#38

7.9K 1.2K 498
                                    

—Harris

"Sampe lo hari ini nggak ngomong juga ke Fe, gue keramasin lo, Ris"

"Ya tapi gimana, Shil. Lo tau gue nggak bakal bisa..."

"Lo pasti bisa. How long has it been, Ris? Two years? Three? It's going four. Nggak baik buat lo-nya juga"

"Kalau Fe nggak bisa nerima?"

"Nih sekarang gue tanya; mending lo bilang tapi ditolak, atau nggak bilang tapi keduluan si—wait, siapa tuh namanya seniornya Fe yang lo bilang kemaren?"

"Bram."

"Tah eta."

"Sejak kapan lo jadi sunda gini?"

"Nangor changed my life, man."

"Pfft"

"Alright my point is, mending lo bilang meski dengan resiko ditolak, atau lo nggak bilang tapi keduluan sama si Bram-Bram ini? Hm? Pilih mana hayo?"

"Ck ah."

"I knew it. Now go get her, tiger. I gotta run some errands. Kabarin gue hasilnya, okay!"

"Dateng lu ya tapi, awas nggak"

"Bawel iya gue nyusul ntar. Bye dude"

"Bye, Shil"

Klik. Gue mematikan sambungan telepon dengan Shilla, dan melepas headset yang sedari tadi gue kenakan untuk melakukan pembicaraan ini sambil menyetir menuju rumah Fe.

Oke. Jadi... seperti yang sudah kalian bisa kira dari obrolan singkat antara gue dan Shilla tadi, gue memang akan mengutarakan perasaan gue pada Fe hari ini. Yep. Harris Hastaman akhirnya memutuskan untuk melepas status pengecutnya dan menyatakan perasaan yang udah disimpan sejak lama terhadap sahabatnya sendiri, hari ini.

Tepuk tangan dulu nggak nih buat gue?

Nggak usah deh, ntar aja kalau hasilnya baik.

Ya tapi sejujurnya gue juga nggak terlalu berharap untuk hasil yang baik sih. Gue hanya pengen melepas beban yang selama ini memberatkan hati gue setiap Fe cerita tentang cowok-cowok yang lagi deket sama dia. Wait, scratch that. Bukan 'cowok-cowok' karena sebenarnya Fe hanya sering bercerita tentang satu cowok. Lo semua tau lah ya siapa.

Gue nggak tau Fe sadar apa nggak tapi sejak kenal (atau deket?) dengan si Bram-Bram yang gue sebutin tadi, dia tiap ketemu gue jadi cerita tentang itu orang mulu. Ntar ceritanya dia dianterin sampe stasiun lah, nonton band-nya perform lah, gojeknya di-cancel terus dipaksa balik bareng lah, jalan-jalan ke kebun binatang lah—banyak dah pokoknya. Gue sampe udah nggak merhatiin lagi dia cerita apa aja.

Oke, mungkin Fe masih agak euphoric karena setelah ditinggal Evan 2 tahun yang lalu, dia memang nggak pernah dekat sama laki-laki mana pun selain gue (gue nggak yakin ini hal yang patut dibanggakan apa nggak). Tapi, di satu sisi, justru itu poinnya. Kenapa harus dengan lelaki yang baru masuk setelah Evan pergi, dan bukannya dengan gue yang jelas-jelas udah ada bahkan dari sebelum Evan hadir?

Ah, fuck it. You're just a loser in this kind of thing, Ris.

Gue menekan tombol on pada radio mobil gue dan membiarkan suara musiknya menemani perjalanan menuju rumah Fe. Kalau dipikir-pikir, Shilla benar juga. Mendingan gue nyesel karena gue udah bilang tapi ditolak daripada nyesel nggak bilang dan Fe keburu jadi milik orang lain untuk yang kedua kalinya.

Tapi kalau ditolak dan Fe malah jadi menjauh dari gue gimana? Nyeselnya sama juga nggak ntar dengan melihat dia jadian dengan laki-laki lain (lagi)?

Fatal AttractionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang