Semenjak kejadian malam itu Arkan sedikit berubah dalam menanggapi semua tingkah laku absrud Didit. Didit yang sadar akan keanehan Arkan itu pun hanya diam pura- pura tidak tahu menahu padahal sebenarnya dia juga tidak tahu beneran kenapa si Arkan bisa berubah begitu. Malam itu niat Didit kan cuma ngebantu Arkan dan gak lebih dari itu. Didit juga engak ngeledekin Arkan kalau dia suka pakai softek kok. masalahnya apa coba? Kok lama- lama Arkan kayak anak perawan kalimantan aja sih dikit- dikit ngambek, dikit- dikit marah gak jelas. Mira yang setengah perawan aja santai kok bawaannya.
"Tumben Arkan dari tadi diem terus? Sakit gigi lo?"
Arkan yang sedang duduk melamun di dekat Peter hanya bisa tergagap lalu mengaruk kepalanya yang serasa gatal. Mungkin efek dia punya kutu kali ya. Biasanya di jam- jam siang begini kutu kan suka nyari makan.
"Gak. Cuma lagi gak enak badan aja." Jawab Arkan lalu menyedu kopi hitam yang ada di depannya.
Didit menolehkan pandangannya pada Arkan, "Magh lo kambuh lagi?" tanya Didit basa- basi. Padahal sih dia gak suka basa- basi. Dia sukanya basi- basi.
Arkan diam.
Didit kembali menyela, "Elah. Ditanya diem. Gak ditanya dikira marah. Jadi gue kok ribet banget ya?"
Gara dan juga Peter hanya saling pandang lalu menggeleng secara bersamaan. Yang mereka berdua tau sih si Didit sama Arkan itu gak pernah punya masalah, apalagi sampai berantem gak jelas gini. Atau jangan- jangan merek berdua punya masalah tapi gak ngomong ke Gara sama Peter? Ah kok gitu sih. Gara sama Peter serasa gak dianggap sebagai sahabat lagi kalau gitu mah.
"Kalian berdua kenapa sih?" Akhirnya Gara berinisiatif buat mengeluarkan sebuah pertanyaan. Siapa tahu nanti di jawab sama Pak Ahok. Atau engak si Pak Anis.
Didit menjawab, "Gak tau tuh si Arkan. Dari kemarin diemin gue mulu. Perasaan gue gak pernah nggebet incerannya dia deh." kata Didit sambil mengerutu sebal.
"Apaan sih lo Dit. Orang gue cuma lagi gak enak badan doang. Ngelihat lo badan gue makin gak enak rasanya." timpal Arkan jengkel.
Peter dan Gara hanya bisa menoleh ke kanan dan kekiri melihat percakapan antara Didit dan Arkan. Hem, macam lihat lomba bulutangkis aja mereka berdua itu. Ea ea ea.
Didit meringis. Dia sadar kok kalau dia itu suka bikin onar. Tapi gak gini juga kali. Padahal kan dia gak ngapa- ngapain si Arkan. Kok jadi dia yang kena omel. Syedih men.
"Ya udah deh maap kalau gue udah nyakitin hayati. Tapi suer itu hanya fiktiv belaka. Maafkan jika ada kesamaan nama ata... "
"Gue cabut."
Arkan pun pergi.
"Lo kenapa sih sama dia?" Tanya Gara sambil mengamati Arkan yang sudah keluar kantin.
Didit mengacak- acak rambutnya frustasi. Ya ampun si Arkan baperan amat yak. Padahal kan dia cuma bercanda tadi. Beneran aneh itu si Arkan.
"Sumpah demi lavato gue gak ngapa- ngapain dia Gar. Gue juga gak tau kenapa dia kayak gitu sama gue." Jerit Didit setengah frustasi.
"Makanya jadi orang itu jangan kebanyakan bercanda. Jadi kesel kan orang ngedengernya." sahut Peter santai.
"Udah bawaannya kalau gue mah. Dia aja yang hidupnya gak bisa santai kayak dipantai. Hidup kok lempeng kayak papan triplek. Engak kesemutan apa ya?"
"Tau ah Dit. Idup lo itu ribet, makanya lo belum dapet- dapet cewek juga sampai sekarang. Inget ini udah september awal lho." ucap Gara mengingatkan yang sebenarnya tidak ingin Didit ingat.
"Gue susulin Arkan deh." Didit berdiri lalu mulai meninggalkan meja, sebelum itu dia menoleh kembali ke arah Gara dan Peter, "Minum gue sama Arkan jangan lupa dibayarin." teriaknya lalu segera berlari meninggalkan area kantin.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is Adipati [END]
Teen Fiction[BOOK TWO] Private Acak Boyfriend Goals Series "Aku sayang kamu Ara. Menjad pacar mu adalah sesuatu yang saat ini aku inginkan. Bahkan dalam mimpi sekalipun. Karena aku sangat ingin melindungi kamu sebagaimana kamu melindungi ku. Aku ingin status ya...