#9

13.3K 1.7K 321
                                    

—Bram

Ada sesuatu tentang musik yang selalu bikin gue ngerasa gue lagi ada di dimensi lain.

Inget nggak gue pernah bilang kalau fotografi adalah tempat persembunyian gue? Nah, kalau musik ini kebalikannya.

Cuma melalui musik seorang Yudhistira Bramantyo berani menyombongkan dirinya. Saat gue lagi megang gitar, atau nyanyi, atau megang gitar sambil nyanyi di atas panggung, saat itulah gue berubah. Jadi Power Ranger. Hahaha.

Anjir, kayaknya gue mulai ketularan garingnya Satria.

Yudhistira Bramantyo di atas panggung adalah sosok yang benar-benar berbeda dengan Bram di bawah panggung. Gue merasa bisa jauh lebih ekspresif saat lagi bermain-main dengan melodi dan lirik—nggak peduli bagi orang lain hasilnya enak atau nggak enak, buat gue tiap nada yang gue hasilkan dari jemari gue sendiri adalah sebuah mahakarya. Dan untungnya, belom ada yang bilang lagu bikinan gue nggak enak juga sih sejauh ini.

Yah intinya, lo pada kalo mau liat gue sombong, liat lah gue kalo lagi main musik. Kalo lagi nggak main musik, gue nggak punya hal lain untuk disombongkan soalnya.

"Damn..."

Gue menoleh ke arah sumber suara desisan pelan tersebut. Jeff baru aja melepas headsetnya dan menatap layar laptop yang terbuka di pangkuannya dengan sorot mata tidak percaya.

Ngomong-ngomong sekarang gue sama anak-anak lagi numpang ngaso di apartemennya Jeff setelah tadi sore kita kelar finishing rekaman lagu yang bakal dimasukin buat Summer Fest. Satria lagi ke musholla tadi maghriban sekalian nemenin Wira beli makan, sementara gue, Jeff, dan Jun memutuskan untuk stay di apartemen goler-goler menikmati senja sambil main PS.

"Ngapa, Jeff?" tanya gue dengan alis terangkat.

"Gue boleh sombong nggak?" tanyanya basa-basi. "Lagu kita bagus banget nyet. Damn I'm proud of us" lanjutnya excited.

"Mampus lo mati, Bram" Jun menyenggol lengan gue saat karakter dia di game yang tengah kami mainkan berhasil membunuh karakter gue.

"Mantep ye? Mixing-nya cakep banget tuh emang Bang Jay. Gue suka banget pas bagian bridge yang suara gitar lu sama synth-nya Wira saut-sautan" lanjutnya sambil bangkit dan berjalan menuju kulkas untuk mengambil minum.

"Parah iya coy. Gue aja nggak expect bakal dapet banget suaranya di situ" gue menimpali sambil menenggak sisa bir di botol gue.

Sejujurnya, gue beneran bangga dengan karya gue kali ini. Gue udah pernah bikin lagu dulu waktu masih SMA, tapi belom ada yang bikin gue se-bangga sekarang. Yeah, orang-orang emang suka lagu gue tapi gue sendiri selalu ngerasa, gue bisa bikin yang lebih bagus dari itu.

Dan kayaknya sekarang lah saatnya. I did it. Yudhistira Bramantyo siap terjun kembali ke dunia musik. Anjay.

"Gue suka liriknya sih sebenernya," sahut Jeff santai kemudian meletakkan laptopnya di coffee table dekat sofa. "I just think it goes really well with the melodies"

"Nulisnya pake hati, jelas lah bagus" Jun melirik kearah gue sambil senyum-senyum dibalik minuman soda kalengan yang tengah ditenggaknya.

"Pengalaman pribadi banget ye, Pak?" Jeff malah ikut-ikutan ngecengin gue.

Gue hanya menggeleng sambil tertawa ringan. "Inspirasi tuh bisa dateng dari mana aja, nyet"

"Termasuk dari pengalaman patah hati?"

"Justru itu utamanya, Jeff" timpal Jun kemudian kembali ke tempat duduknya di karpet. "BTW ini Satria ama Wira lama amat curiga itu bapak sholatnya di Madinah nggak sih?"

Fatal AttractionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang