Gadis dengan seragam SMA yang masih merekat di tubuhnya itu keluar dari minimarket dengan ponsel yang masih setia menempel di telinga kanannya.
Satu kantong plastik hitam berukuran sedang, dia pegang erat dengan tangan kirinya untuk menyalurkan emosi yang sedang coba ia tahan.
"Mau sampai kapan kamu kayak gini? Sekarang apa lagi ulahmu?" Gadis itu tetap memilih diam dan melangkahkan kakinya menuju kursi panjang yang tak jauh dari tempatnya berdiri.
"Ini sudah yang keberapa kali? Apa kamu mau meng-koleksi seragam sekolah yang berbeda setiap bulannya?!"
Cewek itu dengan spongan langsung menjauhkan ponsel miliknya dari telinga, bisa-bisa gendang telinganya pecah jika terus mendengar Papanya berteriak.
Setelah duduk tenang di kursi panjang berwarna coklat itu, dengan cepat Krasiva langsung merogoh kantong plastik yang sudah dia taruh disampingnya. Mengambil satu kaleng minuman bersoda dan membukanya.
"Kamu dengarkan Papa tidak, sih?!" Gadis itu berdecak kesal, lalu meneguk minumannya sebelum menjawab.
"Iya, denger." Balasnya cuek sambil menaruh kaleng soda tadi, tangan kirinya lalu merogoh satu kotak rokok didalam saku baju. Dengan mudah jari lentiknya menarik satu putung rokok dan menaruhnya disela bibir sambil menyalakan api diujung batang rokok.
"Papa sudah capek sama kamu! Mau kamu apa, sih? Sekarang ini susah mencari sekolah yang mau menerima kamu dan dengan entengnya kamu malah berulah lagi!"
"Iya, Pa." Hanya itu yang bisa dia katakan. Jujur saja, sebenarnya gadis pemilik bola mata hitam legam itu tidak sepenuhnya mendengarkan ocehan Papanya. Bisa dibilang 'masuk telinga kanan-keluar telinga kiri'.
"Dengarkan Papa. Setelah ini, jika kamu berulah lagi dan di drop out kembali....." Terdengar helaan nafas panjang dari sebrang sana.
"Papah akan masukkan kamu ke asrama, atau di pesantren juga bagus sekali—"
Matanya langsung membulat kaget, bagaimana jika semua itu benar-benar terjadi? "Aku gak mau!" Ucapnya dengan cepat.
"Ubah dirimu, Papa gak bisa selalu menjaga dan mengawasimu... Jadilah anak baik disana, apa susah?"
"Jadi anak baik tanpa kasih sayang orang tua susah, kali." Balas gadis berambut hitam panjang itu, kata-katanya meluncur halus begitu saja.
Beberapa saat tidak terdengar balasan dari Papanya, terjadi keheningan diantara panggilan komunikasi mereka.
Dengan sabar dia hanya bisa menunggu, dengan perlahan gadis itu kembali menghisap rokok yang masih terhimpit diantara jari tengah dan telunjuknya dengan nikmat, lalu menghembuskannya perlahan.
Cewek dengan bulu mata lentik itu mengedarkan pandangannya kesekitar, lalu menyipitkan mata ketika melihat seseorang sedang mengamatinya dari sebrang jalan. Ketika sadar kalau dia ketahuan, orang itu langsung bergegas pergi.
Cewek itu berdecak. Selalu saja seperti itu. Setiap dia duduk disana, didepan supermarket dengan rokok dan seragam SMA yang dia kenakan, selalu saja ada yang memperhatikannya seperti tadi. Memang salah gadis SMA merokok?
"Pulang, Mama kamu nunggu." Gadis itu ingin tertawa geli sekarang. Sedikit kasihan juga, suara Papanya terdengar parau, mungkin saja ucapannya tadi sedikit menohok.
"Mama yang mana? Mama aku uda tenang disurga." Suaranya angkuh sambil tertawa renyah. "Oh... Papah nyuruh aku nyusul Mama?"
"Krasiva! Kamu sudah dewasa, jangan seperti anak kecil!" Bentak Barra disebrang sana. "Papa akan pulang seminggu lagi ke Indonesia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Arkrasiv ☑️
RomanceTentang perjuangan untuk mendapatkan, namun yang pada akhirnya dia lepaskan. Krasiva benci peduli dan percaya pada orang lain. Lalu Arkara datang, mengubah yang asing menjadi biasa. Namun sayang, hal biasa tadi kemudian berubah lagi menjadi asing...