18. Cerita Alex

1.5K 119 0
                                    

Tak kan lelah aku menanti
Tak kan hilang cinta ku ini
Hingga saat kau tak kembali
Kan ku kenang dihati saja
Peterpan, yang terdalam.

***

Author POV

"Lo pada mau kemana?" Tanya Darrell begitu sadar mobil yang ditumpanginya tidak mengarah ke kosnya, bukan juga jalan menuju apartemennya.

"Rumah lo." Jawab Jack yang masih menutup matanya, pasalnya semenjak masuk ke mobil ini, Jack merasakan kantuk yang luar biasa.

"Buka mata lo, ini bukan arah ke kosan gue." Protes Darrell.

"Jack bilang ke rumah lo, bukan ke kosan lo." Ujar Alex yang masih terfokus pada ponselnya.

"Maksud lo apaan?"

"Tante Maya udah beliin rumah disini buat lo, dan Tante Maya pastiin Cella nggak akan bisa masuk rumah itu karena Tante Maya udah nyewa satpam di depan rumah lo." Jelas Alex tanpa menoleh.

Darrell melotot, "Serius?"

"Hmm."

"Gue udah ada apartemen." Sahut Darrell.

"Yaudah lo bisa balik rumah bisa balik apartemen, gampang kan." Balas Alex.

"Nggak usah protes, mama lo beliin ini karena dia sadar apa yang dia cari semuanya buat anaknya. Dan entah sial atau bukan, anak Tante Maya cuma lo doang." Ujar Jack tanpa dosa dan menyelonong masuk rumah itu, karena memang dialah yang membawa kunci rumah itu.

Alex hanya mengikuti langkah Jack sedang Darrell memilih untuk diam. Tanpa mengatakan sepatah apapun, Darrell bergegas menuju kamar yang diyakini adalah kamarnya, merebahkan tubuhnya di atas kasur, memejamkan matanya sejenak.

***

Darrell POV

Entah kenapa hari ini rasanya begitu melelahkan, badan gue rasanya habis dipaksa buat lari puluhan kilo padahal gue rasa gue sama sekali nggak ngelakuin aktivitas fisik yang berat.

Mungkin benar kata orang, memikirkan sesuatu akan jauh lebih menguras tenaga daripada melakukan aktifitas fisik yang begitu padat.

Gue selama ini diam bukan karena gue udah jadi pendiam, gue cuma ngerasa kalau kata-kata aja nggak cukup buat ungkapin apa yang gue rasa.

Bagian terburuk dari suatu pertemuan adalah, terlambat menyadari bahwa setiap pertemuan akan berujung pada perpisahan. Dan inilah yang gue rasa, ketika gue begitu bersyukur bisa dipertemukan dengan gadis gue, Keyla. Gue lupa bahwa pada akhirnya setiap temu hanya akan berakhir dengan perpisahan.

Mungkin Jack benar, gue adalah orang terbodoh yang pernah dia kenal. Mungkin Alex juga benar, gue adalah orang paling nggak tau diri yang pernah dia kenal. Dan terakhir mungkin Keynan benar, nggak ada gunanya gue terus-terusan kaya gini, nggak akan mengubah keadaan sama sekali.

Gue rasa semua orang nggak akan pernah ada yang siap dengan yang namanya perpisahan. Disini gue enggak sedang membela diri gue sendiri, gue tau betapa bodoh dan menyedihkannya diri gue ini.

Suara pintu dibuka nggak buat gue menoleh ke sumber suara, gue tetap aja memejamkan mata gue.

"Gue tau lo nggak tidur." Gue tau ini suara Alex.

Kasur gue bergerak, gue yakin itu adalah perbuatan Alex, "Kita sama-sama tau kepergian Keyla benar-benar bikin kita hancur. Lo tau Rel? Seplayboy gimanapun gue, dia adalah cewek yang sangat gue cintai, bahkan mungkin sampai detik ini." Alex memberi jeda dikata-katanya, "Lo ingat waktu dulu kita TK, lo nonjok gue dan pelipis gue berdarah? Waktu itu dia yang obatin luka gue, dengan polosnya dia kasih gue plester luka." Gue dengar gelak tawa yang keluar dari mulut Alex.

"Lo tau saat pertama kali gue ketemu dia di acara MOS? Sebenernya dia nggak kena hukuman, tapi gue sengaja nyuruh Jack buat hukum dia, gue pikir dia bakalan milih buat bersihin WC, dengan cara itu gue bisa modus kasih dia minum kalau dia capek, tapi nyatanya dia malah milih buat nyari tanda tangan Pak Radit. Gue konyol ya?" Tanya Alex yang masih nggak gue respon.

Kasur kembali bergerak, gue rasa sekarang Alex ikut rebahan di kasur gue, "Dan yang lebih konyol dari itu adalah, gue sama Jack sampai bujuk Pak Radit buat buru pulang biar gue bisa hukum Keyla lagi, biar gue bisa kenal gadis itu lebih dekat, tapi lagi-lagi gue gagal, gue kalah licik dari Keyla."

Gue nggak nyangka kalau Alex bisa segininya ke cewek, ini kejadian langka.

"Nggak cukup sampai disitu, gue bahkan ngikutin dia pulang, gue cuma pengen tau dimana rumahnya, tapi gue gagal, lagi-lagi Keyla bisa lolos dari gue."

Ingin rasanya gue buka mata, menatap ekspresi Alex, gue belum pernah lihat dia sampai begini, dia lagi nggak drama kan?

"Hari demi hari berlalu Rel, entah setan apa yang ngerasukin gue, gue mulai ngajuin taruhan itu ke elo, dan sialnya lagi Keyla mau nerima lo. Disitu gue hancur Rel, gue kalut, gue hampir aja mati gara-gara kebanyakan minum dan pulang dengan kondisi mabuk berat, dan lo tau Rel? Keyla yang bantuin gue pas gue hampir aja tabrakan, dia yang bawa gue ke apartemennya, dia yang rawat gue. Lo bayangin, gue sakit dan sembuh karena orang yang sama."

Selama berteman, gue nggak pernah lihat Alex sampai begini. Segitu berartinya Keyla buat lo?

"Lo inget pas lo nyuruh gue buat buntutin Keyla dari rumah lo dan berakhir dia dijemput Atta?"

Iya, gue inget.

"Disitu bukan cuma lo yang cemburu, gue juga. Tapi disitu gue ngerasain nyesel dan lega secara bersamaan, nyesel karena gue nggak bisa hapus air mata dia waktu dia nangis di makam Bryan, lega karena dia dapet cowok yang lebih baik dari gue, bukan buaya macam gue."

Sial, Atta emang lebih segalanya dari kita bodoh !

"Lo ingat waktu gue hukum dia sampai dia pingsan? Lo tau disaat dia pingsan, gue ngerasa dunia gue runtuh, apalagi pas lihat darah segar keluar dari hidung dia, gue panik setengah mati. Tonjokan yang diberi Atta rasanya nggak seberapa dibanding rasa sesak di hati gue lihat orang yang gue sayang sakit gara-gara gue."

Suara Alex mulai terdengar serak, apa dia nangis?

"Itu makannya gue disini Rel, karena gue peduli sama lo, yang bodoh disini bukan cuma lo, yang mencintai seseorang dengan cara yang salah bukan cuma lo. Kita harus bangkit bareng-bareng Rel, gue tau di surga sana kalau Keyla lihat kita terus-terusan kaya gini, dia juga bakalan nggak seneng."

Hening. Gue masih fokus dengan pikiran gue sendiri. Merenungi apa yang dikatakan oleh Alex. Hingga akhirnya gue mulai bersua.

"Lo benar, Keyla nggak akan seneng kalau liat kita kaya gini, apalagi lihat lo nangis kaya gini. Gue salut sama lo Lex! Lo mencintai seseorang dengan cara yang berbeda." Balas gue tanpa membuka mata.

Tak ada jawaban, gue rasa dia udah tidur.

"Gimanapun posisinya, gue tetep ngucapin makasih ke lo Lex, makasih udah mencintai dengan tulus orang yang gue cinta. Gue iri sama cara lo mencintai dia."

Dan begitulah hari ini, ada satu beban yang mulai terangkat.

***

Nyempetin nulis disela-sela uts, jangan lupa vote dan komen ya guys ! Author tunggu !

Move (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang