Aku melihat perempuan itu melongokkan kepala dari balik pintu. Tersenyum. Lalu berjalan menghampiri. Tangannya membawa kue tar lengkap dengan lilin menyala.
"Jimin-a, bukankah ulang tahunmu sudah Oktober lalu?" tanya Jhope Hyung, menoleh kepadaku. Dia menghentikan gerakan dance.
Kuturunkan handphone yang kupakai untuk merekam Jhope Hyung menari. Menekan tombol pause.
"Apakah kue tar harus identik dengan ulang tahun?" jawabnya dengan mengajukan pertanyaan lain. "Pejamkan matamu, buat permintaan, lalu tiup lilin."
Kue itu bukan untukku.
Ah ya, aku ingin bertanya kepada Tuhan, normalkah merayakan ulang tahun lebih cepat beberapa bulan? Februari masih agak jauh.
***
"Jimin-a, bagaimana rasanya tinggal di rumah baru?"
Jhope Hyung, bagaimana rasanya mendapat kue tar dari perempuan cantik, padahal jelas-jelas Hyung tidak ulang tahun? batinku.
"Apakah ada masalah?" lanjutnya.
"Daging. Dari mana dia tahu kalau aku suka daging?"
Kening Hyung berkerut menyimpan tanya, lalu bibirnya menyunggingkan senyum. "Okay, ceritakan lengkap. Aku akan mendengarkan dengan baik. Hahahaha...."
"Namanya Ruri Noona. Aku tidak bisa bilang kalau dia membenciku, atau menolak kehadiranku dan Hyorin Noona dalam hidupnya. Hanya saja.... Ya, seperti itulah."
"Lalu daging?"
"Nah! Hubungan kami ada di daging. Hari pertama kedatanganku di rumah, dia membuatkan sup daging yang sangat enak. Kukira setelah itu akan ada komunikasi di antara kami. Nyatanya tidak. Rumah di pagi hari sepi, sepertinya dia berangkat kerja di pagi buta agar tidak berpapasan denganku. Hahaha. Dia menyiapkan makanan dengan baik untukku sarapan. Lalu malamnya, dia akan pulang sangat larut. Aku tahu kedatangannya, tapi terlalu takut untuk menemui. Dia memberiku pesan lewat bawah pintu kamar, seperti hari sebelumnya. Memintaku keluar untuk makan. Hanya di sana komunikasi kami. Bukan bahasa lisan. Luar biasa, bukan?"
"Hm...."
"Dan, daging lagi. Hahaha. Makan malam steak memang tidak buruk. Jika saja ada obrolan, pasti akan lebih menyenangkan. Tapi perlakuannya sangat dingin. Makanan tidak lagi membuatku hangat, Hyung."
"Jimin-a, aku tidak pernah berada dalam posisimu. Jadi, nasihat yang kuberikan pun pasti tidak akan berdampak banyak. Aku berharap semoga semua semakin baik. Okay!" kata Jhope Hyung sambil tersenyum, seperti menyalurkan energi bahagia.
"Ya, Hyung."
"Jimin-a, bisakah hari ini kita pulang bersama?"
"Ah, Hyung duluan saja. Masih ada yang aku urus,"
"Baiklah! Sampai bertemu besok."
Hyung meninggalkan ruang latihan. Lengang. Aku melihat bayanganku sendiri di cermin.
Inilah waktuku.
***
Noona, bisakah kita bicara?
Pesan itu kumasukkan ke celah bawah pintu kamar Ruri Noona, seperti caranya selama ini.
Aku sengaja tidur-tiduran di kursi ruang tamu, menunggu kedatangannya sambil melanjutkan membaca komik hadiah dari Jhope Hyung. Katanya sebagai perayaan tinggal di rumah baru.
***
Kim Taehyung, salah satu temanku ketika SMA pernah bilang kalau ingin cepat tidur, bacalah buku. Sepertinya itu berlaku untukku. Dan aku merutuki hal ini.
Aku tidak mendengar kedatangan Ruri Noona semalam. Barangkali aku terlalu keras berlatih kemarin, sehingga komik yang kubaca seperti bius ampuh pengantar tidur.
Ruri Noona pagi ini sudah tidak ada di rumah. Sepi sekali.
Pesanku dibaca. Sekarang keberadaannya berpindah ke tempat sampah samping pintu kamar Ruri Noona.
Antara ditolak atau diabaikan, mana yang lebih pantas menggambarkan keadaanku sekarang?
YOU ARE READING
Love Yourself: What Am I to You
FanfictionSeperti halnya melepas, menerima juga bukan perkara mudah. Harus ada kompromi dalam diri, atau justru merelakan. Aku masih sering sulit menerima keadaanku yang sekarang karena peran masalalu. Hingga akhirnya, ada orang-orang yang menyadarkan bahwa a...