—Bram
Pada akhirnya kita sampai lagi pada rutinitas yang sama.
Setelah 3 bulan libur semester—yang nggak libur-libur amat juga karena gue harus mengemban tugas sebagai Tibum lagi—rutinitas bangun pagi, mandi (kalau inget), dan mendengarkan ocehan dosen di depan kelas pun terulang kembali. Dengan jadwal yang nyaris didominasi kelas pagi, gue mau minta doanya aja nih buat nasib absen gue kedepannya.
Sebagai contoh, tadi pagi gue nyaris skip kelas Perlindungan Anak karena kesiangan bangun. Kalau nggak inget Mas Ronny alias dosen matkul ini suka tiba-tiba nyuruh maju presentasi dengan urutan yang random, gue mungkin udah merelakan absen gue hari ini kosong seperti minggu sebelumnya.
Haha iya, ini baru minggu keempat kuliah dan jatah absen gue udah mulai nggak beraturan bentuknya.
Tapi tenang, absennya berakhir aman kok. Begitupula dengan kelas selanjutnya, yah walaupun gue menghabiskan nyaris setengah durasinya dengan mata terpejam.
"Nit, nih thank you ya" gue mencolek Janit yang duduk di depan gue dengan pulpen yang gue pinjam darinya tadi, berniat untuk mengembalikannya.
Janit menerima alat tulisnya itu dan memasukkannya ke dalam tote bag andalannya sebelum berdiri menghadap gue. "Takor nggak lu?"
Gue meregangkan lengan dan kaki gue yang pegal karena harus menahan posisi tubuh yang tertelungkup tidur selama 1 jam terakhir, kemudian menguap lebar. "Nggak, gue mau ketemu temen gue di Bangku Semen" balas gue sebelum merogoh tas untuk mengambil ponsel.
Janit hanya mengangkat bahu kemudian menghampiri Tere yang duduk nggak jauh dari gue. "Re, ayo Takor"
Tere yang tengah merunduk sambil mengetik sesuatu di ponselnya dengan serius hanya mengangkat tangannya--sebuah gestur yang meminta Janit untuk menunggu sesaat. "Bentar, bentar"
Janit berdecak dan melipat kedua tangannya.
"Janiiiiiit ayo Takor gue lapeeeeeer" Karin, salahsatu teman sekelas kami juga hari ini, datang menghampiri dan langsung menyandarkan kepalanya di bahu Janit. "Bram, Re, ikut nggak?"
"Gue mau ketemu temen gue cuy di Bangmen. Duluan gih"
"Re?"
"Hah iya gimana?" Tere mengangkat wajahnya dari ponsel dan menatap kedua cewek yang kini telah berdiri di hadapannya dengan bingung.
"Bolot," Janit memutar kedua bola matanya malas. "Takor nggak?"
"Oh. Ayo kenapa nggak daritadi lu ngajakin" Tere mengantongi ponselnya di saku kemeja dan berdiri sambil menyandang ranselnya. "Bram, kuy!"
"Sekali lagi ada yang ngajakin gue ke Takor, gue dapet piring cantik nih anjir" gue menggeleng sambil terkekeh pelan. "Udah dibilang gue mau ketemu temen gue di Bangmen woy"
"Makanya punya kuping tuh dipake, Jaenudin" Janit menimpali sambil menjewer telinga Tere gemas. Di sisinya Karin hanya terkikik geli.
"Ye sori, lagi sibuk saya tadi, Pak" Tere ngeles. "Yauds kuy. Ayo kita kemon!"
"Paansih, Re" Janit menggeleng meski tak ayal ia pun meloloskan sebuah tawa kecil seraya melangkah keluar kelas.
Sepeninggalan mereka, gue membuka handphone untuk membalas pesan dari grup Enam Hari yang daritadi ramai memenuhi notifikasinya.
Tadi pagi-pagi, Wira tiba-tiba nge-chat minta kita berempat kumpul. Katanya mau ada sesuatu yang diomongin terkait kelanjutan band ini. Keinginannya itu pun ditimpali oleh Jeff yang juga mengutarakan bahwa ia memiliki sebuah tawaran menarik untuk kami. Karena keduanya sok-sok rahasia dan nggak mau mengungkapkan aja apa yang mereka maksud di grup, makanya kami akhirnya merencanakan untuk bertemu di taman belakang FISIP yang diisi oleh bangku-bangku dan meja semen—hence the name Bangmen alias Bangku Semen, bukan Bangke Supermen atau Abang Cangcimen, oke.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fatal Attraction
أدب نسائيIni bukan hanya tentang Bram dan lika-liku perjalanannya dalam mendapatkan sang pujaan hati. Bukan juga tentang Fe dan luka-luka masa lalu yang masih menghantui setiap siang dan malamnya. Juga bukan tentang Harris beserta perasaan-perasaan yang tak...