Nam Mi Ra
"Kamu sedang apa?"
"Bahagia."
"Kenapa?"
"Apakah bahagia selalu butuh alasan?"
"Hahaha...."
"Boleh kutemani berjalan sampai di apartemenmu?"***
Aku dan Taehyung sudah berbagi peran. Hanya saja, tiba-tiba dia membuat manuver luar biasa. Segalanya, ah bukan, hampir segalanya, dibeberkan kepada Jimin. Aku tidak bisa marah, tentu saja. Dia sudah berada di pihakku selama ini pun rasanya lebih dari cukup. Kami sering kali bertengkar untuk menghindar dari kenyataan. Semoga dengan seperti ini, semua akan kembali baik. Seperti di masa yang jauh sekali. Ketika aku, Jimin, dan Taehyung masih di bangku SMA.
Setahun sebelum lulus, aku harus pindah ke Seoul. Em... lebih tepatnya dilarikan ke Seoul. Eomma dan Appa bukan berati tidak marah. Tapi bagaimanapun juga, aku adalah anaknya. Anaknya yang kemudian mempunyai anak.
Jimin diasuh oleh eonni. Dia menjadi anak eonni. Aku bisa bilang dengan mudah, sekarang. Ya, bukankah memang begitu? Kejadian berat bahkan mengerikan apa pun di masa lalu, akan lebih ringan diceritakan di masa kini.
Entah semesta bermain apa, setahun di Seoul, tiba-tiba Taehyung datang. Kami bertemu begitu saja dan sama-sama terkejut. Dia mengejarku dengan berbagai pertanyaan. Kebohongan yang kusiapkan, dengan mudah terbaca. Akhirnya, aku tidak bisa tidak cerita. Kukira aku bisa membagi beban. Nyatanya, kami sama-sama tertekan.
Hubungannya dengan Jimin tidak berubah walaupun berbeda kota. Sejak ceritaku berada di antaranya, Taehyung harus menyembunyikanku dari Jimin. Padahal, ya aku tahu, Jimin selalu ingin tahu tentang keberadaanku.
***
"Apa kamu bahagia bertemu denganku, Mi Ra?"
"Kenapa tidak?"
"Kenapa kamu menghindariku kemarin?"
"Di depan itu apartemenku."
"Jaraknya tidak jauh dari toko, ya. Hahaha. Kamu akan masuk? Padahal aku masih ingin bicara denganmu."
"Ya...."
"Baiklah.... Sampai ketemu."
.....
"Jimin-a..."
"Ya?"
"Kamu ingin makan ramen?"
![](https://img.wattpad.com/cover/130341405-288-k215302.jpg)
YOU ARE READING
Love Yourself: What Am I to You
FanfictionSeperti halnya melepas, menerima juga bukan perkara mudah. Harus ada kompromi dalam diri, atau justru merelakan. Aku masih sering sulit menerima keadaanku yang sekarang karena peran masalalu. Hingga akhirnya, ada orang-orang yang menyadarkan bahwa a...