[8]

197 20 13
                                    

"Jimin-a, bolehkah aku masuk?" pintanya.

Aku masih tenggelam di balik selimut. Ingin pura-pura masih tidur tetapi aku tidak yakin aktingku akan meyakinkan. Kenapa Ruri Noona tiba-tiba masuk kamarku?

"Apakah kamu masih sakit? Perlukah kita ke dokter?" tanyanya kemudian. Saat ini dia duduk di sampingku, di tempat tidurku.

Ottoke....

Dia menarik selimutku sampai ke dada, tangannya meraba keningku. Sepertinya dia agak menunduk karena aku bisa merasakan embusan napasnya.

Aku tidak boleh membuka mata....

"Kamu tidur, kan? Tidak pingsan, kan?" gumamnya. "Jimin-a...."

Aku sudah tidak tahan, dan akhirnya pelan-pelan membuka mata. Dalam hati aku berdoa semoga tidak ada adegan canggung yang membuatku bingung harus berbuat apa.

"Syukurlah kamu tidak pingsan. Meskipun sudah larut, ayo keluar sebentar. Kita makan malam bersama," ucapnya, kemudian beranjak meninggalkanku. Oh bukan, lebih tepatnya meninggalkan kamarku.

Sebenarnya, sore tadi aku sudah makan bersama Jhope Hyung dan Hana. Setelah menunggui mereka latihan dance, kami pulang bersama. Aku tidak mungkin seperti kemarin, memutuskan tinggal lebih lama di ruang dance dan membiarkan mereka pulang berdua untuk ke sekian kalinya.

Cukup Hana yang tahu tentang diriku, hyung tidak perlu.

"Jimin-a! Apakah kamu pingsan? Kalau kamu tidak kunjung keluar, aku yang akan pingsan berikutnya. Aku lapar!" suara memekakkan berasal dari luar.

Aku menemukan sosok noona yang berbeda.

Bukan tentang teriakan, tetapi kekhawatiran.

***

"Siapa namanya? Jimin? Park Jimin? Dia anak yang manis."

"Ya, aku juga baru saja menyadarinya."

"Hati-hati nanti jatuh cinta."

"Bagaimana bisa, kami saudara!"

"Saudara yang dipertemukan. Tentu berbeda."

"Kamu cemburu?"

"Tidak ada laki-laki yang mendekatimu lebih dari aku. Lalu tiba-tiba kamu tinggal berdua dengannya. Siapa yang tidak menaruh curiga?"

"Hahaha... terima kasih semalam sudah datang. Aku tadi pura-pura bilang kalau aku yang mengganti bajunya. Dia sangat malu. Ah, kamu harus lihat bagaimana raut wajahnya saat itu."

"Kamu belum tidur dari semalam?"

"Mana bisa tidur! Aku terlalu khawatir dia kenapa-kenapa. Kami kan, saudara."

"Saudara yang dipertemukan. Tentu berbeda."

"Kamu cemburu?"

Sesungguhnya aku tidak ada niatan menguping pembicaraan noona dan Kim Namjoon pagi itu. Setelah basa basi sebentar dan berkenalan, aku bilang ingin istirahat di kamar. Hanya saja, seperti yang baru saja kulakukan, aku sering lupa menutup rapat pintu kamar.

Membuat orang-orang dengan mudah masuk. Tak terkecuali suara-suara yang mungkin saja, seharusnya tidak kudengar.

Love Yourself: What Am I to YouWhere stories live. Discover now