Raken duduk di beranda, di atas sebuah bangku panjang tepat di depan jendela. Malam penuh bintang dan sudah begitu larut, tapi matanya tak mau terpejam, badannya pun masih malas menyentuh tempat tidur.
Raken melihat sekumpulan tetangganya yang asik berkumpul di emperan remang tak jauh di ujung sana. Kegiatan rutin setiap malam, main judi, main kartu, mabuk, sambil bicara soal kejahatan. Kadang suara tawa mereka merobek-robek sunyinya malam. Sialnya, bukan hanya satu kumpulan, tapi banyak, tersebar hampir di setiap rumah yang emperannya agak lebar. Dan mungkin hanya Raken yang tak pernah ikut-ikutan.
Di tengah lingkungan penjahat ini, Raken seperti anak baik yang kesasar, tapi di lingkungan sekolahnya, dia justru dianggap seperti berandal salah masuk kandang.
Raken duduk bersila dan menggosok pelan kedua telapak tangannya. Hatinya tersenyum teringat Emily siang tadi. Tangan gadis itu lembut sekali, selembut rona wajahnya yang menggemaskan itu. Rasanya kelembutan tangannya belum juga sirna dari kulit Raken. Bagaimana bisa tangan yang pandai mengepal ini bertemu dengan tangan gadis yang begitu lembut dan halus itu? Besi berkarat bersentuhan dengan sebuah berlian, mungkin itu yang tepat untuk menggambarkan dirinya dan Emily.
Raken kini bersandar, menatap bintang yang bertebaran mengelilingi bulan sabit, tapi ke mana pun matanya menatap, yang muncul di matanya tetap saja bayangan Emily. Gadis itu bukan cinta pertama Raken, tapi dia yang paling banyak mengambil tempat di hatinya.
Raken tersenyum sendiri. Dia masih menggosok-gosok tangannya sambil mengingat lembutnya tangan Emi yang tadi siang menyentuh tangan itu. Walau Raken sudah berusia dua puluh dan sudah pernah jatuh cinta sebelumnya, tapi tetap saja bodohnya sama seperti anak ingusan yang baru berkenalan dengan yang namanya jatuh cinta. Si anak yang katanya jagoan itu, di depan Emily jadi setengah lugu.
"Om Gon," kata Raken pada Gon yang tiba-tiba ikut duduk di dekatnya dalam remangnya malam.
Bangku sedikit bergoyang saat Gon duduk dan ikut bersandar di sisi Raken sambil mengembuskan asap rokok.
"Om, Om pernah suka sama cewek, kan?"
Gon menoleh lalu mengangguk sambil mengisap rokok dalam-dalam sampai bibirnya mengerut.
"Siapa yang paling berkesan, Om?" tanya Raken, penasaran dengan isi hati seorang penipu. Siapa tahu penjahat juga punya kisah cinta yang manis.
Wajah garang Gon tiba-tiba jadi dramatis. Matanya membayangkan sesuatu. Mungkin pria yang bekerja sambilan sebagai penipu itu sedang mengenang masa lalu.
"Wanita, Ken," balas Gon.
Raken mendadak antusias. Sorot matanya bertambah cerah, tak redup walaupun malam sudah semakin tinggi.
"Waktu itu dia sudah punya anak. Aku naksir dia justru saat dia punya anak itu."
Raken tersenyum masam. Dia kira kisah cintanya manis dan indah, ternyata malah tentang mencintai istri orang lain.
"Waktu itu aku penjahat yang lebih parah dari sekarang ini. Kalau sekarang menipu cuma buat sampingan, kalau dulu pekerjaan utama. Gak pernah aku peduli sama perasaan orang. Tapi waktu itu aku tiba-tiba tersentuh, gak tahu kenapa."
Raken ingin tertawa mendengar kata-kata lembut Gon itu.
"Wanita itu baru melahirkan dan itu pertama kalinya aku melihat bayi benar-benar dari dekat. Wanita itu gak menjauhkannya dari aku, malah membiarkan bayi itu aku dekati. Bayi itu mirip ibunya, manis sekali. Ibunya biarkan aku menggendong bayinya waktu itu. Biasanya anak kecil dijauhkan ibunya kalau melihat manusia seperti aku, tapi dia malah membiarkan aku memegang-megang bayinya. Aku senang, aku jadi sering datang ke rumahnya cuma buat melihat anaknya. Bercanda dan melihat bayi itu ketawa bikin aku bahagia. Baru kali itu aku merasakan bahagia yang rasanya nyaman sekali. Bukan bahagia seperti yang aku dapat sehabis menipu orang dan dapat uang banyak. Aku sering ke rumahnya, kasih anaknya baju, belikan susu."
KAMU SEDANG MEMBACA
RAKENZA
General Fiction"Setiap orang punya sudut pandangnya sendiri tentang apa itu kebahagiaan." Itulah yang Raken katakan ketika ada yang berpikir betapa tidak bahagianya jadi dia. Raken adalah pemuda biasa, tapi di sekolahnya dia dianggap luar biasa. Luar biasa tolol k...