Bab 49 - Sudah Sepantasnya [END]

4.8K 309 31
                                    

Suara benturan bumper mobil ke pagar besi terdengar cukup nyaring.

"Em!" seru Raken cemas, dengan segera menghampiri mobil Emi.

Emily diam tercekat, tadi kakinya menginjak pedal gas terlalu dalam dan tangannya tidak bisa mengendalikan kemudi dengan baik.

Emi merasakan deru aliran napasnya yang cepat dan dadanya yang sedikit gemeretak.

Emi menghela napas putus asa lalu menyandarkan dahinya ke kemudi mobil. Tadi pikirannya tidak fokus dan buncah, akhirnya mobilnya menabrak sisi pagar. Untung saja tidak berakibat fatal untuknya, tapi kejadian tadi cukup mengejutkan aliran darah dalam jantungnya.

"Em, Em! Buka," pinta Raken cemas, mengetuk pintu mobil Emi, berusaha membukanya, tapi terkunci dari dalam.

Emi mengangkat kepalanya yang tadi bersandar di kemudi, dia menoleh ke kanan dan melihat Raken tampak cemas, memanggil-memanggil namanya.

Raken tak bisa melihat wajah Emi dari luar, tapi Emi yang ada di dalam mobil bisa melihat Raken dengan jelas. Gadis itu menatap Raken dengan sederet sesal di hati dan memejamkan matanya sejenak saat merasa air mata meresap memenuhi kelopak matanya.

Emily membuka mata, menoleh, memandang Raken dengan air mata berlinang di pipinya, dipandanginya wajah pemuda itu dengan kedalaman kasih.

Tahukah Raken jika dia amat mencintainya? Tahukah Raken jika selama tujuh tahun memendam rasa kasih ini, hingga kini tak ada satu pun hal yang bisa membuatnya berhenti mencintainya? Bahkan satu persen pun tidak ada rasa cinta untuk Raken hilang dari hatinya. Seperti apa pun keadaannya, dia mencintai pemuda itu apa adanya. Bahkan hingga saat pemuda itu harus menjalani hidupnya di atas topangan kursi roda, tetap tak ada seberkas pun rasa kasihnya sirna.

Baiklah, dia mungkin telah membohoginya, telah begitu egois di satu sisi, tapi di sisi lain, lebih banyak dia habiskan waktu hanya untuk membuat Raken bahagia. Dia juga ingin memberi kasih sayang pada Raken, karenanya dengan bodohnya dia menutupi statusnya di depan pemuda itu. Emily ingin menunjukkan kasih sayangnya pada Raken, tanpa Raken–yang dulu masih bersama Kia–tidak merasa sungkan akan semua perhatian itu.

Emi berusaha membuat Raken merasa dicintai, merasa memiliki keluarga, karena itu dia memperjuangkan hak Raken di depan sang ayah, dan itu juga salah satu alasan mengapa dia mencintainya dengan kedok "adik", semua itu bukan semata demi dirinya yang jatuh hati pada Raken, tapi juga demi Raken sendiri.

Dan Emi sama sekali tidak mengharap imbalan apa pun dari rasa "cinta"-nya yang tersembunyi itu. Bukan karena dia tak mau, tapi karena dia tak mampu, dia malu. Itulah kenapa saat Kia membuat Raken kecewa dengan menikahi pria lain, Emily ikut bersedih untuknya, tidak ada seberkas pun keinginan untuk menggantikan posisi Kia di hati Raken. Asalkan dia bisa membuat Raken bahagia dan merasa dikasihi di balik hidupnya yang berat itu, maka Emi sudah cukup bahagia.

Tapi kini, semuanya harus terbongkar, dan dia amat menyesal karena telah membuat pemuda itu harus merasakan kecewa karena dirinya.

Emi menunduk lalu kembali menoleh ke samping, dia melihat Raken yang tampak berusaha berdiri lalu mengetuk kaca mobil sambil mengintip ke dalam dengan raut cemas.

Emi langsung saja membenamkan kepalanya ke kemudi, menghindari mata Raken yang berusaha menatapnya dari balik kaca yang gelap. Sementara di belakang terdengar suara langkah kaki yang cepat, menghampiri mobil.

"Em, kamu baik-baik aja?" Raken berusaha membuka pintu mobil. "Em!"

Emi diam, Raken pasti cemas padanya, mengira dia pingsan di dalam mobil setelah menubruk pagar itu.

Emi menyahut dari dalam. "Aku baik-baik aja, Kak," katanya, suaranya tak begitu terdengar, tapi Raken mendengarnya.

"Kak, kenapa? Kak Emi kenapa? Kak Emi?" tanya Wulan panik lalu mengintip ke dalam mobil.

RAKENZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang