#6

14.5K 2K 492
                                    

—Fe 

"Pupi... Pupi sini dong. Cantik, pus... pus..."

Aku menggoyang-goyang mangkuk berisi makanan kucing kesukaan si hitam manis cintaku itu di depan teras rumah, berharap yang bersangkutan segera datang menghampiri sambil mengeong manja—seperti biasanya.

"Pupi... Nah, dateng kan," aku tersenyum dan berjongkok saat sesosok makhluk berbulu hitam dan bertelinga runcing datang menghampiri teras rumahku dengan santai. "Sini sayang makan dulu. Ngapain sih lo jam segini udah keluyuran, mau ngecengin jantan di gang sebelah ya, hm?" tanyaku sambil mengusap-usap kepala kucing itu

Pupi nggak merespon karena dia udah keburu sibuk mengunyah makanan di mangkuknya dengan nikmat. Hadeeeh ni perempuan ya, kalo udah dikasih makan aja anteng.

Oiya kenalin, ini Pupi kucing peliharaanku. Aku mengadopsinya sejak dia masih berupa bayi kucing yang kurus dan kedinginan ditinggal induknya. Awalnya aku menemukannya lagi menggelung di kolong mobilku pas aku lagi disuruh Papa manasin kendaraan tersebut. Karena nggak tega, akhirnya aku ambil aja itu anak terus aku piara. Untung aja Papa sama Mama dengan mudahnya setuju atas keputusan ini.

"Dah makan yang banyak ya. Gue mau pergi dulu" aku mengusap-usap kepala Pupi sekali lagi sebelum bangkit dan melangkah masuk ke rumah.

Tebak hari ini hari apa? Ya, benar sekali hari ini adalah hari Sabtu the holy weekend. Rutinitas weekend-ku biasanya terdiri dari tiga hal: bangun siang, main sama Pupi, dan nonton. Nonton di sini bisa macem-macem ya, kadang nonton bioskop, nonton pentas teater, nonton acara musik (ini biasanya Harris yang ngajakin), atau sekedar binge watch TV series favorit aku di kamar.

Nah, di hari Sabtu yang cerah kali ini aku memilih untuk menghabiskannya dengan nonton di bioskop langgananku di daerah Cikini. Kemarin aku liat dia ada bakal nayangin salahsatu film favoritku siang ini so I figured, why not. Meski jarak yang harus aku tempuh agak jauh tapi bagiku itu bukan masalah, 'kan ada sebuah teknologi bernama KRL cuy.

"Mau pergi, Fe?" tanya Papa saat aku tengah mampir ke meja makan untuk mencomot sepotong kue putu sebelum siap-siap pesen ojek online ke stasiun.

Aku mengangguk. "Mau nonton. Papa mau kemana?"

"Biasa, Bogor. Mau memancing kita..." jawabnya sambil menaikkan alisnya.

FYI, Papaku ini emang lagi hobi banget memancing dengan teman-temannya. Kalo udah mancing, bisa sampe nggak inget waktu nih bapak-bapak satu. Mending kalo mancingnya cuma di empang belakang komplek ya, ini mah dia mancing sampe ke Bogor segala. Kan jauh.

"Mama jadi ke tempat Yangti?" tanyaku di sela-sela kunyahan kue putu.

"Iya tadi berangkat pagi-pagi sama Eki. Kamu sih dibangunin susah," jawab Papa santai. "Sama siapa Fe perginya?"

"Sendiri doong. Sama siapa lagi, 'kan Eki dibawa Mama" aku mengangkat bahu.

Eki-Eki ini adalah adik aku satu-satunya. Dia kadang suka aku culik buat nemenin jalan terutama nonton, walaupun seringnya aku kalau nonton sendirian sih. Nggak tau ya, kayak ada kesenangan tersendiri aja kalo nonton film nggak sama siapa-siapa. Apalagi kalo pas weekdays dan bioskopnya sepi. Beuh, itu aku bisa sampe selonjoran saking enjoy-nya.

"Halah sendiri apa sendiri? Itu temenmu si Harris tumben nggak diajak?" ledek Papa. "Kasian banget anak Papa jomblo kemana-mana sendirian"

"Yeee biarin. Orang aku lebih suka sendirian, jadi nggak ada yang berisik nanya-nanya atau komentar di tengah-tengah film," balasku santai sambil memencet-mencet layar ponsel untuk memesan ojek online. "Lagian Harris sibuk, Pa. Lagi disuruh benerin genteng sama bapaknya"

Fatal AttractionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang