48. Remorse

6.9K 454 49
                                    

[Disarankan untuk membaca chapter 3 dari storyku yang judulnya Double Trouble Couple karena ini kelanjutan dari cerita tersebut.]







~•°•~


Soonyoung nyaris melempar ponselnya geram. Sungguh, ia benar-benar lelah, sedang tidak ingin berdebat dengan kekasih mungilnya itu. Akibat dari kelelahan yang melandanya pun ia tidak sengaja memarahi Jihoon. Jika sudah begini, hanya rasa sesal yang akan Soonyoung rasakan sebelum ia bertemu dengan kekasihnya.

Abai akan lelah yang melanda, Soonyoung pergi menyusuri kota untuk mencari Jihoon. Tak begitu banyak kendaraan bermotor yang masih berlalu-lalang pukul sekian—hampir tengah malam. Lagipula suhu kota saat itu sedang dingin sekali. Hanya orang-orang yang berotak udang saja yang akan keluar di malam sedingin ini—Soonyoung salah satunya. Lelaki bermata sepuluh-sepuluh itu abai akan suhu dingin yang menusuk hingga ke tulang, demi Jihoon akan ia lakukan selagi ia bisa. Bahkan ia tak menampik bahwa rasa khawatirnya bertambah saat ia merasa menggigil padahal sedang ada di dalam mobil.

Lalu, apa kabar Lee Jihoon yang mungkin menyusuri kota, berjalan kaki dan hanya memakai jaket seadanya ketika waktu sudah hampir menunjukkan tengah malam. Suhu dinginnya tak dapat membekukan hatinya yang sedang panas seperti terbakar. Jihoon pun sempat tidak mengerti kenapa ia harus marah seperti ini pada Soonyoung, tapi ada rasa seperti hatinya tergores sebuah benda tajam di dalam sana. Sakit dan perih. Lelah menjadi faktor utama mengapa Jihoon begitu sensitif akhir-akhir ini.

Membuat lagu, menulis lirik, memperbaiki lagu dan bahkan mengaransemen ulang lagu yang sudah jadi seperti makanan sehari-hari baginya. Namun entah kenapa, akhir-akhir ini lelaki mungil itu benar-benar sedang dilanda lelah yang nyaris tak berujung. Kepalanya serasa mau meledak. Ingin menangis, tidak punya sandaran. Bukan ia tidak percaya Soonyoung, namun kekasih sipitnya itu pun akan sama lelahnya. Hanya sekadar tak ingin menambah beban pikiran Soonyoung, itu saja.

Jihoon duduk memeluk lutut di kursi yang ada di pelataran dorm mereka. Anginnya perlahan membelai lembut wajah manisnya yang kini tengah dilanda gundah gulana. Bahkan ia tidak sadar ada berpuluh-puluh panggilan masuk di ponselnya. Tentu saja itu dari Soonyoung.

Lelaki berparas manis itu menenggelamkan wajahnya di lipatan tangannya. Menghela napas panjang guna menormalkan respirasinya yang sempat tersendat oleh sedan. Ia hampir saja menutup matanya kalau sebuah cengkraman kuat di bahunya tidak berlabuh. Mendorongnya hingga nyaris tersungkur. Bahkan sebelah tangannya harus menopang pada meja kecil di sebelahnya.

Lengan berisi lelaki di depannya memaksa Jihoon berdiri dihadapannya. Mencengkram kuat lengan kiri Jihoon dan bahkan satu tamparan nyaris ia layangkan pada pipi kanan Jihoon. Mata sipit Jihoon dipaksa menutup rapat kala sebuah tangan sudah hampir hinggap di pipinya. Ia baru berani membuka matanya kala cengkraman kuat di lengan kirinya perlahan mengendur dan lepas dengan sendirinya.

Soonyoung kalap.

Lelaki itu mengusap wajahnya kasar dan menghela napasnya. "Sudah kubilang aku tidak ingin berdebat Lee Jihoon. Dari mana saja kau tadi, huh?" geram Soonyoung tertahan.

Jihoon terpaksa kembali menopang pada meja di belakangnya. Terkejut bukan main. Gelenyar nyeri hinggap di dadanya, perlahan naik hingga menumpuk di netranya yang kini menatap Soonyoung tidak percaya. Belah bibirnya pun sedikit terbuka akibat keterkejutannya. Netranya perlahan memerah dan sedikit panas, alhasil ia menunduk.

"Apa kau tahu kau sudah membuatku sangat khawatir?" tanya Soonyoung kembali.

Hembusan angin bak sebuah mantra yang seketika dapat menyadarkan Soonyoung bahwa Jihoon terkejut karena sikapnya. Lelaki itu menghela napasnya dan mendekat perlahan. Rahangnya yang semula tegas kini mulai melemas. Awan hitam imajiner yang semula melingkupinya perlahan memudar dan hilang.

SoonHoon CollectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang