10 Januari 1923
Hari ini dingin. Lebih tepatnya malam ini dingin. Semilir angin membuat ranting pohon bergesekan dengan jendela kamarku. Kau tahu, ini menyeramkan. Ditambah Si Tengik Soonyoung—kakakku, sudah tidur dari 2 jam lalu.
Ah, sial! Mataku tidak kunjung terpejam. Padahal, waktu sudah menunjukkan tengah malam. Suara ranting itu menggangguku. Itu benar-benar menyeramkan.
Tuk
Sialan! Suara apalagi itu. Lebih baik aku tidur saja. Aku takut. Oh ayolah, aku harus tidur. Tidurlah, besok sekolah.
Syukurlah, mataku mulai terasa berat. Aku berniat memejamkan mataku sebelum aku mendengar suara pintu terbuka. Sepertinya itu Eomma atau Appa . Biarlah.
Tapi, untuk apa Eomma dan Appa bangun ditengah malam begini ?
Mau tak mau aku bangkit dari ranjangku dan memastikan bahwa itu bukanlah maling.
Jujur saja, aku takut. Bahkan, aku benar-benar takut. Hanya sekedar membuka pintu saja aku tak memiliki tenaga. Rasanya sendi-sendi dan tulang-tulangku tak mampu menopang berat tubuhku.
Astaga! Suara apa itu ? S–seperti suara tembakan. Apa aku harus melihatnya ? Tentu! Karena suara itu berasal dari kamar Eomma dan Appa.
Dengan seluruh keberanian yang ku punya, aku menarik gagang pintu kamarku dan keluar. Hanya butuh 5 langkah saja untuk menuju kamar orangtuaku.
Ku buka pintu kamar mereka dan—astaga! Darah!
Darah itu mengalir membanjiri lantai kayu rumahku. Mereka membunuh orangtuaku.
Aku berlari kearah kamarku dan menguncinya. Membekap mulutku agar isakkan ini tidak terdengar oleh mereka. Aku takut sekali.
Bagaimana kalau mereka membunuhku ? Aku harus bersembunyi. Ya, aku harus bersembunyi sekarang.
Aku melihat kearah sekitar, mencari tempat untuk bersembunyi. Lemari. Ya, disana aku bisa bersembunyi.
Aku masuk ke dalam lemari. Langkah orang itu semakin lama semakin dekat, dekat dan—
—ia mendobrak pintu kamarku.
Tuhan, apa yang harus ku lakukan ? Aku mengintip melalui celah pintu lemari. Seketika aku membelalakkan mataku. Ia menyodorkan pistolnya tepat dipelipis Soonyoung. Dan tiba-tiba suara tembakan terdengar.
Ia membunuh kakakku.
Keringat dingin mulai membanjiri tubuhku. Aku meringkuk di dalam lemari seperti orang gila. Bergetar ketakutan.
Aku tidak ingin mati.
"Aku tahu kau disana."
Astaga! Langkahnya mulai mendekat kearahku. Suara derap langkah kakinya tak terdengar lagi, terganti oleh suara pintu kayu yang berdenyit.
Ia membuka lemari tempatku bersembunyi. Tubuhnya tinggi dan lengan yang berotot, wajahnya tertutup oleh masker dan topi hitam. Ada bekas luka sayatan dilengan kanannya dan ada tato naga di lengan kirinya.
Aku harus menghafalnya agar nanti polisi bisa menemukan pelakunya. Namun,—
—semuanya gelap.
---
Jihoon menghela napasnya. "Begitulah ceritanya. Konon hanya adik Soonyoung lah yang tahu kronologis cerita ini. Bahkan, hingga saat ini kasus itu belum terungkap siapa pembunuhnya. Hanya adik Soonyoung lah yang tahu semua ciri-ciri pelaku tersebut."
Jihoon menyeringai. "Seram bukan ?"
Keempat temannya mengangguk dengan wajah pucat pasi. "Ya, seram."
Catetan: Sekali kali ceritanya ga dorm life mulu gitu😂 ku ingin menuangkannya tapi entah kemana ya udah kesini aja😂 ngertikan ceritanya ? Ngertilah gampang kok😂
KAMU SEDANG MEMBACA
SoonHoon Collection
FanfictionCoretan gaje author penyuka kemanisan dari couple yang satu ini ✨ Disclaimer: Seluruh Karakter milik Tuhan YME, pribadi dan Pledis Entertainment selaku agensi. Semua isi dari fiksi ini adalah hasil dari tulisan penulis. Adapun jika ada kesamaan nama...