Bab 1 - Bukan Anak Bandel

11K 639 61
                                        

"Tawuran lagi, hah? Hebat! Mau jadi apa kau besar nanti?"

Beberapa pria berperut besar membentak sambil menunjuk-nunjuk segerombol anak muda yang duduk berjejer dengan tangan terangkat seperti tawanan.

"Ampun, Pak, ampun."

"Ampun? Tadi sok jago kayak ayam jago! Sekarang kayak ayam keok. Hari ini ampun, besok rusuh lagi!"

"Iya, Pak, beneran ampun," lirih salah seorang remaja.

Seorang pemuda menahan senyum di tengah wajah ketakutan dan kaku keenam belas remaja tertangkap lainnya. Untung senyumannya tak terlihat polisi di depannya, kalau sampai terlihat bisa-bisa sekarang dia yang jadi sasaran.

Seorang remaja lain menoleh pada remaja yang tadi tersenyum tipis. Dia heran menanggapi ekspresi enteng pemuda di sebelahnya itu. Mungkin ia kelewat bandel pikirnya, sampai di situasi seperti ini pun masih santai dan tak mengerut ketakutan. Pemuda berkulit agak cokelat itu sesekali menoleh ke arah remaja tadi lagi, lalu menyapu hidung mancungnya yang sedikit berdarah karena luka.

"Sialan," batinnya. Dia baru sadar kalau pemuda berwajah enteng di sebelahnya itulah yang tadi melempar batu kecil yang memelesat mengenai hidung mancung berharganya. Ingin rasanya menonjoknya, tapi saat dia ingin bertindak tiba-tiba terdengar pekik.

"Rakenza!"

Lengkingan suara menyibak keributan di dalam kantor polisi yang penuh dengan remaja berseragam SMA.

Seorang remaja berseragam putih abu-abu segera menoleh ke pintu yang terbuka. Sorot matanya menangkap dewa penolong yang sepertinya sudah bosan menolongnya.

Pria tengah baya bertubuh sedikit gempal dan tinggi, berseragam olahraga, dengan wajah bulat, dan kumis yang berbaris rapi di atas bibirnya, masuk ke dalam ruangan bernama kantor polisi yang penuh remaja lelaki berseragam putih abu-abu.

"Pak!" seru Raken lega dan bahagia, tetapi dia tahu kelegaannya hanya akan bertahan secepat kilat karena setelah keluar dari sini dia akan dibawa ke tempat yang lebih memojokkannya lagi.

"Pak, sumpah saya gak salah, Pak. Sumpah," ucap Raken cepat dan mantap sambil bangkit dari lututnya yang menekuk. Pemuda itu terus memohon agar wali kelas tercintanya itu mau memercayai omongannya yang katanya tidak bisa dipercaya.

Pak Damar diam saja. Bibirnya tertekuk ke bawah dan dahinya sedikit berkerut tegang, pertanda bahwa dia sedang menahan amarah yang tak sabar ingin diledakkannya dengan dahsyat. Bagaimana tidak meledak? Sebatang mahkluk ini lagi, ini lagi, yang membuat pekerjaannya menjadi guru jadi bertambah sibuk. Sudah cukup mengajar di kelas, menyiapkan materi, menghadiri pelatihan yang tak habis-habis, mendengarkan omelan istri di rumah, memikirkan anak-anak yang minta mainan baru, eh sekonyong-konyong seorang anak lagi, yang bukan anak kandungnya malah, harus membuat pikirannya yang sudah sesak jadi makin sesak.

Pak Damar keluar dari kantor polisi diikuti Raken. Mereka meninggalkan segerombol remaja lain yang kepalanya digetok-getok dan badannya di-toel-toel kasar oleh para polisi yang menasihati mereka agar tidak mengulangi rusuh-rusuhan di tengah jalan raya seperti pagi buta tadi.

Raken melangkah di belakang Pak Damar. Wajahnya mulai dipenuhi kegelisahan walau hanya seperempat persen karena sisanya dia masih bisa nyengir.

"Sumpah, Pak, saya gak ikutan. Itu kan tawuran sekolah Tunas Bangsa sama SMA Negeri tujuh, Pak. Bapak kan tahu sendiri saya bukan salah satu murid dari dua sekolah itu. Ngapain juga saya ikutan, Pak. Saya cuma lewat. Sumpah lewat aja, Pak," keluh Raken yang kemudian diulanginya lagi dengan kalimat yang sama persis. Dan Pak Damar membalas dengan sikap sama persis pula, diam.

Pak Damar menoleh, lalu menatap remaja yang lebih tinggi darinya itu.

Wajah gelisah Raken mendadak berubah agak kaku dan waspada. Dia menyesal telah membuat Pak Damar mengamuk lagi, tapi mau bagaimana lagi? Walaupun kemarin-kemarin dia janji tidak bikin masalah lagi, tapi takdir hari ini berkata lain, mendadak saat berangkat ke sekolah dia terjebak di tengah tawuran, sudah begitu ditangkap dan disalahkan pula.

RAKENZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang