58. Again

5.1K 458 55
                                    

Ketika aku salah mengartikan perasaanku hingga harus kehilangan yang seharusnya menjadi tempatku pulang.

~•°•~

Lagi.

Malam itu, rembulan dengan warna keperakan itu meredup. Suhu kota begitu dingin hingga nyaris membekukan tubuh mungil lelaki yang terbalut oleh jaket tebal berwarna hitam. Jemari ramping nan cantiknya mengepal kuat di samping tubuhnya.

Lagi.

Air di pelupuk matanya telah menggenang. Perlahan turun dan pecah di atas lengan kekar seorang pemuda yang kini tengah memeluknya erat dari belakang. Pelukan erat tanda sebuah ketidakrelaan. Namun waktu telah berkata bahwa semua ini telah usai.

"Biar aku jelaskan," bisik Soonyoung tepat di telinganya. Bibirnya turun mengecupi leher dan sekitar bahu Jihoon guna memberikan ketenangan bagi kekasihnya.

"Tidak perlu, aku sudah melihatnya dengan mata kepalaku sendiri..." lirih Jihoon, "Kau dan Wonwoo, berciuman."

"Itu tidak seperti yang kau lihat, Sayang..."

Jihoon menghela napasnya lelah dan setetes air mata kembali jatuh tepat di lengan Soonyoung yang masih setia melingkar di perut Jihoon. "Lalu, apa?" keluh Jihoon.

"Aku lelah," sambung Jihoon.

"Lantas, apa yang kau mau?"

"Berakhir."

Soonyoung menggeleng kuat seraya mengeratkan pelukannya pada lelaki bertubuh mungil itu. "Tidak!" serunya, "Aku tidak mau!"

"Kau serakah," sahut Jihoon, "Kau ingin aku dan Wonwoo. Kau menyukainya, tapi tak ingin melepaskanku. Brengsek!"

"Aku mabuk kala itu, percayalah!" seru Soonyoung seraya membalikkan tubuh Jihoon guna menatap netra yang kini sudah memerah sebab air mata yang tidak bisa untuk berhenti.

Jihoon menuai senyum miris. "Lantas setiap kau berkencan dengan Wonwoo selama dua bulan terakhir pun kau selalu dalam keadaan mabuk?"

"A-apa maksudmu?"

"Aku hanya ingin melihat sejauh mana kau ingin bermain-main denganku. Tadinya aku yang ingin mengejutkanmu perihal masalah ini, namun sepertinya aku yang sekarang terkejut melihat kalian berciuman," jelas Jihoon.

"J-jadi kau-"

"-aku sudah tahu..." lirih Jihoon.

Angin kemudian datang. Membawa bisikan dari suara yang mendadak sunyi. Angin datang menerpa wajah Jihoon. Ia diam menatap sendu dengan segala sesak sedan yang kian membuncah. Lelaki itu membiarkan angin membelai wajahnya. Bahkan berharap angin membawa seluruh jiwanya pergi mengudara.

"Kau menyesal?"

"Sangat," lirih Soonyoung.

"Aku percaya padamu, tapi kenapa kau menghancurkanku?"

"Sebab awalnya aku hanya penasaran dengan perasaan yang hinggap kala aku bersama Wonwoo. Jantungku berdegup kencang saat bersamanya, persis ketika aku bersama denganmu," balas Soonyoung.

Lelaki bertubuh ringkih itu terpaksa harus menahan air matanya yang nyaris kembali meluncur bebas. Perasaan sesaknya begitu menyakitkan. Perih.

Sekali lagi, satu malam lagi. Ia meratapi hal yang semestinya tak terjadi dalam hidupnya.

"Mari kita akhir semuanya."

"Tidak," ujar Soonyoung kala Jihoon tengah berusaha untuk melepaskan kalung yang Soonyoung berikan untuknya.

Lelaki mungil itu mengembalikan kalung itu kepada sang pemberi. "Berikan pada Wonwoo," katanya.

Terukir sebuah senyum miris di wajah sendu Jihoon. "Berbahagialah..."

"Tidak, Jihoon, kumohon!"

Sekali lagi, satu malam lagi. Terdapat kisah yang semestinya tak terjadi. Satu lagi sebuah hubungan kandas karena keegoisan salah datu di antara mereka. Angin yang semula berhembus begitu kuat kini berganti dengan rintik hujan yang mulai membasahi kota.

Kini kau pergi. Dan sekarang aku tak memiliki tempat dimana aku bisa membebaskan diri dari kesedihan.


catetan: Dapet ga sih feelnya? Kok aku berasa kurang apa gitu... semoga suka yaa
jangan lupa vomment













































Epilogue

Soonyoung bangun dari tidurnya dengan keringat dingin yang membanjiri pelipisnya. Bibirnya pucat dan telapak tangannya dingin. Lelaki itu mengusap kasar wajahnya, lalu mengatur deru napasnya yang kini membara. Degup jantungnya pun seolah tak ingin kalah, ia berdegup begitu kuat. Menggedor-gedor seperti ingin keluar.

Jihoon. Dimana, Jihoon?

Tanpa peduli apapun, ia bangkit dari tidurnya dan berlari guna mencari kekasihnya. Lelaki itu berlari mengitari agensi sebab saat ia mencari Jihoon di studionya, ia tak ada. Panik bukan main. Ia tak peduli jika bisa saja ia tersandung atau terjatuh dari tangga.

Jihoon. Ia ingin Jihoon sekarang!

Hingga sebuah sinar lampu dari salah sau ruangan menyeruak dari balik pintu, terlihat seorang lelaki berparas manis tengah duduk di depan piano. Memainkan sebuah lagu yang Soonyoung tak tahu.

Lelaki itu membuka pintu dengan kasar hingga membuat Jihoon terkejut dan langsung berhenti membunyikan pianonya. Bahkan sekarang ia dibuat semakin terkejut kala Soonyoung membawanya ke dalam pelukan yang begitu erat.

Jihoon mengernyitkan dahinya saat setelah beberap menit Soonyoung hanya diam dan membenamkan wajahnya di ceruk leher sang kekasih. Lelaki mungil itu sampai harus mengumpulkan nyalinya guna bertanya pada Soonyoung karena takut salah bicara.

"Apa ada sesuatu yang terjadi?" tanya Jihoon pelan seraya mengusap punggung kekasihnya.

"Maafkan aku," celetuk Soonyoung yang semakin membuat si komposer jenius itu bingung.

"Maaf untuk?"

"Untuk segalanya. Jangan tinggalkan aku..."

"Kau bermimpi?"

"Eum... dan aku benar-benar takut sekarang," gumam Soonyoung.

Jihoon tersenyum lembut seraya menjauhkan tubuh Soonyoung. Lelaki itu membingkai wajah kekasihnya yang kini menatap sendu ke arahnya. "Jangan dipikirkan, aku disini," kata Jihoon.

"Aku mencintaimu."

Sadar atau tidak, Soonyoung membawa Jihoon ke dalam ciuman lembut. Memberitahu betapa besarnya rasa sayang yang tulus ia berikan hanya untuk Jihoon. Melalui ciuman itu, Jihoon dapat merasakan bagaimana gundahnya Soonyoung.

Diam-diam Jihoon tersenyum dalam pagutan mereka. Bersyukur memiliki lelaki yang mencintainya setulus hati.

SoonHoon CollectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang