—Bram
Dan Fe melakukannya. Fe membuat gue merasakan kembali udara segar di tengah kota penuh polusi ini.
Menatapnya yang kini duduk di bangku penumpang Rexy dari pantulan kaca spion, gue rasanya ingin memanjatkan rasa syukur pada Tuhan YME yang telah membuat Fe memutuskan untuk mengiyakan ajakan gue hunting foto hari ini.
Ya, gue mengajaknya hunting foto. Ingat apa apa yang pernah gue katakan soal fotografi dan kemampuannya menyelamatkan gue bahkan saat musik nggak mampu melakukannya? Gue menggunakan kesempatan itu sekarang.
Sebuah Olympus tua bekas bokap. Dua cannister roll film. Dan Fe.
Gue harap kabut polusi yang selama dua minggu terakhir mencemari otak gue lekas reda setelah ini.
"Lo mau hunting ke mana sih, Kak?" gue mendengar Fe berujar setelah daritadi dia hanya diam di boncengan gue.
"Ragunan"
"Hah? Anjungan?"
"Ragunan, Fe" gue mengeraskan sedikit volume suara gue.
"Ooh." Fe mengangguk pelan. "Kenapa ragunan?"
"Ketemu sodara." Jawab gue sekenanya kali ini.
Nggak lama gue bisa mendengar suara tawa kecil lolos dari mulut Fe. Haha. Gini dong. Adem gue 'kan langsung dengernya.
"Gimana tadi UAS lo?" gue iseng bertanya sembari menoleh sekilas ke belakang.
"Yaa gitu deh," jawabnya. "Seperti yang udah diprediksi sebelumnya"
"Maksudnya?"
"Susah."
Kali ini gantian mulut gue yang meloloskan sebuah tawa. Dari refleksi spion, gue bisa melihat Fe yang hanya cengengesan menanggapinya.
"Se-susah apa emang?"
"Susah... karena materinya banyak banget. Soalnya ada 40, pilihan ganda, tapi kita tetep disuruh ngasih alasan kenapa kita milih pilihan itu. Gitu deh" Fe menjawab sambil merengut. "Udah gitu pengawasnya rese, muter-muter terus."
"Emang kalo dia nggak muter-muter lo mau ngapain, hm?" gue menoleh ke belakang seraya menghentikan laju motor di lampu merah.
"Ya... ya... maksudnya gue jadi anxious liat dia muter-muter" ujarnya sambil mengalihkan wajah untuk menatap ke arah trotoar.
Gue tertawa. "Mau nyontek lo ya pasti"
"Nggak nyontek, cuma memastikan" kilahnya.
"Masa?"
"Iya."
"Yakin?"
"Iya, ih!" ujarnya, kali ini sambil merengut sedikit.
Hahahaha anjir. Kenapa makin gemes ini anak.
"Yaudah iya iya gue percaya lo anak yang jujur, tidak sombong, dan rajin menabung" imbuh gue sambil terkekeh pelan.
Fe hanya mencibir pelan menanggapinya.
Lampu berubah hijau, klakson-klakson tidak sabaran mulai terdengar, dan gue pun kembali memacu mesin Rexy menyusuri jalan raya Ragunan.
"Kak, lo kalo mainan kamera tustel gini terus beli, apa tuh namanya, klisenya ya? Itu di mana?" Fe tiba-tiba bertanya.
"Roll film maksud lo?" gue terkekeh pelan sebelum melanjutkan. "Ada temen gue di Bandung. Dia jualan gitu, roll film sama kadang kamera juga. Tapi banyakan roll filmnya sih"
KAMU SEDANG MEMBACA
Fatal Attraction
ChickLitIni bukan hanya tentang Bram dan lika-liku perjalanannya dalam mendapatkan sang pujaan hati. Bukan juga tentang Fe dan luka-luka masa lalu yang masih menghantui setiap siang dan malamnya. Juga bukan tentang Harris beserta perasaan-perasaan yang tak...