04 :: Perempuan Kerudung Hitam

4.8K 299 1
                                    

"Dit lo hari ini gak cabut kan? Anterin kakak ke rumah temen dong!"

Didit yang sedang asik stalking ignya Dewi Persik pun segera langsung menutup layar laptopnya ketika suara Dhira, kakaknya, menyentil pendengarannya. Kenop pintunya bergerak sejurus kemudian Dhira muncul dibalik pintu itu. Pakainnya rapi. Bahkan dia juga mengenakan kerudung hingga rambut ombre yang biasanya menyala- nyala seperti api sekarang tertutup rapi oleh kerudung itu.

"Dit? Didit ah lo mah gitu."

Sekarang Didit sedang pura- pura tertidur. Sebenarnya dia malas sekali kalau mengantarkan kakak semata wayangnya itu. Bukannya apa, hanya saja kebanyakan teman kakaknya itu begajulan semua. Didit kan gak suka cewek begajulan. Walaupun dirinya sendiri begajulan tapi selera Didit itu tinggi lho.

"Oke fine kalau lo gak mau. Besok- besok jangan minta tethering ke gue. Kuota gue udah habis." Ancam Dhira kejam.

Didit merentangkan tangannya, berlagak seperti orang bagun tidur. Sebenarnya mah dia lagi takut acaman dari kakanya itu. Emang bangsat kalau di pikir- pikir. Saudara kok gitu amat ya?

"Eh elo kak? Ngapain?"

Dhira berdecak. "Kampret lo. Gak usah pura- pura tidur lagi. Cepet anterin gue ke rumah temen. Gak pake lama."

"Idih. Peduli amat."

"Oh jadi gitu, a... "

"Iya- iya. Bawel amat jadi cewek. Bentar gue ganti baju dulu."

Dhira cemberut ditempatnya. Kalau sudah begitu biasanya dia hanya diam sambil menunggu Didit menyelesaikan aksi gantinya. Seperti sekarang ini, Dhira  sedang duduk manis di kasur Didit sambil memainkan ponselnya. Sesekali perempuan itu tersenyum. Tipikal senyumnya orang jatuh cinta.

"Kak gue harus pakai baju koko gak?"

Dhira melotot ditempatnya, pasalnya adik idiotnya itu tiba- tiba muncul didepannya hanya dengan menggunakan celana ketat nan tipis gambar bunga- bunga. Membuat Dhira langsung berteriak histeris.

Dasar Didit. Suka banget bikin cewek histeris. Titisan siapa sih lu ler?

"Pakai celana lo Dit. Lo mah gak ada malu- malu nya ya sama gue."

Didit tertawa geli lalu meraih handuk yang ada di sampiran. "Jadi gue harus pakai baju koko gak nih?" Tanyanya ulang pada Dhira.

"Udah pakai handuk belum lo? Awas lo ngerjain gue lagi."

"Udah. Ah elah dapet vitamin kok nolak. Kapan lagi coba lo lihat tubuh seksi gue?"

Dhira membuka kedua tangannya melotot nyalang adik semata wayangnya. Kalau dia gak mengingat bagaimana baiknya adiknya itu sudah pasti Dhira sudah memukulinya supaya dia cepat sadar.

"Najis lu cak udin."

"Gue gak punya baju koko kak. Masa iya gue pakai daster hijabnya nyokap?"

Dhira semakin sebal ditempatnya, "Lo ngapain pakai baju koko segala? Lo mau mampir pengajian?"

"Lah, lo juga ngapain pakai kerudung segala? Biasanya lo kan engak pernah pakai kerudung. Gue kira lo mau minta anterin ke pengajian."

"Gue ke pengajian? Mustahil. Sampai nungguin gajah bisa nungging juga gue gak yakin."

Didit mencibir, "Terus kenapa lo pakai kerudung segala? Biar dikiranya cewek baik- baik? Bejat mah bejat aja kak."

"Sialan lo. Untuk menjadi yang lebih baik itu gak harus instan Dit. Gue juga harus membiasakan diri dulu. Insyaallah setelah terbiasa, suatu saat nanti itu akan menjadi sebuah kewajiban bagi gue. Jadi gak ada unsur paksaan lagi. Yang penting gue punya niatan dulu buat berhijab. Walaupun masih lepas pasang. Tapi seengaknya gue udah sadar akan kewajiban wanita muslim itu. Gue juga gak mau bokap nanti disiksa di neraka gara- gara gue gak menutup aurat gue. Ngerti kan lo?"

He Is Adipati [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang