#18

10.5K 1.6K 329
                                    

Bram

Apa ya yang membuat gue tertarik sama Fe?

Satu pertanyaan ini seolah memantul dan menggema memenuhi ruang-ruang kosong di kepala gue sejak beberapa minggu yang lalu.

Apa?

Apakah karena fakta bahwa pertemuan pertama kita diwarnai oleh sesuatu yang nggak biasa? Atau karena sikapnya yang nggak pernah bisa gue tebak? Atau soal resistensinya terhadap usaha gue untuk mendekatinya, yang membuat ego gue sebagai laki-laki sedikit banyak merasa tergelitik dan tertantang?

Sumpah, gue masih nggak menemukan jawabannya. Bahkan ketika saat ini gue telah berada di KRL Commuterline tujuan akhir Stasiun Jakarta Kota bersama Fe di sisi gue, pertanyaan itu masih belum menemukan titik terang.

Yang ada, di otak gue sekarang malah nambah satu pertanyaan lagi: apa yang membuat Fe akhirnya mengiyakan ajakan gue nonton setelah belasan kali menolak ajakan lainnya dengan berbagai alasan?

...Yeah.

Mungkin ini saatnya gue ngaku ke kalian bahwa gue, Yudhistira Bramantyo, sudah belasan kali mengajak Febrianne Imelda untuk pergi berdua; mulai dari nonton bioskop sampai nonton gigs, di kampus maupun di luar kampus. Hasilnya? Nihil. Fe selalu berhasil menemukan alasan untuk menolak ajakan gue secara halus.

"Sori kak besok gue udah ada janji sama temen gue"

"Maaf kak nggak bisa, gue mau liputan event"

"Lain kali aja ya kak, nyokap ngajak pergi nih"

Atau yang paling sering ia gunakan,

"Eh maaf kak, gue baru baca chat lo ketumpuk hehe. Udah mulai ya acaranya? Sori gue nggak bisa dateng..."

Fe, Fe. Lo nih terbuat dari apa sih, jago banget bikin gue gemes. Heran.

Kayaknya bener kata pepatah, semakin susah tantangannya, semakin penasaran kita dibuatnya. Mungkin ini yang tengah terjadi antara gue dan Fe sekarang.

Fe nggak memberikan gue jalan yang mudah untuk mendekatinya, dan ini membuat gue merasa setiap perubahan sikap atau bahkan sedikit tambahan emoji di akhir chat-nya aja adalah sebuah achievement unlocked. Selayaknya main game, kalau lo udah berhasil ngebuka level selanjutnya, lo pasti penasaran untuk terus lanjut 'kan?

Nah, gue lagi merasakan itu.

Dan keberhasilan gue untuk akhirnya mengajak Fe pergi berdua di Sabtu siang ini adalah... sebuah quantum leap. Lompatan besar dalam sejarah PDKT seorang Yudhistira Bramantyo terhadap cewek—siapapun, nggak cuma Fe aja.

Gue nggak akan memungkiri bahwa sulitnya mendekat pada Fe sedikit banyak jadi membuat gue introspeksi diri dan sadar bahwa selama ini gue terlalu dimudahkan Tuhan untuk dekat dengan cewek. Bahkan dengan Aurum pun, gue nggak perlu berusaha keras melalui belasan kali penolakan. Cukup sekali tuker kontak, chatting intensif selama 2 minggu, pulang bareng selama 2 minggu berikutnya, dan voila; dia udah jadi milik gue.

Sementara dengan Fe, butuh waktu nyaris 2 semester bagi gue hanya untuk sampai ke titik ini. Apa nggak gila gue dibuatnya?

Eh, bentar. Tapi, apakah yang gue lakukan dengan Fe ini adalah pendekatan dalam konteks yang sama dengan apa yang gue lakukan terhadap Aurum bertahun-tahun lalu?

Atau ini cuma tindakan yang gue lakukan semata-mata karena penasaran dengan resistensi Fe terhadap usaha gue?

Ah, tau ah. Kalau dipikirin mulu lama-lama gue bisa jadi filsuf yang kerjaannya nanya pertanyaan itu lagi-itu lagi, cuma dari angle yang berbeda aja. Mendingan gue memikirkan hal yang lebih strategis kayak... entahlah, Fe yang sekarang lagi ada di depan mata gue?

Fatal AttractionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang