• 168 Hours.

3.6K 415 73
                                    

Song; Migyo – Can't Take It Anymore.

Jatuh hati adalah sebuah takdir yang Tuhan berikan, kita hanya sebagai pemain. Hancur dan kecewa adalah konsekuensi, bahagia hanyalah bonus semata. Rasa sesak dan sedan yang sering kali dirasakan, itu akan biasa. Air mata menjadi bumbu hubungan Soonyoung dan Jihoon. Sering sekali Jihoon merasakan seolah ada bunyi derak retak pada hatinya, namun ia menahannya, demi Soonyoung. Demi hubungannya. Lelaki bertubuh mungil itu harus siap atas semua resiko yang menimpanya, ia harus bisa menelan segala macam pahitnya berhubungan dengan Soonyoung.

Di bawah sinar keperakkan yang terpancar begitu eloknya, lelaki mungil itu berjalan menuju tempat Jeonghan bersandar. Lelaki bermarga Yoon itu terlihat sedang memainkan jemarinya. Jihoon tersenyum pahit, ada bekas air mata yang mengering di wajahnya.

Lelaki bertubuh ringkih itu merogoh saku jaketnya guna mengambil ponselnya. Jeonghan menatap setiap gerak-gerik Jihoon, termasuk saat ia mengetik sebuah nama lantas melakukan panggilan. Beberapa menit menunggu, tak ada hasilnya. Jihoon mendengus kasar, lantas berucap. "Kau bawa ponsel, hyung?"

Jeonghan menatap tajam pada Jihoon—yang telah membuat ia dan Seungcheol saling mendiami beberapa hari ini. Jeonghan salah paham. "Untuk apa?" sarkasnya.

"Hyung akan tahu sendiri nanti," ujar Jihoon lemah.

Rasa penasaran pun tak dapat dibendung lagi. Alhasil, Jeonghan memberikan ponselnya pada Jihoon. Lelaki mungil itu menelepon orang yang sama, yaitu Soonyoung.

Tepat dinada ketiga, Soonyoung mengangkatnya. Hal itu membuat Jeonghan keningnya berkerut tak mengerti.

"Tanyakan pada Soonyoung, dimana dia dan sedang dengan siapa," titah Jihoon pada Jeonghan.

Sebelum Jeonghan memberikan pertanyaan yang Jihoon perintahkan, lelaki itu menaktifkan mode loudspeaker agar Jihoon dapat mendengarnya juga.

"K–kau dimana, Soonyoung–ah?" tanya Jeonghan dengan nada gugupnya.

"Aku sedang di suatu tempat."

"Dengan siapa?"

"Dengan kekasihku."

Lelaki yang lebih tua membulatkan matanya dan menutup mulutnya yang terbuka lebar dengan sebelah tangannya. Terkejut bukan main. Ia dapat melihat bagaimana adiknya tersenyum miris mendengar kalimat yang terucap dari mulut Soonyoung. Jadi, ini alasan mengapa Jihoon benar-benar diam dan kehilangan semangatnya akhir-akhir ini.

"Hyung, kau masih disana? Aku harus pergi, kekasihku merajuk karena aku mengabaikannya."

"Ah, baiklah... Maafkan aku karena telah mengganggumu. Sampai ketemu nanti."

Masih dalam keterkejutannya, Jeonghan beberapa kali mengerjap-ngerjapkan matanya. Sementara yang Jihoon lakukan kini adalah membuang jauh pandangannya pada rentetan gedung-gedung yang tinggi yang sinar lampunya membuat kota Seoul terlihat indah dari selasar apartemen mereka.

"Aku juga berharap namanya akan kembali muncul di layar ponselku, mengangkat panggilanku dan kembali bercakap-cakap hingga malam hari. Namun, aku masih sadar diri untuk tidak mengganggu kehidupannya sekarang," jelas Jihoon masih dengan pandangan lurus menatap ke arah gendung-gedung yang menjulang di hadapannya.

SoonHoon CollectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang