Park Jimin
Di rumahku ada ramen. Hanya jika kamu mau.
Dan saat ini, aku sudah di hadapan Mi Ra dengan semangkuk ramen. Seperti sebelumnya, hanya aku yang makan. Dia, menungguiku, menatapku.
"Bahkan kamu dihubungi artis sekelas Min Yoongi Hyung. Daebak!" ucapku di sela-sela makan.
"Itu lain ceritanya, dan sejujurnya aku malas menguraikan. Bukankah kisah ini sudah terlalu berputar-putar dan kita bingung cara untuk mengakhirinya?"
"Hahaha...."
"Lain kali, mungkin aku akan menceritakan bagian itu."
"Iya. Bukankah kita mempunyai banyak hari untuk dilalui bersama?"
"Jimin-a...."
"Kamu mau membahas apalagi?"
"Aku tidak bisa."
"Sejak kapan aku tidak bisa mengubah 'tidak bisa' yang kamu suguhkan? Hmm, bolehkan aku tidur di sini malam ini? Sepertinya ramen yang kamu buat ada obat tidurnya dan itu membuatku sangat ngantuk."
"Sejak kapan kamu seberani ini?" selidiknya.
"Hahaha... sial... apakah aktingku belum maksimal?"
"Ayolah, aku lebih tahu dirimu daripada dirimu sendiri. Tidurlah, biar aku yang membereskan semuanya."
***
"Apakah yang kita lakukan ini benar?" tanyaku, setelah obrolan di meja makan berpindah ke tempat tidur.
"Pindahlah ke kasur sebelah!" bentak Mi Ra.
"Mi Ra...."
Lalu ponsel di meja bergetar. Itu milik Mi Ra. Dia beranjak dari tempat tidur yang sebelumnya menjadi tempat kami bicara.
"Ya, Eonnie? Ha? Jimin? Ya, aku segera ke sana."
Mi Ra meletakkan ponsel lalu mengambil jaket di lemari.
"Ke mana?"
"Jimin rewel lagi. Maaf ya, Jimin. Sepertinya malam ini bukan milik kita. Kamu tetap tinggal di sini. Aku akan kembali sebentar lagi. Barangkali."
Iya. Ini tidak akan lama. Tidak selama kesalahpahaman kita selama ini, bukan?
"Oh ya. Terima kasih, Jimin-a. Untuk segala kebaikan. Semoga Jimin-ku juga sebaik kamu."
Bolehkan aku bilang kalau Jimin-mu akan menjadi Jimin kita?
Aku tidak sempat mengucapkan kalimat itu. Hanya kepada diriku sendiri, sampa kepada diriku sendiri. Mi Ra pergi meninggalkan aroma di rumahnya. Dia adalah Mi Ra yang kukenal dulu. Tidak ada yang berubah. Dia adalah pemilik rambut yang diikat, menunjukkan leher jenjangnya. Dia adalah Mi Ra-ku, yang kugenggam tangannya terlalu lama hingga berkeringan, lalu kami tertawa bersama.
Dia adalah Mi Ra, tempatku untuk memulangkan segalanya.
***
YOU ARE READING
Love Yourself: What Am I to You
FanfictionSeperti halnya melepas, menerima juga bukan perkara mudah. Harus ada kompromi dalam diri, atau justru merelakan. Aku masih sering sulit menerima keadaanku yang sekarang karena peran masalalu. Hingga akhirnya, ada orang-orang yang menyadarkan bahwa a...