Emily: Have a nice dream R.
Mendadak segalanya jadi hening, angin yang berembus pelan melewati ventilasi pun seolah berbalik keluar, sengaja membiarkan kamar tempat Raken berada kosong tanpa ada gerak dan suara apa pun selain gerak dan suara dari jantung pemuda itu sendiri.
Raken mematung, tatapan matanya masih terikat ke layar ponsel, jantungnya berdebar dengan gaduh, ini kejutan yang berlebihan bagi hatinya.
Di bawah sinar bulan yang sama, di sebuah kamar yang dindingnya berwarna madu, seorang gadis sedang terperanjat oleh pesan yang ditulisnya sendiri. Emi bangkit dari tidurnya dan jantungnya terasa melompat kaget. Dia menggigit bibirnya, sorot matanya resah, dan jari-jari tangannya bergerak-gerak cemas penuh rasa panik.
"Bagaimana ini?" gumamnya dalam remangnya lampu tidur.
Emily melihat ke layar ponselnya lalu menatap ke depan lalu melihat ke layar ponselnya lagi. Dia malu sekali.
Emily terdiam dan terasa sekali jantungnya berdebaran. Dia merenungi kecerobohannya. Pesan itu harusnya dia kirim kepada kekasihnya, Rafa. Dia sedang bertukar pesan dengannya sampai larut. Layaknya anak muda yang dimabuk cinta, dia dan Rafa punya panggilan khusus untuk satu sama lain di pesan, mungkin terdengar konyol bagi orang, tapi bagi mereka itu manis. Emi memanggil Rafa, R, dan Rafa memanggil Emi, E.
Malam ini, Emi yang baru menghapus histori daftar kotak masuknya, harus memilih nama di kontak setelah dia selesai menuliskan pesan baru. Dan karena nama kontak Raken dan kekasihnya sama-sama diawali huruf R, entah kenapa bukannya memilih kontak bernama Rafa jempolnya malah reflek menekan nama Raken yang memang berdampingan. Sebenarnya itu terjadi karena dia sudah mengantuk dan setengah masuk ke alam mimpi.
Dan beginilah akhirnya, gara-gara ulah Emily, seorang pemuda di ujung sana hatinya sedang menyala bahagia, sayangnya sebentar lagi hati yang menyala itu mungkin akan padam berubah jadi seonggok arang.
Emily memejamkan matanya sejenak. Dia amat gelisah, hatinya seperti diperas-peras, isi perutnya seperti diremas-remas. Rasanya sulit dijelaskan perasaan malunya itu.
Tapi mau bagaimana lagi, dengan jempol yang terasa kaku akhirnya Emi mengetik pesan klarifikasi dan dia tekan juga tombol kirim.
Sudah hampir pukul satu malam. Raken masih diam. Rasa bahagianya mendapat pesan aneh itu rasanya seperti belum meresap, belum meledak, penuh dengan rasa sangsi dibalut harapan besar. R? Siapa pula R itu? Dia? Dia, kan? Dia kan Rakenza, inisialnya R. Emily mengirim pesan seperti itu padanya, berarti ditujukan padanya, kan? Tapi, sulit dipercaya.
Dan untunglah hati Raken tak sepenuhnya menerima harapan bahagia yang sebenarnya mengecoh itu. Dia masih sangsi dan kesangsian itu sedikit mengurangi kadar kekecewaannya saat dia membaca pesan baru yang masuk.
SMS Emily terlihat menonjol di antara deretan SMS Jeki yang masih masuk.
Emily: Maaf kak, salah kirim. Maaf banget ya kak, ganggu kakak malam-malam sama pesan nyasar, gak penting lagi.
Tadi Raken merasa sangsi akan pesan pertama Emily itu, dia merasa itu sangat mustahil dan mengejutkan jika benar ditujukan padanya, tapi sekarang saat dia tahu pesan itu benar-benar tidak ditujukan padanya, entah kenapa ada sedikit rasa kecewa yang menggigit-gigit hatinya.
Raken tersenyum tipis. Oh, mungkin Emily mengirim pesan itu untuk kekasihnya. Dan dia tahu sekarang, inisial kekasih Emi itu sama dengan inisialnya, R. Ah, sungguh perasaan menjompak yang hanya sesaat. Raken nyengir masam dibuatnya.
Tiba-tiba Raken tersadar akan sesuatu. Emily tahu nomor ponselnya! Dari siapa?
Secepat kilat Raken mengetik pesan.

KAMU SEDANG MEMBACA
RAKENZA
General Fiction"Setiap orang punya sudut pandangnya sendiri tentang apa itu kebahagiaan." Itulah yang Raken katakan ketika ada yang berpikir betapa tidak bahagianya jadi dia. Raken adalah pemuda biasa, tapi di sekolahnya dia dianggap luar biasa. Luar biasa tolol k...