[17]

129 16 12
                                    

Ruri Noona adalah dunia Kim Namjoon. Mereka berteman sejak masih kecil. Kim Namjoon sering dijuluki monster oleh teman-temannya karena sering sekali merusak barang, dan noona selalu datang untuk membenahi kerusakan itu. 

Aku pernah merasa diabaikan oleh noona karena ajakanku bicara tidak disambut. Ya, itu adalah beberapa hari setelah aku tinggal di rumah ini tetapi tidak ada obrolan dengannya. Ternyata pagi itu, noona terburu-buru menuju tempat tinggal Kim Namjoon. Pemanas air rusak dan pintu kulkas tiba-tiba tidak bisa ditutup setelah sebelumnya ditendang dengan pelan.

Barangkali, Kim Namjoon juga dunia noona. Ingat saat aku demam malam-malam? Dia adalah laki-laki yang menembus dingin demi noona. Sementara noona memanggilnya demi aku.

Aku tidak begitu paham dengan hubungan mereka. Kemarahan Kim Namjoon beberapa hari lalu kepadaku, menegaskan kalau mereka bukanlah sepasang kekasih. Cemburunya menegaskan cinta dan tidak mau dinomorduakan, lebih-lebih ditinggalkan.

Ruri Noona lebih banyak bercerita lagi sambil menyiapkan sarapan. Aku pura-pura tidak mendengarkan dengan melanjutkan membaca buku Aesop. Tapi dia tahu aku menyimak.

"Kucing itu?" tanyaku.

"Oh, iya. Aku membawanya ke dokter hewan karena Namjoon sedang mengurus kerja sama dengan Yoongi. Belum sempat kuantarkan ke rumahnya, orang kantor meneleponku. Ada rekan kami yang melahirkan prematur. Jadi, aku terburu-buru ke rumah sakit. Aku bahkan tidak sempat pulang ke rumah karena kerjaan di kantor juga sedang banyak-banyaknya."

"Ha? Mengantar kucing ke rumahnya? Maksud Noona rumah Kim Namjoon?" Kali ini aku sudah tidak bisa pura-pura tidak menyimak ucapannya.

"Iya, rumahnya. Kenapa, Jimin-a?"

"Aku kira kalian tinggal bersama."

"Dia bilang, kamu anak yang manis. Terlalu manis malah. Dan itu membuatnya cemburu. Dia tidak tahu sisi lain dirimu, kurasa. Selain manis, juga terlalu lugu. Jangan langsung percaya dengan sesuatu yang dilihat matamu. Ini bukan pertama kalinya, kan? Kamu senang sekali menebak-nebak."

Aku kehilangan kata-kata.

"Sarapan sudah siap. Katamu, sesuatu yang baik bisa diawali dengan sarapan. Letakkan buku itu, dan ayo makan bersama. Aku harap hari ini lebih baik."

"Harus! Hari ini sangat kutunggu. Ada kompetisi dance."

Ketakutan kehilangan seperti yang dirasakan Kim Namjoon, apakah aku punya? Tidak. Menyerahkan sebagian diri kepada orang lain, apakah aku bisa? Tidak.

Kim Namjoon sekaligus menyadarkanku, sekalipun aku dan noona bersaudara, aku tidak bisa bergantung kepadanya.

Aku tidak boleh merebut dunia orang lain.

Aku tetap dan lagi-lagi, memang harus selalu sendiri.

"Bagaimana sarapannya? Enak?" tanya noona sambil tersenyum.

Senyum yang manis sekali.

"Sangat!"

Love Yourself: What Am I to YouWhere stories live. Discover now