30 :: Ketakutan Ara

1.5K 105 0
                                    

"Lo ngomong apaan sih Gar? Lo bosen denger suara gue?" Peter menyolot galak saat ia mengerti apa arti tatapan dari Gara.

Diam- diam Gara tersenyum di dalam hati. Kalau soal kode - mengkode Gara itu memang ahlinya. Banyak sekali yang terperangkap dalam kode palsunya hingga tak jarang Gara sering mendapatkan timpukan terutama dari perempuan.

"Ini kok jadi berantem gini sih?" Raisa mencoba menengahi pertengkaran antara adiknya dan Gara, "Kita gak jadi makan lho kalau kalian terus berantem kayak gini."

"Yaelah kak, cuma bercanda elah." Gara tersenyum lucu, "Pesenin ya kak, kita nungguin di meja aja."

Raisa berdecak kesal. Walaupun begitu dokter muda itu tetap menuruti perintah Gara untuk memesan makanan yang mereka pesan. Sekarang dimena itu tinggallah Gara, Peter dan Ara.

Sedari tadi Ara diam. Pandangannya kosong, kedua jemarinya saling tertaut satu sama lain.

"Lo sakit Ra?" Tanya Peter langsung karena ia benar- benar ingin tahu kenapa Ara bisa rutin mengkonsumsi obat setiap bulannya.

Pandangan kosong Ara tiba- tiba teralihakan. Matanya mengerjab menatap Peter bingung, "Lo tadi tanya apa?"

"Lo sakit ya? Sampai- sampai harus rutin minum obat dari kakak gue?"

"Oh engak kok," Ara jelas sedang mengelak tuduhan Peter, "gue cuma minta multivtamin. Akhir- akhir ini gue sering kelelahan."

Peter tidak bodoh. Ia jelas tahu betul obat apa yang di minta Ara kepada kakaknya. Hanya saja Peter tidak ingin membahas itu lebih lanjut. Mungkin itu adalah privasi bagi Ara karena ia tidak ingin penyakitnya diketahui oleh banyak orang.

"Lo sekolah dimana sih? Lo masih sekolah kan?" Pertanyaan diambil alih oleh Gara.

"Iya gue masih sekolah."

"Jangan ikut kegiatan sekolah terlalu banyak Ra. Iya sih mengikuti organisasi itu banyak manfaatnya, tetapi kita juga harus ingat dengan kondisi tubuh kita sendiri. Banyak ikut organisasi tapi sering kelelahan dan ngantuk di kelas tuh gak baik."

Ara tertawa menanggapi ucapan Peter. Ia tahu Peter  sangat jarang meluncurkan kata- kata bijaknya untuk seseorang yang tidak begitu dekat dengannya. Mungkin Peter tidak menyadari hal itu, namun Ara sangat tahu betul bagaimana sifat dari sahabatnya itu.

"Gur heran, banyak anak- anak di sekolahan kita yang ngikutin lebih dari dua organisasi demi dianggap oleh banyak orang dan populer. Gue mikirnya, buat apa gitu mereka ngelakuin hal kayak gitu? Apa enaknya jadi populer? Gue paling benci sama orang yang gila akan kepopuleran. Mereka bilang jadi populer tuh banyak temennya, banyak pujian juga. Ah mereka gak tahu aja kalau yang mereka anggap sebagai teman itu sebenarnya ada udang di balik batu. Gue yakin orang yang populer di sekolahan itu pasti banyak yang ngedeketin buat ditumpangi kepopuleran juga oleh anak- anak yang lain."

"Ah lagu lama itu mah, gue udah hafal Gar!" Peter menambahi ucapan Gara.

"Gue juga paling gak suka ngelihat cewek- cewek populer yang terus ngejar cowok- cowok populer demi mendongkrak kepopuleran si cewek. Jijik gue kalau ngelihat kayak gitu!" Imbuh Ara

"Lo kayak sahabat gue Ra. Namanya Arkan. Dia tuh juga jijik sama cewek- cewek populer."

Gara mengangguk setuju akan ucapan Peter, "Betul banget. Besok- besok gue kenalin sama Arkan deh. Siapa tahu dia suka sama lo."

Rumah makan yang mereka singahi cukup ramai karena hari ini memamg malam minggu. Banyak remaja berpasangan mampir di rumah makan ini, ada pula yang datang sendirian hanya untuk mampir atau sekedar bersantai.

He Is Adipati [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang