Bab 32 - Waktu yang Tepat

1.8K 198 6
                                    

Haloo, sorry ya updetnya telat. Kemarin kena writer's block alias ide ceket 😅
Makasih ya buat yang udah setia baca Rakenza. Semoga gak mengecewakan.
Happy reading~

■■■

Pluviophile, itulah Emily. Dia suka hujan. Ini bulan Agustus dan hujan belum juga tiba. Emi sudah amat merindukan suara rintik hujan dan wangi khas tanah yang menguar lembut, sama seperti dia merindukan orang yang ada di seberang sana, Rakenza.

Sudah setahun lebih tak pernah bertemu muka, hanya suara yang kadang saling sapa. Kadang Emily merasa hina. Dia ini rindu siapa? Rindu pada kekasih hati orang lain? Pantaskah?

Tetapi Emily merasa dia mencintai Raken lebih dahulu dibanding Kia. Dia merasa punya rasa kasih yang amat besar pada pemuda itu sejak lama. Namun, peduli apa dengan siapa yang lebih dahulu dan perasaan siapa yang lebih besar, jika orang yang dicintai itu telah memilih orang lain?

Emily menghela napas tipis, bola matanya menatap ke depan, ke arah jalanan sepi di depan pagar rumah. Dia sedang duduk di balkon kamarnya yang menghadap ke halaman. Halaman itu cukup luas, dihias tanaman pendek rindang dan hamparan rumput yang walau masih belum tersiram air hujan, tetapi warnanya masih segar.

Emily mengutak-atik ponselnya. Dia memandangi nama kontak bernama Rakenza di situ. Nomor yang dahulu diberikan Yuda padanya. Tak pernah dia sangka sang pemilik nomor itu akan sangat dia kasihi seperti sekarang.

•••

Emily membenarkan kucir rambutnya, lalu membenarkan ujung celana olahraganya yang sedikit tergulung. Dia baru selesai ekskul PMR dan keringat tipis akibat matahari sore sedikit membalut wajahnya.

"Emi! Duluan, ya!" seru seorang temannya dari lapangan.

"Ya! Dah!" balas Emily pada teman-temannya di lapangan sana. Dia lalu melangkah menuju ke lorong sekolah.

"Em!" panggil sebuah suara.

Emily menoleh ke sekitar, tapi tak terlihat ada yang memanggilnya. Hanya ada dua orang gadis yang duduk di bangku panjang lorong sambil saling bicara, tiga anak ekskul silat yang berjalan di halaman dan juga asik bicara, dan dua orang pemudi yang sedang melangkah tak jauh di dekatnya sambil bercanda.

"Oi! Di sini!"

Emily sedikit mengernyitkan dahi, berusaha fokus mendengarkan dari mana arah suara itu. Dia lalu menengadah dan melihat seorang pemuda tersenyum padanya dari balkon lantai dua di atasnya. Emily berhenti melangkah.

"Yuda?" balas Emily sambil sedikit tersenyum.

"Hah? Apa? Aku gak dengar!" canda Yuda sambil menyandarkan tangannya di pagar balkon.

Emily membalas dengan senyum saja, lalu lanjut melangkah.

Yuda sedikit heran. Oh, rupanya Emily tak menghiraukan kata-katanya lebih lanjut, malah terus melangkah. Dia lalu menatap ke depan, ke gerbang di ujung sana yang dilewati sekelompok anak PMR.

"Hei," sapa sebuah suara diiringi ayunan tapak kaki.

Yuda menoleh ke belakang. Emily melangkah mendekatinya dengan sapaan senyum.

"Kupikir kamu ngacangin aku tadi," kata Yuda.

"Aku gak gitu orangnya," balas Emily sambil berdiri di samping Yuda. "Kamu ekskul apa? Silat?" tanyanya, kebetulan hari ini adalah jadwal ekskul silat dan PMR di sekolah.

"Gak. Aku cuma mampir ke sekolah aja," balas Yuda santai.

"Kenapa? Ada yang ditungguin atau gimana?" tanya Emily sambil menatap Yuda sebentar.

RAKENZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang