—Fe
Seingatku, Harris bilang kita pergi hari ini untuk bertemu Shilla.
"Nggak ada orang lain yang bisa lo ceritain selain Bram, Fe?"
Seingatku, Harris nggak pernah—selama 4 tahun kami bersahabat—menatapku dengan sorot yang begitu intens sambil mengucapkan kalimat tersebut dengan emosi tertahan.
"Sori, gimana, Ris?"
"Sesusah itu ya, Fe, buat liat?"
Seingatku, Harris bukanlah seseorang yang dengan mudahnya memotong pembicaraanku tiap aku bercerita dan menyerangku dengan respon bernada sinis.
"Gue yang nemenin lo tiap lo nangis waktu disakitin Evan. Gue juga yang nggak pernah ninggalin sisi lo setelah dia nggak ada. Gue yang selalu ada di sini, Fe,"
"Gue nggak ngerti, Ris..."
Harris menghela nafas panjang kemudian menghujamkan tatapannya tepat ke mataku.
"Gue sayang sama lo, Fe."
Seingatku, status Harris adalah sahabatku. The fraternal twin I never had. Harris Hastaman adalah versi cowok dari Febrianne Imelda.
What happened now?
Aku menggeleng pelan kemudian berusaha tertawa. "Bercanda lo ya."
Harris diam. Matanya masih menatapku dengan sorot yang sulit sekali terbaca.
Nggak. Ini bukan Harris. Harris nggak seharusnya ngomong kayak gini.
Ini bukan Harris.
***
—Harris
"Bercanda lo ya"
God damn how I wish I am. Bagian yang masih waras dari Harris Hastaman udah ribut menyuruh gue untuk tertawa dan menanggapi pernyataan Fe barusan dengan lelucon—karena, well, satu-satunya alasan kenapa seorang Harris Hastaman alias sahabat dekat Febrianne Imelda tau-tau menyatakan bahwa ia menyayanginya adalah karena ia sedang bercanda.
Except he's not. I'm not.
Gue nggak lagi bercanda, hanya kelepasan. Harusnya gue mengatakannya nanti, nanti kalau suasananya lebih mendukung. Nanti kalau Fe sudah selesai bercerita tentang FISIP dan segala tetek bengeknya termasuk keterlibatannya dengan seseorang bernama Bram. Nanti kalau tawa Fe sudah reda dan binar di matanya tiap ia menyebut nama itu menyurut. Nanti kalau malam sudah sedikit larut dan kami mulai kehabisan bahan pembicaraan.
Nanti. Nanti. Nanti.
Fuck it. It's out now. Ibaratnya gue udah nyebur ke kolam renang dengan baju lengkap dan sekarang setengah badan gue udah basah. Mending sekalian gue berendem.
"Fe, gue nggak pernah seserius ini sejak, fuck, I don't even remember the last time I was being this serious to anyone"
Here goes the random rambling. Sial, kenapa gue nggak bisa menghentikan mulut gue untuk berkata hal-hal nggak penting dan nggak masuk akal di saat kondisi begini. Gue nggak butuh itu, dan lebih dari apapun, Fe juga pasti nggak butuh itu.
Fe menggeleng. "Tapi lo tuh... Harris. Lo adalah... Harris. Kita sebangku dari kelas 10 sampe kelas 12, Ris... Lo yang gue curhatin tentang semuanya, lo yang liat gue nangis... Lo yang..." ia lalu terdiam, seakan baru menyadari sesuatu. "Apa jangan-jangan itu alesan lo?"
Gue pun mengerutkan alis, bingung. "Alesan apa?"
"Alesan lo untuk deketin gue dan pura-pura empati saat gue cerita tentang Evan waktu dia masih di sini dan setelah dia udah nggak ada" Ekspresinya mengeras saat mengucapkan kalimat itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fatal Attraction
ChickLitIni bukan hanya tentang Bram dan lika-liku perjalanannya dalam mendapatkan sang pujaan hati. Bukan juga tentang Fe dan luka-luka masa lalu yang masih menghantui setiap siang dan malamnya. Juga bukan tentang Harris beserta perasaan-perasaan yang tak...