Park Jimin
"Oh, di kamarmu ada dua tempat tidur, ya?" tanyaku setelah membereskan sisa-sisa ramen, dan menyusul Mi Ra ke kamarnya.
"Kamu berharap kita tidur dalam satu ranjang? Begitu?" Bukannya menjelaskan alasan, Mi Ra justru bertanya balik dengan ekspresi sangat datar. Dia sudah duduk di pinggiran tempat tidur, yang berbeda denganku.
"Bu... bukan begitu.... Maksudku...."
"Kenapa kamu sangat gugup? Jangan-jangan kamu belum pernah melakukannya? Ha?"
"Apakah itu berarti kamu sering melakukannya?"
"Sering? Kamu gila?! Sudahlah! Aku mengantuk dan silakan tidur. Tidak ada waktu berdebat."
Dia menaikkan kaki ke atas tempat tidur, menarik selimut, lalu merebahkan badan. Oh, tidak sampai di situ, dia memiringkan tubuh sehingga membelakangiku.
Ada hening yang canggung. Aku merutuki diri dengan pertanyaan bodoh barusan. Bukannya merasa dilecehkan, bahkan setelah aku pikir justru pertanyaanku lebih melecehkan.
"Kamu sudah tidur?" tanyaku akhirnya. Aku masih duduk di pinggiran tempat tidur.
"Sudah!!!!!"
"Hahaha... kamu masih juga lucu, Mi Ra. Mana ada orang tidur bisa menjawab pertanyaan."
Hening lagi.
Barangkali Mi Ra memang benar-benar tidur....
"Aku mempunyai Jimin. Bahkan sampai sekarang, kalau dia rewel ya datangnya ke sini. Atau bisa juga aku yang ke rumah eonnie. Aku sedang menjawab pertanyaanmu tadi."
"Kenapa kamu tidak berubah? Kenapa harus ada perdebatan dulu, baru kemudian kamu menjelaskan yang terjadi. Bahkan kita terpisah lama karena kesalahpahaman, barangkali saja."
"Selamat malam, Jimin-a."
Benar, sudah malam. Bukan waktunya berdebat.
***
Ketika kamu membuka mata, aku sudah tidak ada. Catatan ini sebagai gantinya.
Maaf untuk pertanyaan yang mungkin melecehkanmu. Sungguh aku tidak bermaksud, dan aku menyadarinya baru setelah kamu marah. Aku memang selalu terlambat, dalam hal apa pun, terlebih itu tentang kamu.
Aku memang belum pernah melakukannya. Kamu percaya? Kalaupun tidak, bukan masalah. Tidak menjadi masalah.
Kamu lelah, tidur dengan sangat nyenyak. Di seberangmu dan di belakangmu, aku sebaliknya. Aku sangat gelisah dan tidak bisa memejamkan mata. Padahal, esoknya aku harus bekerja. Hahaha.
Aku menyukai aroma yang ada di rumahmu, aromamu. Dulu sekali, aku pernah merasa nyaman karena itu. Dan sekarang rasanya jauh lebih nyaman.
Terima kasih untuk ramen terenak di dunia.
Demi Tuhan, meskipun pulang diam-diam, aku tidak melakukan apa pun selama kamu tidur.
-Jimin-
YOU ARE READING
Love Yourself: What Am I to You
FanfictionSeperti halnya melepas, menerima juga bukan perkara mudah. Harus ada kompromi dalam diri, atau justru merelakan. Aku masih sering sulit menerima keadaanku yang sekarang karena peran masalalu. Hingga akhirnya, ada orang-orang yang menyadarkan bahwa a...