—Bram
"Oh jadi lo berdua tuh temen dari SMA?"
Backyard Bar, hari Sabtu malam.
Lounge dengan konsep interior bergaya industrial ini telah ramai oleh dengung obrolan para pengunjung yang tengah menghabiskan malam minggu mereka untuk bersantai dan bersantap ditemani gelas-gelas bir, wine, maupun berbagai macam pilihan cocktail. Di depan sana, mini stage telah diatur sedemikian rupa untuk mengakomodasi segmen Midnight Melodies, sebuah agenda rutin dari tempat ini, yang kebetulan dihelat tepat malam ini.
Gue dan anak-anak Enam Hari lainnya tengah duduk di salahsatu sudut ruangan, berbincang santai dengan Sam, temennya Jeff yang juga merupakan owner dari Backyard, sembari menunggu acara dimulai.
"Yep. We were even in a band for a while, ye nggak?" Sam menyenggol lengan Jeff kemudian menenggak bir di botolnya.
"Yeah, yeah. Kita dulu bertiga, gue, dia, sama ada satu lagi namanya Matthew. Tapi si kampret nih tau-tau cabut ke U.S pas kelas 11," Jeff menimpalinya dengan tawa. "Yaudahlah bubar jalan band kita"
Gue meneguk bir gue sambil mengangguk-angguk pelan menyimak obrolan dua kawan lama ini.
Di meja kami sekarang, selain ada gue dan Jeff serta Sam, hadir pula April yang khusus datang untuk menemani sang pacar tampil (dengan alasan: "Jeffri nih katanya nggak mau naik panggung kalau gue nggak dateng"). Kemudian ada Satria (tentunya) yang tadinya juga mau datang bersama pacarnya, si Kinar, tapi katanya nggak jadi karena Kinar harus ngelarin proposal sesuatu buat besok. Dan di sebelahnya Satria, ada Wira dan Jun yang sedang sibuk mantengin ponsel Wira, kemungkinan lagi nontonin relay MU - Madrid di Liga Champion kemarin.
Oh ya, Jun (syukurnya) hadir malam ini setelah sebelumnya sempat meminta maaf atas absennya dia di latihan terakhir. Alasannya, kala itu dia tiba-tiba diculik nyokapnya untuk megantar dan menemani beliau arisan dengan geng sosialitanya. Saking buru-burunya, ia sampai khilaf meninggalkan ponselnya di rumah—dan mau nolak atau minta balik lagi juga nggak enak, nanti dikutuk jadi ikan pari, begitu kilahnya.
Untungnya, dia nggak perlu catch-up banyak juga sih. Jun udah paham kok kita akan memainkan lagu apa malam ini, dan ia meyakinkan kami semua bahwa ia bisa dengan mudah mengikuti aransemen yang sudah ada nanti saat di panggung.
"Lo kenapa nggak lanjut kuliah di sana aja, Sam?" April bertanya sambil menyesap Radler-nya.
Yang ditanya hanya mengendikkan bahu. "I guess I just miss Jakarta? Haha" tawanya ringan. "Nah, who am I kidding. Gue balik ke Indo demi nyokap yang udah mulai nggak kuat nemenin bokap pindah-pindah negara. Capek katanya, dia mau pensiun di rumah sendiri"
"Oh emang bokap lo kerjaannya apa?" kini, gantian Satria yang bertanya.
"Nggak usah ditanya lah, Sat." sambar Jeff cepat. "Intinya, duit dia mau lo pake 7 turunan juga nggak bakal abis" kekehnya kemudian.
"Boy look who's talking here" Sam memutar bola matanya sambil tertawa.
"Lah bokap gue mah apaan, cuma pegawai negeri coy. Nothing compares to your family's old money lah" balasnya ringan.
"Pegawai negeri with a diplomatic passport, yeah. Basi becandaan lo ah" Sam menggeleng pelan kemudian tersenyum.
Disela-sela pembicaraan, gue menyempatkan diri membuka ponsel yang daritadi gue letakkan begitu saja di atas meja. Jam digital di layarnya sudah menunjukkan angka setengah 8 lewat, tapi gue belum juga mendapatkan kabar dari Fe mengenai keberadaannya saat ini atau apakah dia jadi hadir atau nggak. Chat gue aja masih dalam keadaan nggak terbaca nih sejak maghrib tadi.
![](https://img.wattpad.com/cover/119093158-288-k827972.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Fatal Attraction
ChickLitIni bukan hanya tentang Bram dan lika-liku perjalanannya dalam mendapatkan sang pujaan hati. Bukan juga tentang Fe dan luka-luka masa lalu yang masih menghantui setiap siang dan malamnya. Juga bukan tentang Harris beserta perasaan-perasaan yang tak...