Arkara menghentikan motornya didepan gerbang rumah Krasiva dan dengan segera langsung melepas helmnya. Laki-laki yang masih dibalut seragam sekolah itu berjalan cepat memasuki pekarangan rumah.
"Ternyata kamu gak berubah!" Langkah Arkara terhenti saat baru mau menapak lantai teras. Itu suara Barra.
"Kamu sama aja! Masih suka keluar malam! Bertengkar! Pembuat onar!" Sungguh, Arkara benar-benar terdiam sekarang. Sebenarnya sedang marah kepada siapa Barra?
"Terus kenapa?" Arkara semakin mempertajam pendengarannya.
"Papah yang sama aja! Gak pernah mau ngertiin aku!"
"Coba ada mama, dia pasti bakap bela aku disi--"
PLAK!
"Kinan sudah gak ada! Sadar! Kurang mengerti apa papah sama kamu?! Selama ini kerjaan kamu hanya membuat masalah! Biang onar!"
"Krasiva benci papah!!" Detik berikutnya, rasanya kaki Arkara melemas ketika sadar siapa lawan bicara Barra tadi. Dia Krasiva. Alasannya kemari.
Melihat bayangan seseorang dari ambang pintu, Arkara langsung cepat-cepat berlari dan pergi dari sana.
Takut-takut dikira tak sopan karena menguping --meski padahal tidak sengaja.
Krasiva yang matanya sudah memerah dengan tangan yang memegangi pipi --sehabis ditampar tadi, langsung keluar dari rumah dan menuju pekarangan dimana mobilnya terparkir.
"Krasiva! Tunggu!" Maya berlari mengejar Krasiva. Gadis itu tak berbalik, langkahnya terus berderap sampai dia berada didalam mobil.
"Nak, buka pintunya!" Tak menyerah. Maya tetap mengetuk jendela mobil Krasiva.
Tanpa memperdulikan apapun lagi, Krasiva langsung menjalankan mobilnya. Tak peduli bagaimana nasib Maya yang terus meneriaki namanya.
"Mau dijelaskan sampai mati juga gak bakal percaya. Mereka hanya percaya sama apa yang mereka lihat, bukan apa yang mereka dengar." Racau Krasiva sambil terus menahan perih disekitar wajahnya yang terluka.
Bukan karena tamparan Barra, melainkan karena luka lebam sehabis berkelahi.
>><<
Arkara mendesah pelan, matanya tak berlalu dari punggung gadis yang duduk diatas kap mobil itu meski sudah lima belas menit lamanya dia berdiri dibalik pohon --bersembunyi.
Mata laki-laki itu menyorot kesekitar, semenjak mengikuti mobil Krasiva tadi dia benar-benar tak sadar kalau sekarang sudah berada disebuah jalan sepi yang dikanan dan kirinya masih ditanami pepohonan besar.
"Nih cewek gak takut apa sendirian kalo kesini." Gumam Arkara yang mulai kesal karena pipinya terus saja gatal akibat digigit oleh nyamuk.
"Nih nyamuk kijil banget elah. Tau aja ada cogan sembunyi disini."
"Duh, jidat gue ikutan gatel."
"Mami! Nyamuknya nakal, ih!"Racau Arkara semakin ribut. Seketika laki-laki itu langsung membekap mulutnya saat menyadari kalau bisa saja Krasiva menyadari kehadirannya.
Mata Arkara mengintip lagi. Aman. Krasiva masih tenang ditempatnya.
"Kok ada asap ya disana?" Tanya Arkara entah pada siapa. Matanya menyipit ketika melihat asap menguar disekitar Krasiva.
"Jangan-jangan mobilnya mau meledak?" Dua detik berikutnya ia langsung menggeleng, "Gak mungkin ah!"
"Terus apa dong?" Tanpa sadar kaki Arkara melangkah keluar dari balik pohon, mulai mendekat kearah mobil Krasiva yang membelakanginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arkrasiv ☑️
RomanceTentang perjuangan untuk mendapatkan, namun yang pada akhirnya dia lepaskan. Krasiva benci peduli dan percaya pada orang lain. Lalu Arkara datang, mengubah yang asing menjadi biasa. Namun sayang, hal biasa tadi kemudian berubah lagi menjadi asing...