"Kak, besok Ayah mau ketemu."
Kata-kata itu mengganggu Raken. Ikatan ayah-anak antara dia dan Rean bukan perkara sederhana bagi batinnya. Ayahnya adalah alasan mengapa ibunya jadi gila, menghajarnya setiap hari sambil mengatainya anak dari ayah bajingan. Dia tidak benci pada Rean, tetapi juga tidak sayang.
Jadi kini Raken bimbang. Apa yang harus dia lakukan? Dia harus bersikap seperti apa pada Rean?
Tapi bukan hanya Raken, sang ayah juga sama, sama-sama sedang diam merenungi hari esok.
Sebagai orang yang sudah cukup banyak makan asam-garam hidup dan tentu juga sudah banyak makan manis-legitnya, Rean menyadari bahwa ada sesuatu yang mengganjal sejak lama. Anak. Satu kata itu jadi aib tersendiri baginya.
Ini bukan perkara sederhana. Rean telah lama menanggung rasa masam. Keluarganya memuji masa depannya yang gemilang, kecerdasan dan karakternya, tetapi di balik semua itu mereka menilai Rean sebagai orang yang amat tidak beruntung, yang memiliki cela, yaitu tak bisa menghasilkan seorang anak.
Mereka merongrong Rean untuk melakukan berbagai cara agar bisa mendapatkan anak, betapa tidak eloknya hidup Rean ucap mereka karena segala harta dan tahta yang jadi singgasana hidupnya tidak akan bisa dia teruskan pada keturunannya sendiri.
Semua itu bukan hal biasa yang bisa disepelekan. Bagi laki-laki seperti Rean, anggapan itu adalah pukulan telak dan penghinaan. Seorang lelaki yang tak bisa menghasilkan anak, yang terpaksa ditinggal istri karena tidak bisa memberi keturunan, yang diam-diam disebut oleh kerabat dan orang-orang dalam beberapa gunjingan kecil sebagai pria berbebet, berbobot, tetapi tak berbibit. Hati pria mana yang tidak terbakar malu dan kesal. Seolah tak punya anak kandung adalah suatu cela yang amat nista, hingga dia dirongrong sebegitu rupa, padahal semua tahu anak tidak selalu bisa hadir di tengah-tengah sebuah keluarga, dan itu semestinya bukan sebuah aib karena ada banyak hal lain yang seharusnya mampu disyukuri.
Meski begitu, Rean sangat mengharapkan anak. Dia ingin memiliki anak bukan karena tuntutan keluarga ataupun gunjingan menyebalkan, tapi karena dari dasar hatinya dia memang ingin memiliki seorang buah hati yang lahir dari darah dagingnya sendiri.
Dan kini ada Raken, anak kandung yang didamba-dambakannya. Dahulu, saat Sera mengandung anak itu, Rean yang setengah percaya bahwa itu adalah anaknya sempat berpikir untuk tidak menghiraukannya meskipun bayi itu memang benar anaknya. Saat itu dia merasa kalau dia diberi karunia seorang anak, dia ingin anak itu lahir dari hubungan yang suci, dari dia dan istrinya, bukan dari si jalang Sera. Rean lalu mencoba berbagai usaha untuk bisa mendapatkan anak bersama istrinya, bahkan dengan bantuan kemajuan teknologi medis yang terkenal, tetapi tetap saja hasilnya nihil.
Rean sudah hambar memikirkan urusan keturunan sampai akhirnya Emily menyinggung soal Raken. Sayang, Raken lahir dari hubungan yang menurut Rean penuh cela. Karena itu, awalnya sulit baginya untuk menerima, tapi setelah berbagai pergulatan batin, akhirnya Rean bersedia juga membuka kasih sayangnya untuk anak itu.
***
Hari ini datang juga. Sore menyambut dengan cahaya setengah jingga sang mentari, tetapi cahaya itu tidak bisa masuk ke sebuah ruangan yang di dalamnya duduk dua orang laki-laki yang saling berhadapan.
Itu adalah sebuah ruang privat, di sebuah restoran mewah terkemuka yang biasa jadi tempat berbagai pertemuan penting orang-orang dengan jabatan teratas.
Biasanya Rean ke tempat itu untuk makan dengan sahabat yang dahulu pernah seprofesi dengannya–para pengusaha kelas menengah dan atas–atau dengan koleganya, bersantai sambil membahas hal-hal privat yang tidak enak kalau dibicarakan di situasi resmi. Namun, kini dia di tempat itu bersama seseorang yang benar-benar berbeda, anaknya sendiri. Dan sesenti pun hidangan pembuka di atas piring tidak bergeser dan tersentuh.
![](https://img.wattpad.com/cover/103381895-288-k100964.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
RAKENZA
Narrativa generale"Setiap orang punya sudut pandangnya sendiri tentang apa itu kebahagiaan." Itulah yang Raken katakan ketika ada yang berpikir betapa tidak bahagianya jadi dia. Raken adalah pemuda biasa, tapi di sekolahnya dia dianggap luar biasa. Luar biasa tolol k...