ㅡBram
"Jeff lo nyanyi coba"
Ya, selamat datang kembali di Studio bersama Enam Hari.
Kali ini kita sudah bersama Jeff, yang tengah memetik senar gitar elektriknya, memainkan potongan melodi-melodi random dari berbagai lagu. Kemudian ada Satria, yang lagi meminjam gitar gue untuk ngulik kunci. Dan ada Wira, yang lagi duduk berpangku tangan di hadapan keyboard.
Ada gue juga tentunya, lagi tiduran di lantai studio—ngadem sambil main Pokopang karena latihan kita yang harusnya dimulai sejak setengah jam yang lalu belum juga menunjukkan tanda-tanda akan dilaksanakan dalam waktu dekat.
"Gue, Sat?" tanya Jeff memastikan.
Satria mengangkat kepalanya dari buku musik Wira yang sedaritadi terbuka di hadapannya kemudian mengangguk. "Iya. Lo suka nge-cover lagu 'kan dulu katanya?"
Jeff garuk-garuk kepala. "Ya... iya sih... Tapi terus Jun gimana?" tanyanya sambil menggestur ke arah spot kosong di depan standing mic, tempat di mana vokalis kita itu seharusnya berada saat ini.
Sekedar informasi, hari ini Enam Hari sudah menjadwalkan latihan untuk upcoming gigs kita di Backyard Bar, sebuah kafe-slash-bar milik kawan lamanya Jeff yang menggelar acara rutin bulanan bertajuk Midnight Melodies. Kebetulan bulan ini mereka lagi mengangkat tema Acoustic Night, dan atas koneksi yang dimiliki Jeff, kami berlima pun berhasil masuk ke line-up salah satu acara musik yang tengah hip di skena musik indie ibukota itu.
Nah tapi sekarang masalahnya adalah, setelah susah payah menyamakan waktu kosong untuk latihan, personil dengan posisi terpenting di band ini malah nggak terlihat batang hidungnya. Ya, Jun alias vokalis kita tercinta belum hadir di studio hingga sekarang. Padahal, pemberitahuan mengenai jadwal latihan hari ini udah disosialisasikan di grup dari minggu sebelumnya.
"Coba aja dulu sampe anaknya dateng" jawab Satria. "Bram, dia ngabarin lagi nggak di grup?" lanjutnya sambil menatap gue.
Gue pun mem-pause permainan di tengah jalan untuk mengintip sejenak ke notification bar. Nggak ada tanda-tanda pesan masuk dari yang bersangkutan. Hanya ada SMS dari operator dan beberapa pesan dari group kelas yang isinya nggak jauh-jauh mengenai tugas dan promosi acara himpunan.
"Kagak. Lagi di jalan kali" gue mengendikkan bahu dan kembali melanjutkan game yang hampir gue menangkan itu.
Satria menghela nafas panjang. Melirik sekilas dari raut wajahnya, gue tahu ia menyimpan dugaan-dugaan nggak enak atas perilaku vokalis kita satu itu.
Well, kalau boleh jujur, sebenarnya gue juga merasakan hal yang sama. Memang ada yang aneh dengan sikap Jun belakangan ini, terutama sejak ia semakin terlibat dengan si Avia-Avia gebetan Tinder-nya itu. Nggak ekstrim sih, cuma bagi gue yang udah lebih dari 3 tahun berteman dengannya, perubahan itu tetap berasa.
Contoh paling mudah: Jun jadi sering telat dateng latihan. Ya, gue paham kata "terlambat" dan "Achmad Zunifar" memang hampir nggak pernah bisa dipisahkan, tapi sejak beberapa minggu terakhir keterlambatan Jun mulai agak sulit untuk ditolerir. Kalau dulu paling banter dia telat 15 menit, sekarang bisa 30 atau bahkan satu jam sekalian.
Gimana nggak bikin gondok? Kita nyewa studio 2 jam, dia telatnya 1 jam. Ngapain aja coba tuh anak, disuruh ngangkatin jemuran satu RT?
Belum lagi perihal komunikasi. Entah ini gue doang yang merasa atau yang lain juga, tapi sejak kejadian ditolaknya gigs Panca Dharma oleh Satria, Jun jadi agak sulit untuk dihubungi. Tiap kali gue mengontaknya untuk latihan atau membicarakan hal lain terkait Enam Hari, gue harus menunggu cukup lama untuk mendapatkan pesan balasan darinya. Beberapa kali gue bahkan terpaksa menghubunginya berulang-ulang karena kalau di-chat sekali doang, itu anak nggak menggubrisnya sama sekali.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fatal Attraction
ChickLitIni bukan hanya tentang Bram dan lika-liku perjalanannya dalam mendapatkan sang pujaan hati. Bukan juga tentang Fe dan luka-luka masa lalu yang masih menghantui setiap siang dan malamnya. Juga bukan tentang Harris beserta perasaan-perasaan yang tak...