"Tumben banget anak mama pagi- pagi udah rapi. Banyak PR ya?"
Didit yang baru saja mengeser kursi hanya mencebik lalu kembali menarik kursinya dan duduk nyaman. Disampingnya Dhira sudah ngejogrong dengan rambut ombre yang menyala- nyala. Bukan menyala dalam artian seperti api atau apa, hanya saja warnanya itu norak dan gak banget. Didit paling anti dengan warna pink seperti rambut ombre kakanya itu. Menurutnya itu malah terlihat seperti nenek lampir atau penyihir jahat yang ada difilm- filim di indosiar. Ah cewek jaman sekarang mah aneh- aneh saja. Padahal kalau mereka kalem dan gak aneh- aneh pasti akan terlihat berkali- kali lipat lebih cantik. Kalau gak percaya dicoba saja.
"Semalem pulang jam berapa Dit?" Tanya ayah yang sedang sibuk membaca koran pagi. Bahkan saat mengucapkan itu dia gak ngelihatin Didit.
Muka Didit itu akan selalu asem jika sudah berhadapan dengan ayahnya. Apalagi jika ayahnya menyangkutkan dengan masalah akademik Didit disekolahan. Sudah pasti Didit malas dan ingin segera kabur dari ayahnya itu.
Didit berdehem, mencoba mengusir rasa groginya.
"Jam dua yah." Katanya pelan.
"Ngapain aja? Dugem apa nguras air pantai?"
Disebelahnya Dhira tertawa keras membuat Didit cemberut setengah mati. Siyalan bener.
"Nguras air pantai yah." Jawab Didit kalem.
Ayah melepaskan kacamata bacanya, melipat koran paginya dan menaruhnya diatas meja. Ditatapnya Didit dengan pandangan malas campur- campur kesal. Dia tidak habis pikir kenapa anak bontotnya jadi kayak gitu. Padahal dulu waktu muda dia tidak pernah berani kalau sudah berhadapan dengan orang tuanya. Bicara saja dia tidak pernah menyela seperti yang dilakukan anak laki- lakinya itu. Entah itu karma atau hidayah ayah Didit juga tidak tahu.
"Ayah serius Dit. Semalem kamu ngapain aja?"
Didit melirik wajah ayahnya, "Nonton yah. Abis itu nginep dirumahnya Gara."
"Nontonnya sama siapa? Cewek?"
Didit langsung menggeleng cepat, "Enggak. Orang nontonnya cuma dileptop. Enggak pergi ke bioskop."
"Loh bukannya kemarin katanya sama cewek??" Kata mama dari arah dapur sambil membawa dua gelas susu. Satu gelas susu coklat satu nya lagu satu gelas susu rasa stowberry.
"Apa ma? Sama cewek?" Kata ayah lalu kembali melirik Didit.
"Anu yah itu lo. Cewek yang pernah kesini." Jawab mama asal. Padahal dia juga gak tahu semalem Didit nonton sama siapa.
"Jadi semalem kamu nginep dirumahnya Gara sama cewek itu?"
Didit langsung menggerakkan tangannya untuk menyangkal ucapan mamanya,"Gak yah bukan gitu. Ah ribet amat sih ngomong sama orang tua." Katanya kesal lalu meraih segelas susu strowberrynya.
"Jadi yang bener yang mana? Nonton dirumahnya Gara apa nonton itu cewek dirumahnya Gara terus nginep?"
"Gak dua- duanya." Kata Didit lalu berdiri dari kursinya. Laki- laki itu menghampiri ibunya lalu mencium tangan ibunya. "Berangkat dulu ma." Katanya.
Sang mama hanya tersenyum lalu mengangguk. Sang ayah yang melihat itu hanya terkekeh geli karena sudah sukses membuat Didit bete mampus.
"Ayah gak disalamin nih?"
"Gak. Ayah kan jehong."
Ayah tertawa, "Dih. Ayah itu juga orang tua kamu. Kamu gak bakal muncul kalau ayah juga menyumbangkan kepunyaan ayah hingga jadi seperti kamu sekarang"
"Bodo amat. Didit berangkat ma." Katanya lalu berlalu dari ruang makan menuju pintu keluar rumahnya.
"Tuh lihat anak kamu mas. Persis kayak kamu dulu kan." Kata mama lalu menggeleng sambil tersenyum riang.

KAMU SEDANG MEMBACA
He Is Adipati [END]
Подростковая литература[BOOK TWO] Private Acak Boyfriend Goals Series "Aku sayang kamu Ara. Menjad pacar mu adalah sesuatu yang saat ini aku inginkan. Bahkan dalam mimpi sekalipun. Karena aku sangat ingin melindungi kamu sebagaimana kamu melindungi ku. Aku ingin status ya...