41. Konspirasi

4.2K 240 1
                                    

Sudah sangat lama rasanya jika mengingat kapan terakhir kali Raka keluar bersama perempuan yang akhir-akhir ini mulai jauh darinya itu. Raka mengulas senyum tipis, terus memandang Manda yang masih fokus menatap buku menu.

"Apapun makanannya, pasti harus ada es krim." Celetuk Raka tiba-tiba. Manda mendongak, lalu cengengesan.

"Ih, tau aja, hehe..."

"Jangan kebanyakan makan es krim, Man. Ntar dimarahin tante Maya lagi." Raka mengingatkan. Manda mengangguk, tapi bibirnya mengerucut, membuat Raka tak bisa berhenti tersenyum melihat betapa imutnya Manda saat melakukan itu.

"Lo sama aja kayak Mama. Ngomel terus kalau gue makan es krim."

"Bukan ngomel." Sanggah Raka. "Lo kalau udah kebanyakan es krim, pasti batuk, pilek sama demam."

"Iya, iya." Manda memilih mengalah. Telunjuknya terus menelusuri buku menu, memilih makanan apa yang akan ia makan pada malam minggu ini. Manda bahkan tidak sadar kalau sejak tadi yang dilakukan Raka hanya menatapnya.

Cukup lama Manda tenggelam dalam buku menu. Kebiasaan itu sudah sangat dihapal Raka. Makanya, saat tadi mbak-mbak yang biasanya akan mencatat pesanan ingin menunggu, Raka menyuruh pegawai itu untuk pergi dulu karena ia tau Manda akan sangat lama jika memilih makanan.

Merasakan getaran disaku celananya membuat Manda langsung menaruh buku menu dan mengambil ponselnya. Wajah yang tadinya datar-datar saja tanpa ekspresi kini berubah menjadi berseri. Raka yang masih memperhatikan mengeryit, penasaran siapa yang menelpon Manda hingga perempuan itu terlihat senang.

"Halo, Ar?"

Wajah Raka langsung berubah datar. Ia menyesal karena mendengarkan Manda menelpon.

"Oh, iya, dia emang pergi sama Andra." Senyum Manda sedikit luntur. Raka yakin kalau Arkara pasti sedang menanyakan hal yang tidak Manda harapkan.

"Masa? Aku gak tau. Dari kemaren sih aku juga didiemin— eh, satu rumah malahan. Dia kayaknya lagi badmood." Kemudian Manda mengangguk-angguk. "Hm, oke, kamu juga."

"Arka?" Tanya Raka ketika Manda menyimpan ponselnya keatas meja. Manda mengangguk, lalu membuka buku menu lagi.

"Nanyain Krasiva?"

"Hmm,"

"Lo gak kesel?"

Manda menggeleng. Namun matanya tetap terkunci pada buku menu ditangannya. "Biasa aja."

"Lo tau, kan, Arka juga pacaran sama Krasiva?" Entah kenapa Raka malah mengungkit hal itu. Manda menghela nafasnya pelan, sedikit kesal karena Raka memilih topik pembicaraan yang sebenarnya sedang ingin ia hindari.

"Tau, lah."

"Terus lo tetap diem?"

Manda menutup buku menu, lalu akhirnya menatap Raka yang juga menatapnya. "Kenapa sih harus ngomongin ini?"

"Gue gak suka lo diduain."

"Terus lo mau apa? Pukul Arka? Paksa gue putus?"

Raka mengedikkan bahunya. "Pukul Arka sudah. Paksa lo putus aja yang belum."

Mendengarnya membuat mulut Manda sedikit terbuka. Jujur saja ia kaget karena Raka bilang ia sudah memukul Arkara, adiknya sendiri. "Rak—"

"Putusin Arka, Man."

"Lo gila, ya?"

"Yang gila itu lo, Man. Kenapa sih terus pertahanin Arkara disaat lo sendiri tau kalau pilihan dia dari awal itu cuma Krasiva?"

Arkrasiv ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang