Kelas ribut. Murid-murid berkumpul dengan gengnya masing-masing. Tertawa, bercanda, bahkan ada yang saling berantem mulut di kelas.
Emily tak terlihat. Gadis itu hari ini izin. Malam tadi dia bertukar pesan dengan Raken, berkata kalau dia ada acara keluarga dan takkan masuk sekolah. Yuda juga tak ada di kelas. Dia ada jadwal piket di kantor.
Dan kini sendirilah Raken di kelas. Seperti biasanya sebelum dia kenal Yuda dan Emily. Dalam kesendirian di tengah ributnya kelas itu, biasanya dia akan tidur dahulu sebelum guru masuk, tapi pagi ini bola matanya sama sekali tak redup oleh kantuk. Pikirannya melayang. Dia teringat Kia.
Raken ingat, tulisan Kia di mading begitu menyudutkan anak berandal. Dan kini tahulah dia apa alasannya. Kia amat mengenal tingkah para berandal itu. Kia amat membenci mereka karena kakaknya sendiri adalah bagian dari mereka.
Yuda keluar dari kantor setelah selesai menyapu sebagian lantai kantor. Pekerjaan yang sangat tidak menyenangkan bagi seorang Yuda. Apalagi kantor bercat jingga itu cukup besar, dipenuhi banyak meja guru di tengah-tengahnya, dan lemari-lemari cokelat serta lemari besi di tiap sisi dindingnya, membuatnya lelah membersihkannya karena sapunya harus tersandung ini itu.
"Lanjutkan," suruhnya pada teman piketnya. Adik kelas perempuan yang setahun lebih muda.
Murid perempuan itu menurut saja. Dia tahu siapa Yuda. Dari gelagatnya pun Yuda terlihat seperti orang yang tak bersahabat. Jadi, dia merasa agak takut.
Yuda duduk di bangku piket, lalu memperhatikan Pak Damar yang baru datang. Dia tidak menegurnya, Pak Damar juga tidak menegurnya. Guru olahraga itu masuk ke dalam kantor.
"Yuda!" seru Pak Damar sambil keluar lagi dari pintu kantor yang baru dilewatinya.
Yuda menoleh.
"Temanmu piket sendirian! Dasar. Mau jadi tukang suruh-suruh saja kamu? Sini," panggil Pak Damar. Dia lalu menyuruh Yuda menggantikan murid perempuan yang sudah menyapu hampir sampai ambang pintu itu.
Yuda diam saja dengan keluhan tipis. Dia tidak protes. Tidak seperti Raken, Yuda memang terbiasa diam saja. Dia malas menjelaskan kalau dia tadi sudah menyapu setengah lantai kantor. Dan menyebalkannya, si gadis teman piketnya itu juga diam saja, tidak membela dia dari kesalahpahaman Pak Damar.
Yuda tak habis pikir. Buat apa murid disuruh piket di kantor? Membuatnya jadi ketinggalan pelajaran saja.
Kantor masih cukup sepi. Pak Damar melepas jaket olahraganya dan menaruhnya di punggung kursi. Lalu, dia melangkah ke sofa, menikmati sajian pagi, padahal tadi di rumah sudah sarapan. Matanya lalu mengarah ke televisi dan dia memperbesar volumenya.
Mantan Gubernur, Rean Dinarta diisukan akan maju kembali di pemilihan berikutnya.
"Kalau benar Rean mencalon lagi, mungkin salah satu janji kampanye terkuatnya adalah penggusuran dan penghancuran Gang Terlarang," kata Pak Sabar yang baru datang, lalu duduk menemani Pak Damar. "Dia kan getol sekali kalau membahas atau menyinggung tentang gang itu."
Pak Damar mengangguk mengiyakan. Dalam pikirannya muncul wajah "anaknya", Raken.
Yuda menaruh sapu ke lemari kecil di sudut kantor. Dia juga mendengar ucapan Pak Sabar tadi. Kalau GT digusur, lalu bagaimana nasib Raken?
Dia pernah bertanya pada Raken kenapa tidak pindah saja ke tempat lain daripada tinggal di tempat mengerikan itu. Raken bilang walaupun Gang Terlarang itu begitu buruk, tapi dia tak punya niat untuk keluar dari situ karena di situlah rumahnya sejak kecil berada. Rumah tempat dia tumbuh besar bersama ibunya. Dan di rumah itu dia merasa ibunya masih terasa ada.
Karena itu, Raken bilang dia tidak mau pindah dari tempat itu, tidak untuk saat ini. Terlalu banyak kenangan di situ. Walau kata orang tempat itu seperti sudutnya neraka, tapi bagi Raken tetaplah rumah, tempatnya tinggal dengan nyaman.
![](https://img.wattpad.com/cover/103381895-288-k100964.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
RAKENZA
Ficción General"Setiap orang punya sudut pandangnya sendiri tentang apa itu kebahagiaan." Itulah yang Raken katakan ketika ada yang berpikir betapa tidak bahagianya jadi dia. Raken adalah pemuda biasa, tapi di sekolahnya dia dianggap luar biasa. Luar biasa tolol k...