—Fe
Kalau Tasya si penyanyi cilik itu ada di sini, dia pasti udah menyanyikan dengan riang salah satu lagu hitsnya dulu. Libur tlah tiba~ libur tlah tiba~ Hore! Hore! Hore! Hore!
Hehe. But yes, holiday is finally here!
Yah, walaupun sebenarnya nggak holiday-holiday amat sih karena aku masih bolak-balik ke kampus untuk mengurus banyak acara dan perihal keorganisasian, tapi seenggaknya untuk 3 bulan ke depan aku nggak harus ketemu dosen, kuis, dan makalah yang deadline-nya bikin pengen jedotin kepala. Horeeee.
"Fe, udah?"
Pasangan mentorku untuk PSAK kali ini bangkit dari bangku semen yang baru saja usai kami jadikan tempat mentoring bersama dedek-dedek maba, sambil menyandang tote bag di bahunya. Kenalin, ini Vidia, dia anak Antropologi yang kubilang ke Kak Bram kemarin. Jujur, aku beruntung lho dapet dia sebagai pasangan mentor. Walaupun baru benar-benar kenalan pas konsolidasi awal panitia PSAK beberapa waktu silam, tapi Vidia bisa dengan mudah melengkapiku sebagai mentor para dedek ini.
Vidia ini bawel, hampir mirip bawelnya dengan Nadine. Dan menjadi bawel dalam membimbing adik-adik maba untuk menyelesaikan tugas ospek yang diberikan adalah hal yang bagus. Kalau nggak, ntar tugas mereka berantakan, atau malah nggak selesai—dan jika sudah begini, kasian merekanya juga bakal kena sama Tibum saat evaluasi.
Lagian, Vidia juga jago banget dalam mencairkan suasana dan membangun bonding di antara kami. Aku di sini sih jadi penggembira aja. Hehe.
"Udah, udah. Yuk!" aku mengikutinya berdiri setelah selesai membereskan barang-barangku.
Dari kejauhan, maba-maba kami (dan ratusan maba lainnya) sudah tampak berbaris rapi untuk penutupan sekaligus mobilisasi pulang. Beberapa teman-teman Tibum terlihat berkeliling memastikan nggak ada maba yang keluar barisan atau membuat keributan yang menggangu ketertiban. Di depan mereka semua, seorang Tibum dengan ekspresi paling garang beridiri tegap sambil melipat tangannya di belakang tubuhnya.
Ya, itu Kak Bram.
Gila ya, ini orang yang sama, lho, yang waktu itu bilang ke aku kalau binatang favoritnya adalah semut karena semut kalau ketemu sesama semut lainnya suka cipika-cipiki. Ini nih. Terus sekarang dia lagi on duty pasang tampang galak kayak gitu, udah nggak bisa lagi segen kalau aku mah liatnya.
Nggak tau aja ya adik-adik maba ini...
"Perhatian!" Kak Bram tau-tau bersuara dengan menggelegar. Otomatis, ratusan maba yang berbaris di depannya pun menegang dan berubah diam. Matanya tajam menatap wajah-wajah polos di hadapannya ini tanpa senyum sedikit pun.
"Sebelum acara selesai, saya mau satu orang dari kalian maju ke depan dan jelaskan apa yang didapatkan dari acara hari ini dan apa yang bisa diperbaiki untuk pertemuan selanjutnya." Ujarnya tegas.
Maba pun berkasak-kusuk dan saling lirik, berharap bukan ia yang kedapatan ditunjuk untuk menjadi martir maju ke depan.
Aku dan Vidia menonton dinamika ini dengan santai dari belakang mereka. Beberapa teman sesama mentor kami pun begitu, diam dan menyaksikan Tibum menjalankan sesinya.
"Kak Bram tuh bukan koor Tibum 'kan, Fe?" Vidia berbisik rendah.
Aku menoleh ke arahnya dengan alis terangkat. "Bukan deh, koornya Kak Alit 'kan tahun ini?"
"Galak banget abis. Ngalah-ngalahin koornya" Vidia bergidik.
"Masa sih?" aku menahan senyum menjawabnya.
"Asli. Pas PSAK tahun lalu gue pernah mau ke toilet lagi di tengah acara apa gitu. Terus papasan sama dia. Gue nanya toilet di mana, dia cuma nunjuk doang nggak ngomong sama sekali. Mukanya itu lho" seloroh Vidia cepat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fatal Attraction
Literatura FemininaIni bukan hanya tentang Bram dan lika-liku perjalanannya dalam mendapatkan sang pujaan hati. Bukan juga tentang Fe dan luka-luka masa lalu yang masih menghantui setiap siang dan malamnya. Juga bukan tentang Harris beserta perasaan-perasaan yang tak...