya ia seorang yang memperdulikan Ara ketika Ara sedang berada disituasi yang paling buruk karena perlakuan abinya. Sedangkan uminya hanya bisa menenangkan hati Ara karena sesosok ibu itu sama sekali tidak bisa berbuat banyak karena ia sendiri tidak mempunyai kuasa lebih untuk membantu Ara.

"Oh ya? Yang paling penting kamu tidak terluka putri ku. Kamu memang hebat." Tutur abi sembari mencubit pipi gemas Ananda.

"Tapi tadi Ara terluka bi."

Ara menatap nanar pergelangan tangannya yang memerah. Bajunya yang tadi pagi tampak putih bersih, kini menjadi berwarna coklat karena siraman air pel yang ia terima dari kakak kelasnya. Bahkan Ara sampai lupa kalau tadi ia melawan lima orang laki- laki yang terkenal sangat bad boy. Satu perempuan melawan lima laki- laki. Dan tentu saja, Ara tidak akan sanggup untuk melawan mereka sendirian.

He Is Adipati [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang