Bab 35 - Terasa Berbeda

1.8K 204 10
                                        

Maaf ya, aku telat banget postnya. Seminggu kemaren sibuk banget di kerjaan. Dan dapetin feel buat nulis lagi susah banget gara-gara sempat terputus waktu lagi ngurusin banyak kerjaan itu. Tapi syukur deh feelnya udah balik lagi. Makasih ya buat yang nunggu Rakenza update lagi.

Semoga aja masih ada yang nungguin, ya 😅

Happy reading

***
.
.
.

Emily: Kak, maaf. Aku gak sengaja bikin Wulan tahu kalau Yuda udah gak ada. Aku benar-benar minta maaf.

Raken menatap layar ponselnya. Terpaku membaca isi pesan itu. Entah seperti apa harusnya hatinya bereaksi menyambut kenyataan itu.

Raken merasa hari ini semuanya menjadi buram, seburam kaca yang dipenuhi embun. Dia marah, tapi apa gunanya marah? Semuanya takkan memutarbalikkan apa yang sudah terjadi. Jadi, kini Emily sudah tahu kenyataan tentang siapa dirinya ... karena Kia? Dan Wulan sudah tahu kenyataan tentang Yuda ... karena Emily?

Ada senyum hambar di bibir Raken. Dan rembetan rasa pahit menjalar di dadanya.

***

"Mau ke makam Kak Yuda. Ikut?"

Apa yang terjadi beberapa saat yang lalu di luar kendali Emi. Dia tak sengaja mengucap kata yang harusnya dia sembunyikan. Kini gadis malang di depannya terpaku dengan sambaran rasa kaget di dalam dadanya.

Emily refleks melepaskan pegangannya pada dua botol air mineral di tangannya. Sebelum Wulan sempat menyadari dan meresapi apa arti dari ucapannya tadi, Emily langsung menyambarnya dengan pelukan erat. Seolah berharap pelukannya bisa menghapus ingatan Wulan akan kata-kata menyakitkan yang baru sepersekian detik lalu ia dengar.

***

Roda-roda mobil berhenti berputar di dekat sebuah gerbang pemakaman. Sepi, hanya angin yang meniup dedaunanlah yang menyambut sebuah pintu mobil yang kini terbuka pelan.

Wulan keluar dengan wajah penuh isak tangis tertahan, tanpa suara, seolah tangisnya tenggelam ke dasar tenggorokannya. Perlu beberapa detik baginya untuk bisa meresapi betapa menyedihkannya kabar yang baru dia terima tadi.

"Kak Yuda," gumam Wulan begitu lirih.

Melihat gerbang pemakaman dan jejeran nisan di dalam sana dan membayangkan bahwa kakak kesayangan yang telah ditunggunya sekian lama ternyata telah terbaring di situ sungguh membuatnya terluka.

Wulan berpaling pada Emily yang baru turun dari mobil. Dia tak mampu lagi menatap ke arah pemakaman. Emily lalu memeluk gadis malang itu, lagi dan lagi.

"Lan, gak boleh begini, gak boleh," bisik Emily. "Harus kuat, ya. Kak Yuda nanti sedih lihat kamu begini." Emily mengelus punggung Wulan, mengusap kepalanya dengan penuh kasih, mencoba meringankan sakit di hati gadis kecil yang kini telah beranjak remaja itu.

Sebenarnya Emily tak mau langsung mengajak Wulan ke tempat ini. Akan lebih baik baginya menenangkan Wulan sampai gadis itu benar-benar bisa bernapas sedikit longgar sebelum membawanya ke sini, tapi Wulan bersikeras ingin pergi ke tempat ini sekarang juga.

Wulan menarik napas panjang dan mengembuskannya diiringi sedikit pecahan tangis. Matanya masih terpejam dan sebelah tangannya melingkar di pinggang Emily. Ada rasa kosong di hatinya. Dia merasa sebuah harapan sudah mati dan lenyap dari sana. Ya, sebuah harapan untuk bisa bertatap muka kembali dengan kakak kesayangannya, orang yang dia rindukan, telah sirna.

Beberapa menit kemudian, Wulan melangkah bersama Emily sambil membawa keranjang bunga di tangannya, mereka menapaki rerumputan dan tanah yang sedikit tercampur dengan pasir bekas pembangunan pagar tembok. Dan bunga kenanga di ujung sana diam merunduk dalam kesenyapan, seolah ikut larut dengan duka.

RAKENZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang