29 :: Serendipity

1.6K 111 3
                                    

"Pet kakak lo sampai mana? Udah jamuran nih gue nunggunya."

Peter menatap malas Gara yang sekarang sedang melepas kaos basketnya. Sore ini dua cecunguk itu sedang duduk jongkok di depan gerbang sekolahan seperti orang idiot. Padahal sebenarnya mereka dapat menunggu di halte yang ada kursi tunggunya, namun Gara menolak untuk duduk disana karena ia mempunyai kejadian yang memalukan di masa silam hingga membuatnya trauma.

Dulu Gara kecil suka sekali menunggu jemputan sopir pribadinya di halte bus, dan waktu itu entah kenapa sopir pribadinya telat untuk menjemputnya. Gara kecil yang tidak tahu harus berbuat apa pun gelisah karena ia tidak tahu jalan pulang ke rumah. Hingga datang bus bergambar Miyabi dan Gara kecil pun memasuki bus itu. Akibat kejadian itu Gara menjadi tersesat dan tidak bisa pulang. Bahkan Gara sempat pipis di celana karena saking takutnya tidak bisa pulang. Untung saja sopir bus itu baik hati hingga mau mengantarkan Gara pulang setelah bertanya kepada pos satpam yang ada di sekolahannya. Kebetulan pos satpam itu sangat mengenal baik orang tua Gara, jadi dia tahu dimana Gara tinggal dan jalan mana yang harus di lewati sopir bus untuk mengantarkannya pulang. Semenjak kejadian itu Gara menjadi trauma dengan halte bus. Untung saja dia tidak trauma dengan gambar Miyabi. Kalau iya, pasti Gara akan sangat menyesal.

"Sabar elah. Tadi katanya ada pasiennya yang dateng. Jadi dia ngurus pasiennya dulu." Jelas Peter dengan wajah bosan.

"Kakak lo dokter Pet?"

Peter melirik curiga, "Kenapa emang? Mau lo embat juga? Kata lo, lo udah punya pacar?"

"Hahaha iya. Cuma penasaran aja sih."

"Kakak gue dokter. Tapi dia gak bisa ngobatin kejiwaan lo yang udah akut kalau lo mau tau!"

"Sialan lo medusa! Lo pikir gue gila?" Teriak Gara dengan raut kesal.

"Selama ini kan gue yang paling waras diantara kalian. Lo mesum, Didit bego, Arkan gak jelas betukannya, bener gak gue?"

Gara berdiri menyender di pintu gerbang dengan baju yang sudah berganti menjadi kaos berwarna abu- abu. Sesekali dia meremas perutnya karena semenjak sore tadi perutnya belum menerima sesuap nasi.

"Gue lagi gak mood ngomongin mereka. Gue pengen makan Pety. Gue laper. Kakak lo lama amat sih!" Gara kembali mengomel membuat Peter berdiri dari duduk jongkoknya. Peter meraih ponsel yang ada di saku celana sragamnya kemudian membukanya dan mencari nomor kakaknya.

"Hallo kak? Sudah sampai mana?" Suara Peter begitu lembut saat menyapa kakaknya. Gara berdecih mendengar itu.

"Kalau ngomong sama gue aja asu- asunan. Gantian ngomong sama kakaknya kek ngomong sama presiden. Dih pencitraan mulu lu njir!" Dumel Gara dengan cukup keras. Sengaja memang agar Peter dimarahi oleh kakaknya. Orang yang paling di takuti di dunia ini oleh Peter adalah kakaknya. Karena kalau kakaknya sudah marah, semua fasilitas yang saat ini Peter miliki akan di cabut oleh kakaknya itu. Orang tua Peter sekarang tinggal di luar negri karena pekerjaan. Jadi mau tidak mau kakaknya lah yang saat ini menghendel semua keperluan Peter.

Peter melotot pada Gara, menyuruhnya agar tidak cerewet. "Iya nih. Peter nungguin di depan pintu gerbang. Kakak hati- hati ya nyopirnya!"

"Gimana? Kakak lo sampai mana?" Tanya Gara ketika Peter sudah menutup panggilannya.

"Bentar lagi paling nyampe. Makanya jadi orang itu yang sabaran dikit kek."

"Gue selalu gak sabaran kalau udah menyangkut soal perut, makanan dan Miyabi."

Tepat saat Gara menyelesaikan perkataannya, sebuah mobil datang dan berhenti tepat di depan mereka. Pintu mobil terbuka lebar, dan yang pertama kali Gara lihat adalah kaki jenjang nan mulus mirip dengan kaki Miyabi yang selama ini selalu ia impikan. Gara hampir saja berteriak kencang karena matanya menangkap sosok nan cantik dengan tubuh semampai yang sangat indah. Perempuan itu tersenyum ke arahnya, dan Gara merasa lututnya langsung lemas seketika.

He Is Adipati [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang