Dulu, indah sekali ya. Rangkaian bait katamu selalu berikan hangat seolah pelukan saat dingin menerpa, padahal kamu sedang jauh disana. Rona merah diwajah selalu hiasi hariku. Tak pernah absen, tak pernah hilang.
Kamu fikirkan saja, bandingkan dengan sekarang, bahkan sekedar menceritakan keseharianmu padaku saja, kamu enggan. Aku seolah-olah hanya orang asing bahkan jauh lebih buruk dari saat kita pertama kali berkomunikasi.
Ku kira, debaran dihatimu sudah tiada. Posisi ku sudah tergantikan, bukan di singgasana itu lagi. Aku hanya sebatas pengganggu, yang menurutmu mengemis belas kasihan agar tidak kamu lepaskan.
Kamu sering kebingungan, kehabisan kata karena memang tak ada lagi rasa yang harus kamu ungkapkan. Aku seringkali mengungkapkan rasa cinta, betapa berharganya kamu lebih dari jiwa yang ku punya. Sedangkan kamu? Hanya merespon sebisamu. Terkadang memilih untuk menghiraukan semua karna bukan aku lagi prioritasnya.
Seperti malam ini, kamu memilih untuk tidak membalas pesanku, karena kamu bingung, harus menyakitiku saja, atau tidak menjelaskan semuanya. Mungkin, ini hanya pemikiran sok tau yang ku tuangkan dalam bentuk rangkaian kata. Namun, apa daya jika itu benar adanya?
Andai kamu lebih menelaah sedikit ke dalam, tentangmu yang katanya tak akan pernah berfikir untuk pergi atas semua waktu yang tlah kita jalani. Tentang katamu yang tak akan berhenti mencintai dan akulah labuhan terakhir. Tentang nyanyian merdu ungkapan betapa bahagianya kita saat itu. Cobalah, telaah lebih dalam lagi. Ada lebih banyak 'kita' yang setiap harinya mengganggu fikiranku, dan akan mengganggu fikiranmu mulai saat ini.
Jika hanya ingin singgah sementara, mengapa malah melibatkan rasa? Jika hanya ingin menyakiti, mengapa membuatku jatuh sedalam ini? Jika kamu sejatinya tak memiliki hati, mengapa malah memilihku yang selalu mengatas namakan hati?
Aku tak pernah membencimu, sedalam apapun pedang yang kau tusuk di jantungku. Aku tak pernah mengutukmu, selebar apapun goresan kaca yang kau ukir di hatiku. Tak pernah, namun, bisakah kamu semenit saja berfikir, bagaimana jika kamu menjadi aku? Andai Allah lebih adil, tapi lebih baik begini.
Padamu, yang akan selalu menjadi kesayanganku. Bilang saja jika sudah jengah. Jangan membuatku ikut kehilangan arah. Kapal kita sudah teombang-ambing. Jika kamu tidak mampu mengembalikan ke arus normalnya, beritahu aku. Biar aku saja yang mencoba mengembalikannya sebisaku. Jangan siksa aku perlahan. Atau aku yang akan lebih dulu mematikan.
Lots of panda,
Tsyafazz
KAMU SEDANG MEMBACA
Sajak Semesta
PoetryKamu akan diam saat hatiku menjerit. *** FYI, ini hasil imajinasi dan karya otak sendiri tanpa campur tangan orang lain. Jadi, kalau ingin copast, tolong cantumkan sumbernya. Dan jangan seenaknya mengomentari karya seseorang. Kamu manusia ciptaan Tu...