#30

7.6K 1.3K 101
                                    

—Bram

"Ada yang nelepon"

Fe tampak panik saat gue memberitahu perihal tersebut padanya. Pupil matanya membesar untuk sesaat sebelum mengangkat telepon yang masuk ke ponselnya itu dengan cepat sembari bergerak membelakangi gue.

Lagi-lagi, seperti pertemuan kami di kereta waktu itu, gue nggak tahu skenario apa yang sedang digariskan oleh Tuhan buat gue, sampai Dia mempertemukan gue dengan Fe di koridor FISIP jam segini. Selepas Kamis Musik tadi, gue yang enggan untuk langsung pulang memang memutuskan untuk nongkrong dulu di Takor bersama Tere, Keefan, Atan, dan beberapa anak Krim lainnya yang masih ada di kampus malam itu. Biasa lah, ngobrol dikit sambil main kartu dan ngopi.

Anak-anak Enam Hari secara kebetulan nggak ada yang memiliki ketertarikan untuk nongkrong setelah acara selesai; Satria sebagai oknum yang cabut pertama hanya bilang bahwa ia harus segera balik demi mengantar Kinar pulang sebelum lewat jam 10. Gue, Jeff, dan Wira yang masih bingung atas apa yang terjadi pun hanya bisa mengiyakan dan memutuskan untuk nongkrong terpisah dengan komplotan kami masing-masing; Wira dengan teman-teman Sosio-nya, Jeff dengan April dan geng-nya, dan gue dengan anak-anak Krim.

Kayaknya bapak yang satu itu butuh mendinginkan kepala dulu sebelum membicarakan masalah yang tengah terjadi ini dengan kami.

Ngomong-ngomong soal masalah, lo pernah nggak sih saat lagi penat-penatnya sama kehidupan, lalu lo bertemu seseorang yang bikin lo rasanya pengen nyender—istirahat sejenak dari hiruk-pikuk dunia? Gue pernah. Baru aja. Nih, dengan orang yang sekarang lagi munggungin gue.

Entah sejak kapan gue merasa, bertemu atau sekedar berbicara dengan Fe lewat chat, nggak ubahnya bel istirahat yang ditunggu-tunggu setelah 3 jam pelajaran matematika. Lega. Ibaratnya recreational drug, Fe hampir selalu berhasil membuat gue lupa sejenak akan penat yang menyergap kepala gue, meski gue hanya bertukar sepatah dua patah kata dengannya. Senyumnya, cara dia tertawa, bahkan tajam matanya yang kerap masih menatap gue dengan sorot yang tidak bersahabat, menjadi sesuatu yang menyenangkan bagi gue untuk dihadapi.

Ini juga yang jadi alasan mengapa gue merasa harus menahan Fe lebih lama bersama gue. Setelah semua yang terjadi malam ini; ketemu Aurum, Jun ribut sama Satria—gila coy. Kenapa harus terjadi berturut-turut, di hari yang sama pula—itu yang masih bikin gue nggak habis pikir. Primbonnya lagi jelek kali ya nih hari? Bisa jadi sih. Kayaknya gue harus ngecek ntar di kosan.

Kembali lagi ke Fe, sejujurnya gue nggak menyangka dia masih ada di kampus jam segini. Yeah, gue perhatiin tadi emang meja bawah tangga yang udah diklaim sepihak oleh anak Kesos, masih ada isinya beberapa. Tapi gue kira, itu senior-seniornya doang. Gue nggak mengira Fe termasuk ke dalam kategori orang yang betah nongkrong berlama-lama di Takor—karena jujur aja, secara desain interior, kantin fakultas kami ini jauh dari kata nyaman. Gue pribadi sih lebih mending kantin Fasilkom atau FKM sekalian—tapi ya masa nongkrong numpang di 'rumah' orang, 'kan nggak enak. Ya nggak?

Sembari mendengarkan Fe berbicara di telepon dengan seseorang yang menurut gue adalah abang gojek yang komplain ordernya di-cancel, gue menatap punggungnya dalam diam. Ini anak paradoks dah, tadi aja galak banget pas gue cancel ojeknya, eh sekarang malah mengkeret saat menghadapi si abang yang komplain.

"...Iya, Mas... Iya maaf tadi ke-cancel—eh, hah gimana, Mas? Waduh... iya saya juga nggak maksud..."

Nah 'kan. Yang kayak gini-gini nih sasaran empuk banget buat jadi samsak emosi. Gue yakin itu abang-abang di ujung teleponnya malah makin semangat marah-marahnya.

"Y-ya nggak gitu, Mas. Itu tadi nggak sengaja ke-cancel... iya... eh nggak, Mas..."

Gue mengangkat alis saat Fe berbalik untuk menatap gue dengan ringisan di wajahnya. Ekspresinya kini tampak seperti percampuran antara rasa bersalah dan juga takut. Sayup-sayup gue bisa mendengar suara lelaki di ujung telepon berbicara dengan tempo cepat dan nada yang jauh dari kata ramah.

Fatal AttractionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang