16. Pemakaman

1.6K 122 1
                                    

Masih terlintas di mataku
Gambaran wajahmu yang kini tinggal kenangan
Ingin ku lupakan semua tentang dirimu
Namun bayangmu selalu ada dalam setiap langkahku
Caramel, Jauh.

***

Author POV

Kediaman keluarga Gibson menjadi riuh manakala peti jenasah Keyla mulai diturunkan dari ambulance.

Sudah banyak orang yang berkumpul disana, mulai dari staff yayasan milik keluarga Gibson, karyawan perusahaan Gibson Group, anak-anak dari rumah singgah kanker milik bunda, tetangga kompleks, hingga sahabat-sahabat Keyla baik dari Jakarta maupun Jogja. Mereka semua bersiap menyambut kedatangan Keyla, sosok yang sudah mereka kenal cukup baik.

Mereka tak pernah menyangka bahwa orang sebaik Keyla akan dijemput oleh Allah secepat ini. Tangis sahabat-sahabatnya mulai pecah manakala peti jenasah mulai memasuki kediaman megah itu. Potongan-potongan kebersamaan bersama Keyla berputar seperti kaset rusak di pikiran mereka masing-masing, membuat mereka tak kuasa menumpahkan air matanya.

Jenasah Keyla memasuki rumah diikuti dengan keluarga besarnya, minus Kelvano yang entah kenapa tidak menampakkan batang hidungnya sama sekali. Sedang d'jabrix dan Maya masih mengudara, mereka mendapat pesawat dengan selisih dua jam dengan keluarga Gibson.

Satu per satu sahabat-sahabat Keyla mulai mengikuti langkah keluarga Gibson memasuki rumah yang sudah lama tidak ditempati pemiliknya itu.

Luna mendekat, mencari keberadaan Atta yang sempat ia lihat keluar ke halaman belakang, entah kenapa, dia begitu takut jika Atta berbuat yang diluar nalar.

Dan Luna menemukan Atta, dia sedang duduk membelakanginya, bahunya naik turun seperti sedang menangis, namun tak ada isakan disana, hal yang tak pernah Luna lihat sebelumnya. Luna memberanikan diri mendekat.

"Kak?" Panggil Luna pelan.

Atta menoleh, memperlihatkan wajahnya yang telah berlinang air mata.

"Boleh aku duduk disini?" Tanya Luna.

Atta hanya mengangguk lemah.

"Tau darimana gue disini?" Tanya Atta begitu Luna duduk.

"Aku ngikutin kakak." Jujur Luna.

"Kenapa ngikutin?"

"Karena aku takut kakak melakukan hal yang diluar nalar?" Jawab Luna yang terdengar seperti sebuah pertanyaan.

"Ya enggaklah."

"Kak, aku tau kakak gimana, ingat waktu Kia pingsan gara-gara dihukum Kak Alex? Kalian waktu itu panik banget sampai kakak nonjok Kak Alex, itu baru Kia pingsan, sekarang Kia udah nggak ada —" Luna membekap mulutnya agar tak melanjutkan perkataannya, dia sadar bahwa ada yang salah dengan kalimatnya barusan.

"Kenapa nggak dilanjutin?" Tanya Atta lagi.

Luna menggeleng tanpa sadar, "Maaf kak."

Atta menghela nafas, menyenderkan bahunya pada sandaran kursi, "Iya, gue emang hancur Lun, lo pun tau segimana sayangnya gue sama dia, bahkan gue rela ninggalin Indonesia, ninggalin lo, demi ke Jerman, karena gue tau alat medis disana lebih lengkap. Tapi akhirnya begini juga kan?"

Luna diam, dia tau saat ini yang harus dia lakukan adalah menjadi pendengar yang baik.

"Gue cuma merasa gagal aja jadi kakak yang baik buat dia, jadi heronya dia."

Luna masih diam.

"Kehilangan dia selama hampir 8 tahun aja bikin keluarga gue hancur berantakan, sekarang gue harus kehilangan dia untuk selamanya, gue nggak tau ke depannya keluarga gue bakalan kaya gimana." Lanjut Atta.

Move (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang